Maumere – Mikael Ariyanto, warga Desa Baomekot, Kecamatan Hewokloang, Kabupaten Sikka, NTT, dihukum memegang besi panas untuk membuktikan dirinya bersalah atau tidak pada Sabtu (14/11/2020).
Peristiwa itu disaksikan oleh seluruh warga setempat.
Mikael Ariyanto menceritakan bahwa kejadian itu berawal saat dirinya dilaporkan oleh perempuan berinisial MYT (34) dengan tuduhan telah melakukan hubungan badan dengan yang bersangkutan pada tanggal 12 Agustus 2020.
Meski sempat bermusyawarah untuk mengatasi kejadian ini, namun ternyata tidak ada titik temu antara kedua pihak, hingga akhirnya hukum adat pun berlaku dan menjadi satu-satunya jalan penyelesaian masalah ini.
“Saya sudah menjalani hukum adat ini kurang lebih seminggu,” kata Mikael.
“Jadi pas ritual sumpah adat, tua-tua adat di atas mengatakan kalau orang yang benar ketika memegang besi panas maka tidak akan terbakar tangannya,” jelasnya.
Namun yang terjadi ketika ia memegang besi tersebut tangannya malah menjadi melepuh karena terbakar. Karena hal ini tua-tua adat yang ada daerah setempat menyebutnya telah melakukan perbuatan yang mereka tuduhkan.
Menurut keterangan Mikael, kejadian hukum adat memegang besi panas ini sebelumnya belum pernah terjadi dan Ia menjadi orang pertama yang mengalaminya. Ia menambahkan, hukum tersebut bisa saja tidak diberlakukan, persoalan ini diserahkan ke pihak kepolisian apabila pihak pemerintah desa tidak bisa mengatasi masalah yang sedang terjadi.
Tidak hanya memegang besi panas yang menjadi cara untuk membuktikan suatu perbuatan itu salah atau benar. Ternyata terdapat sanksi adat lain yang diterapkan di Desa Sikka, NTT yaitu wajib membayar denda berupa uang atau kuda.
Kesepakatan mengenai sanksi adat tersebut biasanya dituliskan dalam surat keputusan. Sejauh ini Mikael juga belum mengetahui perihal jumlah sanksi adat yang diterima. “Belum dituliskan dalam surat karena pada waktu kejadian saya langsung pulang karena saya tak terima diperlakukan seperti ini dan saya langsung lari ke polsek,” ujarnya.
Mikael pun menambahkan, sebelum melakukan hukum pegang besi panas, terdapat surat persetujuan yang harus ditandatangani. “Jika saya tidak tandatangan, mereka bilang saya telah berbuat dan takut. Jadi mau tidak mau saya harus menandatangani surat persetujuan tersebut”, ungkap Mikael.
Mikael berencana akan menuntut balik sejumlah orang dan telah melaporkannya ke pihak kepolisian di Polres Sikka.
Sementara itu, Ketua Lembaga Adat Puter Mudeng Doto Molo Desa Baomekot, Kecamatan Hewokloang, Kabupaten Sikka, Viktor Solot yang ditemui media ini Rabu (18/11/2020) pagi mengatakan ritual adat memegang besi panas terhadap Mikael Aryanto yang terjadi di halaman Kantor Desa Baomekot pada Sabtu (7/11/2020) siang, tidak sesuai prosedur adat.
Dikatakan Viktor jika akan membuat sumpah adat Nerang Rebu Gahu (pegang besi panas) seharusnya ada berbagai tahapan adat yang mesti dilaksanakan. Tahapannya yakni, diawali dengan upacara adat yang mana tetua adat menyampaikan bahasa adat.
Kemudian diikuti dengan membakar kayu api. Ketika akan membakar besi diawali dengan ritual adat. Besi yang digunakan untuk ditempel seharusnya besi plat bukan besi berbentuk bulat.
Hal ini sesuai kesepakatan adat yang diwarisi nenek moyang. Jika besi telah dipanaskan dan besi hendak diberikan kepada terlapor, harus didahului dengan ritual adat.
Demikian pun saat besi akan ditaruh pada lembaran daun (bahasa Sikka disebut daun huler), harus didahului dengan penyampaian mantra adat.
Saat besi telah ditaruh di tangan maka tertuduh diminta untuk berjalan sejauh 5-7 depa dengan membawa besi panas yang dilapisi daun huler. Kemudian tertuduh kembali ke titik semua.
Setelah itu, barulah pihak pelapor melakukan hal yang sama seperti terlapor, yakni memegang besi panas dengan alur dan tahapan adat yang sama pula. Menurut Viktor, jika hanya laki-laki sebagai tertuduh yang memegang besi panas, hal itu sama sekali jauh dari ketentuan adat.
Mestinya, baik tertuduh maupun pelapor melakukan hal yang sama yakni disumpah memegang besi panas.
Lanjut Viktor, dirinya tidak menghadiri pelaksanaan ritual adat pada Sabtu (7/11) siang di Kantor Desa Baomeketot, karena ia tidak menyetujui pelaksaan ritual adat tersebut.
Ritual itu dinilainya tanpa dasar hukum seperti yang tertuang dalam rancangan Peraturan Desa tentang adat.
Selain itu, menurut Viktor Solot pemuka adat yang telah dipilih oleh masyarakat desa Baomekot, sampai saat ini belum dikukuhkan secara adat dan kelembagaan desa. Menurutnya, saat pelaksaan ritual adat kepada tertuduh untuk memegang besi panas, hanya dihadiri 5 orang pemuka adat dari 10 orang yang telah dipilih.
Ia juga mempertanyakan sejumlah nama yang ikut menandatangani berita acara pelaksanaan adat, seakan-akan mereka merupakan tokoh adat.
“Kami ada 10 orang pemuka adat. Sampai hari ini kami belum dikukuhkan sehingga kami belum bisa mengambil keputusan secara adat. Dengan begitu keputusan yang diambil terhadap Aryanto adalah keputusan yang tidak tepat sasaran,” ungkap Viktor.