Lima puluh sembilan tahun yang lalu, sekelompok orangtua inisiatif mendirikan sebuah sekolah menengah pertama (SMP) di Lamalera, Kabupaten Lembata, kampung tradisional yang terkenal dengan tradisi penangkapan mamalia paus.
Pada tahun 1964, sekolah itu berdiri dengan nama SMP Bode. Nama ini diberi untuk mengenang Pater Bernhard Bode SVD, misionaris Serikat Sabda Allah asal Jerman, yang pertama kali mengajarkan Agama Katolik di Lamalera pada tanggal 11 Mei 1920.
Cerita itu tidak berhenti sampai di sini. SMP Bode mengalami pasang surut selama masa awal pendiriannya. Namun para inisiator di bawah komando Yan Asa Lelaona, tetap mempertahankan SMP Bode, hingga pengelolaanya beralih ke tangan Yayasan Persekolahan Umat Katolik Flores Timur (Yapersuktim).
Pada tanggal 22 Mei 1981, sekolah ini memperoleh akta pendirian dari Pengadilan Negeri Kelas I Kupang di bawah Lembaga Pembinaan Persekolahan Umat Katolik Paroki Lamalera (LPPUKPL). Dalam perjalanannya, anak muda di Lamalera menggagas pergantian nama sekolah dari SMP Bode menjadi SMP Appis (Aksi Putra Putri Ikan Sembur) Lamalera.
Kisah di balik keberadaan SMP Appis ini tidak terlepas dari peran Yan Asa Lelaona. Pemimpin panitia pendiri sekolah ini terkenal sebagai sosok yang gigih dan pantang menyerah. Dia berupaya sekuat daya untuk mempertahankan keberadaan SMP Appis Lamalera.
Minggu, 23 April 2023, Kapolres Lembata yang baru, AKBP Josephine Vivick Tjangkung tiba di Lamalera. Cucu dari Yan Asa Lelaona ini memilih untuk mengunjungi kampung leluhurnya di Lamalera menggunakan speedboat dari Lewoleba, Ibukota Kabupaten Lembata.
Menempuh perjalanan kurang lebih 45 menit, Josephine akhirnya dijemput di perairan sekitar Desa Tapobali dengan peledang, perahu yang digunakan nelayan Lamalera untuk menangkap paus. Warga berbondong-bondong ke pantai Lamalera untuk menyambut Kapolres perempuan pertama di Nusa Tenggara Timur ini.
Di sini ia diterima secara adat. Beberapa rangkaian ritual ia jalani saat pertama kali menapakan kaki di tanah leluhurnya. Ini kali pertama dia menapaki jejak para pendahulunya leluhur suku Lelalona, setelah melanglang buana di dunia kepolisian.
Sesaat setelah tiba, Vivick membakar lilin dan berdoa di pojok doa rumah besar Kelake Langu. Rumah ini berdiri tepat di depan pohon budi yang bediri kokoh di pelataran kampung adat Lamalera.
Keputusan Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo menempatkan Josphine sebagai Kapolres Lembata, bertalian erat dengan keyakinan orang Lembata, bahwa leluhur telah memanggilnya pulang. Wanita kelahiran 15 Maret 1971 ini punya kesempatan menapaki tanah leluhur, sekaligus menyambangi SMP Appis Lamalera, jejak buah karya sang kakek.
Isak tangis keluarga dan kerabat dekat menyambutnya saat tiba di rumah besar Suku Lelaona. Di pintu masuk rumah tua itu, seorang ibu memberi dulat atau restu pada kening Josephine dan suadara bungsunya.
Di dalam rumah, Vivick diberi tempuling, tombak yang digunakan nelayan tradisional Lamalera untuk menangkap paus. Ia dinobatkan sebagai Lamafa yang siap menjadi juru kunci penegakan supremasi hukum di Lembata.
