Halaman rumah milik Yasinta Sasi Apelabi (40 tahun) didominasi oleh bebatuan besar yang tersusun tidak beraturan sejak dahulu kala. Tidak ada yang tahu dari mana asal bebatuan ini. Meski demikian, rumah yang berada di lereng bukit di Desa Leuwayan, Kecamatan Omesuri, Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur itu dipenuhi tanaman pekarangan seperti sereh dan beberapa jenis tanaman.
Selain karena hobi menanam, persediaan air yang cukup juga mendorong perempuan yang akrab disapa Sin ini menyulap halaman rumah yang sebelumnya gersang, menjadi indah dipandang mata. Ditemui pada Selasa, 4 April 2023, Sin saat itu sedang menyiram bunga-bunga yang kebetulan sedang bermekaran.
Satu buah drum plastik ukuran 200 liter air diletakan di belakang rumah untuk menampung air leding yang dia gunakan juga untuk minum, masak dan mencuci pakaian.
Kondisi ini jauh berbeda dengan dua tahun lalu. Jangankan untuk menyiram tanaman. Dulu, untuk mandi, mencuci dan masak pun tidak cukup. Di dalam rumahnya yang sederhana, Sin mengisahkan bagaimana sulitnya mendapat air bersih untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya.
Dulu, Sin harus berjuang mengambil air dari sumur di pinggir pantai Desa Leuwayan, yang jaraknya sekitar 500 meter dari rumahnya. Rumah itu berada persis di lereng bukit kecil Desa Leuwayan. Dengan peluh bercucuran di wajah, Sin harus mendaki lereng bukit sambil menjunjung air menuju rumah yang berada di Dusun Dahuq Ramuq.
“Karena kan sumurnya jauh. Sementara, air ledingnya turun tidak pasti. Kadang, sampai satu minggu baru satu kali turun. Jadi dulu itu kami pikul. Turun timba air di perigi (sumur), sampai di pertengahan, kami taro (simpan) drum di jalan, isi di situ sampai penuh. Malamnya baru kami antar lagi ke rumah,” kata Sin.
Dua buah sumur yang berada di pinggir pantai itu selalu menjadi rebutan warga desa untuk keperluan mandi dan mencuci pakaian. Jika terlambat, bisa jadi dia tidak memperoleh air. “Sumurnya kadang juga bisa-bisa mengering karena airnya berkurang,” ungkapnya.
Kondisi ini berubah setelah Yayasan Plan International Indonesia (Plan Indonesia) mulai membangun bak reservoar dan jaringan pipa menuju rumah warga pada tahun 2022 lalu. Kini, Sin dapat menikmati air bersih yang keluar rutin dua hari sekali, langsung ke rumahnya.
“Saat pemasangan pipa dari Plan itu, kami sudah tidak turun ambil air dari perigi lagi, tidak cuci di bawah. Kami mandi di rumah, bisa pakai untuk siram-siram tanaman, seperti itu,” kata Sin dengan raut wajah ceria.
Hal yang sama juga dirasakan Kristina Tuto (32), warga dusun Ramuq Auq. Halaman rumah Kristina kini ditumbuhi pohon anggur yang sudah mulai berbuah. Dia mulai menanam anggur setahun yang lalu setelah jaringan pipa air bersih yang dibangun Plan Indonesia sampai ke rumahnya.
Pohon anggur yang dia peroleh dari Desa Roma ini baru ia tanam setahun yang lalu. Dengan ketekunan dan keuletan, Kristina sudah mulai menikmati buah dari kerja kerasnya. Buah-buah anggur tampak bergelantungan di ranting yang menjalar tepat di bawah atap rumah miliknya.
Di halaman belakang rumah, ia membudidayakan anakan pohon anggur. Anakan anggur ini mulai dipesan oleh beberapa kenalan dari desa tetangga. Hobi menanamnya ini harus dia tahan selama bertahun-tahun karena tidak ada ketersediaan air yang cukup di rumahnya.
“Kalau merawat tidak susah, tapi dia butuh air juga. Ini baru satu kali panen tapi kami makan saja, bagi ke anak-anak. Anggur kan satu tahun berbuah dua kali,” ungkapnya.
