LEMBATA – Warga Desa Nubahaeraka di Kecamatan Atadei, Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur, menolak penetapan harga satuan tanah yang ditetapkan PT PLN Persero Unit Pelaksana Proyek (UPP) Nusra III untuk kepentingan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Atadei.
Penolakan ini dilakukan lantaran PT PLN Persero UPP Nusra III menetapkan harga per meter tanah di kisaran Rp 150 ribu sampai Rp 165 ribu per meter persegi. Pemilik lahan menilai harga ini jauh di bawah permintaan mereka yakni di kisaran Rp 2,5 juta hingga Rp 5 juta per meter persegi.
Penolakan ini dilakukan saat PT PLN Persero UPP Nusra III mengumumkan penetapan harga satuan tanah dalam diskusi yang digelar di kantor Desa Nubahaeraka pada Sabtu (02/11/2024).
Penetapan harga satuan tanah ini ditentukan oleh PT PLN Persero UPP Nusra III berdasarkan perhitungan oleh Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) yang ditunjuk PT PLN.
Paul Keraf salah seorang pemilik lahan mengatakan, pihak PT PLN mengabaikan pengajuan harga yang telah disampaikan oleh kelompok masyarakat yang tanahnya masuk dalam rencana pengembangan PLTP dengan kapasitas 2 x 5 megawatt ini.
“Kami selama ini begitu pro aktif untuk semua kegiatan yang dilakukan oleh PLN. Dan sampai segala keluh kesah kami, kami sampaikan. Semua pemilik lahan. Saya harus sampaikan bahwa hari ini bukan aji mumpung bagi kami, tapi kami harus memikirkan penghidupan kami besok lusa,” ujar Paul.
Ia mengatakan pihak PLN lupa bahwa salah satu aspek yang pernah mereka sampaikan di forum-forum sebelumnya tentang tanah di mana sebagai tempat mereka mencari nafkah untuk kehidupan sehari-hari, juga biaya pendidikan anak-anak mereka.
“Sehinga aspek-aspek yang menjadi kajian dalam menentukan harga ini juga kan harus mendengar kami masyarakat juga. Jangan kami harus mendengar dari atas. Itu namanya intimidasi. Dan itu saya pastikan saya lawan!” kata Paul memberikan penegasan.
Pada prinsipnya, Paul bersama seluruh masyarakat di Desa Nubahaeraka mendukung program strategis nasional transisi energi ke energi baru terbarukan ini.
“Tapi hari kami sangat kecewa dengan harga yang kami ajukan. Intinya kami dukung. Kami tidak sampai pasang spanduk (penolakan) kok! aman kami di sini. Kami sudah berpikir besar untuk bagaimana membangun Lewotana Lembata,” kata Paul.
Pemilik lahan lainnya, Kletus Waleng, mengatakan, dalam sejarah tidak pernah warga di wilayah adat ini bernani menjual tanah. Namun dengan pertimbangan mendukung pembangunan di Kabupaten Lembata, mereka rela menjual tanah yang menjadi warisan dari leluhur mereka.
“Lahan ini adalah warisan nenek moyang, sehingga dari dulu kami tidak ada niat untuk menjual. Kalau kami jual itu seperti halnya kami putus hubungan dengan nenek moyang. Sehingga paling tidak ganti rugi ini juga kami gunakan untuk mengenang mereka,” kata Kletus.
“Paling tidak misalkan kami beli lahan baru supaya ceritanya tetap nyambung. Terus PLN beli ini kan digunakan untuk bisnis. Pemberian harga untuk bisnis kan pasti berbesa dengan pembelian yang biasa. Lahan ini kan selama ini dipakai untuk bercocok tanam, bukan lahan tidur sehingga paling tidak ada perhitungan-perhitungan awal,” katanya.
PT PLN Persero UPP Nusra III membutuhkan lahan seluas 4,4 hektar untuk pembangunan PLTP Atadei. Total luas lahan ini dibagi menjadi dua yakni tapak pengeboran di wilayah kebun rakyat Desa Nubahaeraka seluas 1,9 hektar, dan di wilayah sekitar dapur alam Watuwawer Desa Atakore seluas 2,5 hektar.
Selain penolakan pembangunan PLTP Atadei karena alasan kerusakan lingkungan, hingga saat ini proses pembebasan lahan masih berjalan alot untuk wilayah dua desa ini.
Musyawarah penetapan harga satuan tanah in dipimpin langsung Camat Atadei, Marianus Demoor.
Dalam arahannya, Marianus mengimbau agar perbedaan pandangan soal harga tanah antara pemilik lahan dan pihak PT PLN Persero UPP Nusra III tidak menimbulkan polemik baru di masyarakat.
“Di ruang ini kita berdiskusi untuk menyamakan persepsi terkait harga satuan lahan. Sehingga sama-sama tidak dirugikan. Kita sama-sama berdiskusi mencari solusi dan kiranya kita bersepakat untuk menentukan harga satuannya seperti apa,” kata Marianus. (BN/001)