Aibura – Sejumlah masyarakat Desa Aibura, Kecamatan Waigete, Kabupaten Sikka, Provinsi NTT mendatangi Mapolres Sikka pada Selasa (30/6/2020). Mereka melaporkan Kepala Desa Aibura, Silvanus Fransisko yang diduga melakukan pungutan liar pada kegiatan Proyek Operasi Nasional Agraria (Prona) pada tahun 2016 lalu.
Pantauan media ini, masyarakat Desa Aibura datang ke Mapolres Sikka menggunakan dua kendaraan pick up dan puluhan kendaraan roda dua.
Usai melakukan laporan secara resmi di Unit Tipikor Polres Sikka, sejumlah masyarakat yang dikoordinir Emilianus Samson kemudian menyerahkan bukti laporan ke Kapolres Sikka, AKBP Sajimin.
Setelah menyerahkan bukti laporan, masyarakat Desa Aibura menuju Kantor DPRD Kabupaten Sikka guna bertemu dengan beberapa anggota DPRD Kabupaten Sikka.
Masyarakat Desa Aibura yang diterima oleh beberapa Anggota DPRD Kabupaten Sikka, membeberkan beberapa persoalan yang terjadi di Desa Aibura pada kegiatan Prona tahun 2016 lalu. Mereka menduga ada praktik pungli. Selain pungli, masyarakat Desa Aibura juga menyampaikan beberapa masalah lainnya yang terjadi di Desa Aibura.
Emilianus Samson, selaku juru bicara dalam pertemuan itu mengatakan, dalam pelaksanaan kegiatan Prona tahun 2016 lalu, tidak semua masyarakat Desa Aibura dibebankan biaya administrasi kegiatan tersebut.
“Ada masyarakat yang bayar baru ambil sertifikat, ada sebagian besar yang digratiskan. Ada yang bayar setengah tapi dapat sertifikat, dan sebagian besar masyarakat tidak mampu urus karena beban biaya yg terlalu besar,” ujar Emilianus.
Menanggapi hal itu, Fabianus Toa, anggota DPRD Kabupaten Sikka dari Partai Gerindra meminta agar masyarakat Desa Aibura segera menyerahkan data dan dokumen ke DPRD Sikka agar segera diagendakan Rapat Dengar Pendapat (RDP).
Mereka akan memanggil Kepala Desa Aibura, BPN, Camat Waigete terdahulu dan dinas terkait. Hal yang sama juga disampaikan beberapa anggota DPRD Kabupaten Sikka lainnya.
Stef Sumandi, anggota DPRD Kabupaten Sikka dari PDIP mengatakan, kebijakan yang di ambil Kepala Desa Aibura dalam pelaksanaan kegiatan Prona tahun 2016 tersebut sangat keliru.
Menurut Stef, berdasarkan kronologi yang disampaikan oleh masyarakat Desa Aibura, seharusnya dibuatkan rincian kebutuhan dan biaya kegiatan untuk kegiatan Prona terlebih dahulu. Kemudian ditentukan besaran biaya yang akan dikenakan sehingga tidak membebani masyarakat.
“Kalaupun ada sisa, mesti disampaikan secara transparan dan penggunaanya tentu harus melalui rapat dgn masyarakat. Program Prona itu sasarannya untuk masyarakat miskin sehingga dalam pelaksanaan tidak boleh menyulitkan masyarakat,” tandasnya.
“Padahal usulan masyarakat sebanyak 1500 bidang dan realisasinya hanya mencapai setengah saja, itu akibat dari penentuan beban biaya yang terlalu besar. Bagaimana dengan mereka yg tidak bisa bayar, tentu sertifikatnya tidak diurus,” tutur Stef di hadapan beberapa masyarakat Desa Aibura.
Sementara itu, Kepala Desa Aibura, Silvanus Fransisko dikonfirmasi melalui telepon genggamnya pada Kamis (2/7/2020) mengatakan, dirinya sedang dalam perjalanan dan berjanji akan memberikan penjelasan kepada media ini.
Namun, ketika dihubungi kembali media ini, Kepala Desa Aibura belum berhasil dikonfirmasi.