Vivick merupakan polwan yang memiliki segudang prestasi di Polda Metro Jaya. Pada tahun 1966, ia bersama anggota tim Reserse terlibat dalam penangkapan “Ratu Ekstasi” Zarima Mirafsur di Amerika.
Tak lama berselang, intel polwan berprestasi ini berhasil menangkap gembong narkotik internasional (jaringan Inggris) di suatu wilayah di Jakarta. AKBP Vivick Tjangkung juga pernah menangkap Dwi Sasono, Roy Kiyhosi, Restu Sinaga, Jefri Nichol, hingga Marcello Tahitoe alias Ello karena penyalahgunaan narkotika.
Sejumlah aksi ini dia lakukan ketika melakukan penyamaran saat menjadi anggota Reserse di Bidang Narkotika.
“Tidak ada terlintas di benak saya untuk rasa takut. Tetapi setelah membongkar kasus-kasus besar, baru saya merasakan bahwa nyawa saya di ujung tanduk,” ungkap Vivick ketika memberikan sambutan usai perayaan Misa di Gereja Paroki Santo Petrus dan Paulus Lamalera.
Berada di atas peledang membuatnya sadar, bahwa ia bisa menjadi lebih kuat seperti para leluhurnya yang tak gentar menantang ombak laut selatan. Hatinya mampu merasakan kematangan emosi nelayan Lamalera di tengah samudra.
Dia mengaku belajar dari peristiwa ini untuk menyelesaikan semua carut-marut persoalan hukum di Lembata. Kabupaten Pulau ini memberi sejumlah pekerjaan rumah bagi Vivick yang harus diselesaikan selama ia diberi mandat sebagai Kapolres.
Sebut saja kelangkaan BBM, pengeboman ikan yang masih marak, Kamtibmas, dugaan korupsi dan sejumlah persoalan lainnya. Dengan tekad yang bulat, Vivick memulainya dengan melakukan gebrakan minggu pertama setelah tiba di Lembata pada 15 April 2023.
Dia menutup ruang gerak mafia BBM dan para pelangsir dengan mengurai antrian panjang kendaraan di SPBU Lamahora. Dia juga langsung mengawasi distribusi BBM dari Larantuka hingga ke bak pendam di tiga SPBU di Lembata. Patroli malam mulai gencar ia lakukan bersama personil Polres Lembata.
Gebrakan yang dia lakukan ini mendapat dukungan dan respon positif dari pemerintah daerah dan masyarakat Lembata. Sekian lama sejak otonomi daerah pada 1999 lalu, Lembata masih saja berkutat dengan masalah kelangkaan BBM yang tidak pernah ada kabar baik.
Kini, warga dapat mengisi BBM di SPBU Lamahora hingga sore hari. “Biasanya pagi jam 10 itu sudah BBM sudah habis,” ungkap seorang warga.
Pastor Paroki Santo Petrus dan Paulus Lamalera, Romo Arnoldus Guna Koten PR mengimbau semua umat di Lamalera menjadi orang pertama yang mendukung tugas Vivick di Lembata. Pastor yang akrab disapa Romo Noldy ini mengatakan, kunjungan ke Lamalera memberikan jeda kepada Vivick.
Jeda untuk memohon restu leluhur sembari merefleksikan makna kegigihan sang kakek dan kematangan emosi para lamafa di laut lepas.
“Kita berhenti sejenak pada tepian sudut hati, untuk kita refleksi, kita sharing. Supaya apa? Ketika saya (Vivick) tombak, saya tahu bahwa Lamalera adalah tempat dari mana saya berasal, di mana saya boleh menjadi juru tikam yang handal di Pulau Lembata,” kata Romo Noldy.
Rangkaian perjalanan Vivick ke Lamalera merupakan sebuah ziarah spiritual untuk kembali kampung leluhur sekaligus menyusuri jejak langkah sang kakek. Perjalanan spiritual ini juga memberinya kekuatan dan mamantapkan tekadnya dalam menegakan supremasi hukum di Tanah Lepan Batan. (AG)