Lewoleba – Film Keru Baki karya sutradara asal Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur, Aldino Purwanto lolos dalam seleksi Kalimantan Indigenous International Film Festival (KIIFF) 2021.
Keru Baki merupakan satu dari 18 film yang lolos seleksi dari ratusan film dari berbagai daerah yang didaftarkan pada festival KIIFF kali ini.
Aldino Purwanto, sang sutradara film ini mengaku puas dengan lolosnya Keru Baki dalam ajang kompetisi internasional ini. Dengan lolosnya Keru Baki di KIIFF 2021, memungkinkan semakin banyak orang luar untuk menonton film pendek yang penuh dengan muatan kearifan lokal ini.
“Ya saya cukup puas karena pesan film ini dapat keluar daerah, dimana kearifan lokal dalam muatan film ini ada ditengah bencana banjir bandang dan erupsi gunung api (Ile Lewotolok) beberapa waktu lalu,” kata Aldino, Selasa (6/7/2021).
Film Keru Baki mengisahkan bagaimana sebuah ritual kearifan lokal masyarakat adat di kaki gunung Ile Lewotolok, Kabupaten Lembata, menjadi medium bagi manusia untuk kembali memperbaiki hubungan dengan alam dan Tuhan atau Lera Wulan Tana Ekan menurut keyakinan masyarakat adat Lamaholot.
Keru Baki memberikan pesan bernas bahwa orang Lembata atau masyarakat Lamaholot pada umumnya punya cara tersendiri untuk menjaga kelestarian alam.
“Dengan ini kita bisa belajar kembali tentang bagaimana kita bersahabat dengan alam melalui kearifan lokal. Dengan cara ini juga saya ingin menunjukan ke dunia luar bahwa Lembata juga punya cara tersendiri dalam menjaga dan merawat kelestarian alam,” ucap pria asal Lamalera ini.
Film ini tayang perdana di Lewoleba, Ibukota Kabupaten Lembata pada Selasa (30/3/2021) lalu di Cafe Omah Bu’e bertepatan dengan Hari Film Nasional ke-75.
Aldino mengatakan, sejak awal Keru Baki telah direncanakan untuk ikut dalam festival film di Indonesia. Dia akhirnya menemukan KIIFF 2021 yang mengusung tema, Earth Protector : Heal the Land, Heal the Feature pada akhir April 2021 lalu.
“Lewat internet saya cari tahu festival di Indonesia ternyata ada KIIFF yang khusus menyuarakan filmmaker lokal dengan mengusung tema budaya. Waktu itu ada dua di Bali dan Kalimatan. Tapi Bali tidak adakan waktu itu,” ungkapnya.
Menurut Aldino, kekuatan utama Keru Baki terletak pada karakter yang melekat pada sang aktor tunggal Jhoni Kayowuan, ritual adat, syair atau bahasa tutur dan lagu Leworo Piring Sina yang musik lokalnya diaransemen oleh Alfred Ike Wurin.
Lagu yang dinyanyikan dengan epik oleh Ririn Atu dan Tasya Roma ini menjadi sountrack film Keru Baki. (Red)