Lewoleba – Jumlah penderita HIV/AIDS di Kabupaten Lembata terus meningkat. Data Dinas Kesehatan Kabupaten Lembata hingga Oktober 2022 menunjukan, jumlah pasien penderita HIV/AIDS di Kabupaten Lembata mencapai angka 514 kasus.
Selain jumlahnya yang sangat tinggi, tingkat penyebaran HIV/AIDS di Kabupaten Lembata juga tergolong sangat cepat. Terbukti selama bulan Oktober 2022, terdapat penambahan 29 kasus HIV/AIDS baru.
Pemerhati HIV/AIDS Kabupaten Lembata Nefri Eken mengatakan, sebagian besar penularan HIV/AIDS ini melalui perlilaku seks bebas kalangan remaja dan orangtua.
“Ini sangat tinggi. Tingkat penyebaran khusus kabupateen lembata itu melalui hubungan seks. Penyebarannya cukup cepat,” kata Nefri pada Selasa (22/10/2022) usai memberikan sosialisasi di Desa Balauring, Kecamatan Omesuri.
Nefri bahkan mengingatkan bahwa para remaja merupakan kelompok rentan yang sangat beresiko terhadap penyebaran virus yang mematikan ini.
“Perilaku seks beresiko itu di semua kalangan. Tetapi untuk di lembata sekarang itu di kalangan remaja-remaja, di mana mereka membentuk komunitas semacam multi level,” kata Ketua Persatuan Waria Lembata (Perwalet) ini.
“Jadi mereka mencari sasaran teman-teman remaja yang perilakunya belum beresiko dan mereka akan melakukan hal yang beresiko,” lanjutnya.
Untuk menekan tingkat penyebaran HIV/AIDS, Nefri menjelaskan, Dinas Kesehatan Kabupaten Lembata bekerjasama dengan Komisi Penanggulangan Aids Daerah (KPAD) Kabupaten Lembata, terus melakukan sosialisasi HIV/AIDS ke desa-desa, sekaligus melakukan tes darah.
“Kita bekerjasama dengan dinas kesehatan dan juga puskesmas-puskesmas terkait. Kita melakukan sosialisasi tentang HIV/AIDS lalu langsung dilakukan dengan tes darah,” ucapnya.
Terakhir dua desa yang mendapat kesempatan sosialisasi dan pemeriksaan darah yakni Desa Lama Au di Kecamatan Ile Ape Timur dan Desa Balauring di Kecamatan Omesuri. Di dua desa ini semua peserta sosialisasi dinyatakan negatif HIV/AIDS.
Tidak hanya itu, Nefri juga mengimbau para orangtua agar bisa mengontrol anak-anak khususnya kalangan remaja, agar terhindar dari pergaulan bebas dan potensi penyebaran virus HIV/AIDS.
Apalagi data pemetaan KPAD Kabupaten Lembata pada tahun 2019 menunjuka sebanyak 304 anak lokal di Lembata menjadi pekerja seks komersial (PSK).
“Sehingga untuk orangtua, pengawasan lebih intens, anaknya lebih diperhatikan. Dia tinggal di kos-kosan, bagaimana pengawasan orangtua berinteraksi dengan pemilik kos. Lalu ketika anaknya keluar bagaimana? Jam berapa, dengan siapa dan pulagnya jam berapa,” pungkasnya.