NAGEKEO – Perhelatan pesta demokrasi pemilihan anggota legislatif telah usai. Namun hajatan lima tahunan ini masih menyimpan misteri yang hingga saat ini belum diungkap Bawaslu Kabupaten Nagekeo secara terang benderang kepada publik.
Kisah misteri tersebut yakni adanya indikasi dugaan pelanggaran pemilu secara sistematis dan masif yang terjadi di desa Ngera, Kecamatan Keo Tengah, Kabupaten Nagekeo. Indikasi pelanggaran Pemilu tersebut diduga dilakukan oleh penyelenggara pemilu di desa tersebut saat hari pemungutan suara 14 Februari lalu.
Dugaan pelanggaran ini mencuat setelah Caleg Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Dapil II Nagekeo, Emanuel Embu melayangkan laporan ke Bawaslu Kabupaten Nagekeo, 18 Februari 2024 lalu.
Dalam laporan tersebut, dirinya memberikan sejumlah bukti bukti antara lain, daftar hadir, dan bukti percakapan via WhatsApp dengan warga yang berada di luar daerah.
Dia menjelaskan, dugaan pelanggaran terdapat sejumlah nama warga dari desa tersebut yang sedang berada di luar daerah, namun namanya terdaftar pada daftar hadir sebagai peserta pemilih. Hal ini dimaksudkan untuk mendulang atau mendongkrak suara ke Caleg tertentu.
“Terdapat sejumlah orang yang pada saat pemilihan mereka tidak ada. Namun nama mereka mereka tercatat dalam daftar hadir di TPS. Sebagai anak desa, saya ingin menegakan demokrasi yang sehat dan meminta Bawaslu untuk menindak tegas para pelaku yang telah merusak nilai demokrasi di Indonesia khususnya di Kabupaten Nagekeo,” kata Embu.
Menurut Embu, sedikitnya terdapat 21 orang berada di luar daerah pada hari pencoblosan. Daerah daerah tersebut yakni Kupang, Kalimantan, Jakarta, Papua, dan beberapa daerah lainnya. Beberapa orang sudag terkonfirmasi berada di luar daerah seperti RK di Kupang, MT di Kalimantan, SB Di Kupang, SR di Papua dan OS di Jakarta.
Beberapa nama tersebut dapat diidentifikasi keberadaan mereka. Lanjut Embu, pihaknya juga memiliki bukti percakapan WhatsApp dan voice note salah satu warga desa Ngera yang bertugas di Jakarta sebagai satpam dan juga mahasiswa yang berada di Kupang.
“Masih terdapat nama-nama yang belum kami identifikasi. Kalau dilihat dari daftar hadir, presentase mencapai 92 persen dari DPT. Kalau ditelusuri diyakini masih banyak nama” jelas dia.
Ditemukan Dugaan Kecurangan dan Kejanggalan
Berdasarkan hasil penelusuran beberapa awak media yang bertugas di Kabupaten Nagekeo, jumlah data pemilih tetap ( DPT) desa Ngera sebanyak 612 pemilih. Terdapat 3 tempat pemungutan suara (TPS).
Sejumlah bukti berhasil ditemukan oleh awak media seperti daftar hadir. Dari daftar hadir tersebut terlihat ada dugaan terjadinya pelanggaran. Dugaan pelanggaran itu terlihat pada tanda tangan sejumlah nama sangat manipulatif. Setiap tanda tangan diawali huruf pertama para nama yang dimaksud atau nama orang yang ikut mencoblos.
Selain manipulasi tanda tangan, di salah satu TPS ditemukan nama warga desa Ngera yang sudah berada di luar Flores pada hari pemilihan. Namun, nama yang bersangkutan tercatat pada daftar hadir sebagai peserta pada saat pencoblosan.
Misalnya salah satu warga berinisial YD. Yang bersangkutan sudah satu tahun berada di Papua, akan tetapi namanya tercatat sebagai peserta yang hadir pada hari pencoblosan lengkap dengan tanda tangan.
Menurut pengakuan salah satu sumber, mengatakan bahwa yang bersangkutan tidak pernah pulang.
Kejanggalan tandatangan pun terlihat hampir 50 persen diduga hasil karya satu orang. Pasalnya semua tandatangan hampir mirip. Misalnya, nama Anastasia, maka tandatangannya diawali dengan huruf A, begitu pun pada nama lain. Ditemukan juga beberapa orang yang tandatangannya justru sama persis.
Pencatatan rekapitulasi oleh KPPS pada salinan C1 pada umumnya mengalami kekeliruan dan coretan tipe X, namun hal ini tidak berlaku bagi panitia penyelenggara di desa Ngerat. Semuanya bersih dan rapi.
Ketua Bawaslu Kabupaten Nagekeo, Johanes Emanuel Nane, mengatakan, pihaknya telah menerima laporan dugaan pelanggaran Pemilu di desa tersebut, berikut sejumlah bukti bukti terkait dugaan pelanggaran pemilu (penggelembungan suara). Kuat dugaan, praktik penggelembungan suara ini dilakukan secara terstruktur dan sistematis oleh penyelanggara guna memenangkan salah satu Caleg.
“Saat ini sedang dilakukan penelusuran dan itu menjadi informasi awal. Bawaslu bersama sentra Gakumdu melakukan penelusuran untuk melihat apakah ada keterpenuhan syarat formil dan materil untuk diproses masuk ke pidana Pemilu atau tidak,” jelas Dia.
Kepala Divisi Penanganan Pelanggaran Dan Penyelesaian Sengketa Bawaslu Nagekeo Blasius Timba, mengatakan, bukti pelanggaran pemilu di Desa Ngera masih belum cukup untuk masuk dalam unsur pidana.
Dengan demikian Bawaslu masih melakukan penelusuran atas pelanggaran tersebut. Bukti yang disampaikan oleh pelapor masih sebatas daftar hadir, model C-Hasil, serta beberapa nama yang sedang tidak berada di tempat pada saat pemilihan.
“Kami butuh waktu untuk bisa pastikan apakah orang itu berada di kampung atau tidak. Kendala inilah yang kami belum melakukan registrasi kasus tersebut,” ungkap Blasius.
Lanjut Blasius, pihaknya telah mengkonfirmasi ke pengawas desa, dan nama-nama tersebut tidak dikenal oleh Panwas. Diduga ada sesuatu yang disembunyikan oleh pengawas desa dan juga para penyelenggara di desa tersebut
“Aneh memang. Masa satu kampung tidak tahu nama lengkap,” ungkap dia.
Menurut Blasius, penelusuran kasus ini tidak ada batas waktu dan tidak kadaluarsa meski tahapan Pilkada berjalan. Pihaknya tidak tinggal diam untuk menangani kasus ini.
Karena masih terkendala cuaca dan medan Desa Ngera yang sulit dijangkau, Bawaslu Nagekeo belum bisa memastikan.
“Namun dari data itu kelihatan dibuat oleh satu orang, dari laporan pengaduan ada nama yang diluar, bahwa itu ada indikasi, surat suara dipakai namun yang bersangkutan tidak ada,” pungkasnya. (BN/002)