Selain anggur dia juga menanam beberapa tanaman pekarangan lainnya di dalam koker seperti pria, terung, sere, dan lain-lain. Semua pekerjaan ini bisa ia lakukan setelah Plan Indonesia membangun jaringan air ke rumahnya yang letaknya persis di sebelah Masjid Desa Leuwayan.
“Sebelumnya tidak bisa tanam karena memang air juga tidak ada. Sekarang sudah bisa tanam, buat masak juga untuk mandi,” kata Kristina.
Apa yang dirasakan Yasinta dan Kristina ini merepresentasikan pengalaman warga di Desa Leuwayan yang telah menikmati air bersih. Kepala Desa Leuwayan, Emanuel Ledo, mengatakan, jaringan pipa sebelumnya tidak mampu untuk menyuplai air bersih dari bak yang telah dibangun sebelumnya.
Jaringan air bersih di Desa Leuwayan memang telah dibangun sejak zaman kolonial Belanda dengan debit air 1,8 liter per detik yang dialirkan ke Gereja Paroki Hoelea. Dalam perjalanan, Pemerintah Indonesia melalui program PNPM membangun tiga bak resevoar dengan total kapasitas tampung 72.000 liter.
Namun distribusi air tidak merata. Warga di wilayah timur di Dusun Empat dan Tiga tidak bisa menikmati air bersih karena kesalahan teknis pembagian, keterbatasan pipa outlet untuk distribusi air ke rumah warga.
“Distribusinya tidak merata karena di situ terdapat satu bak yang kapasitasnya 35.000 liter, pipa outletnya 1 dim dengan dua outlet. Makanya itu bermasalah, 1 dim, disambung lagi ke setengah dim, kemudian disambung lagi setengah dim, jadi orang-orang di rumah paling ujung tidak bisa dapat air,” kata Emanuel.
Pada tahun 2022, Plan Indonesa membangun jaringan pipa dan beberapa bak penampung untuk distribusi air bersih ke rumah-rumah warga. Identifikasi masalah bersama pemerintah desa menjadi dasar pertimbangan untuk membangun kambali jaringan pipa ke rumah warga warga.
“Tiga hari setelah dilantik semua pembangunan terhenti karena COVID-19. Berkat Plan Indonesia, intervensinya bisa membangun jaringan air bersih ini,” ujarnya.
Manager Plan Indonesia Program Implementation Area (PIA) Lembata, Erlina Dangu, mengatakan, pembangunan jaringan pipa air bersih di Desa Leuwayan ini merupakan implementasi dari program Jelajah Timur tahun 2021 dengan mengusung spirit Water for Equality.
Donasi yang terhimpun dari program ini digunakan untuk membangun jaringan air di Desa Leuwayan, Kabupaten Lembata, yang saat ini dapat dinikmati oleh warga setempat.
Erlina mengatakan, perempuan dan anak merupakan kelompok yang paling rentan terhadap krisis air yang terjadi di sebuah wilayah.
Dia mencontohkan waktu ibu-ibu untuk mengurus rumah tangga dan bertani tergerus, hanya karena mereka harus mengambil air dari sumur yang berada di pinggir pantai. Begitu pun dengan anak-anak usia sekolah. Mereka harus berjalan jauh untuk mandi di sumur dan menenteng air di jerigen untuk menyiram bunga di halaman sekolah.
“Khusus anak-anak perempuan pada saat menstruasi mereka membutuhkan air yang banyak. Harapan kita dengan ketersediaan air bersih yang cukup membuat anak- anak kita bisa punya waktu yang cukup untuk belajar, tetap dalam keadaan bersih dan sehat pada periode menstruasi mereka,” kata Erlina.
“Dengan sumber air yang makin dekat, mama-mama kita tidak perlu lagi ambil air jauh-jauh. Mereka punya waktu lebih banyak di rumah sehingga bisa bermain bersama anak dan mengasuh anak,” lanjutnya.
Kini, warga Desa Leuwayan dapat menikmati air bersih untuk keperluan minum, masak, mencuci bahkan untuk menyiram tanaman pekarangan. Mereka merasakan berkah air sebagai sumber kehidupan, dari perjuangan para pelari dalam program Jelajah Timur tahun 2021 Plan Indonesia. (***)