Kupang – Tim penyidik Polda NTT saat ini tengah berupaya untuk terus melakukan pemenuhan berkas perkara tiga tersangka kasus dugaan korupsi mega proyek jeti apung dan kolam renang di Pulau Siput Awololong, Kabupaten Lembata.
Tiga tersangka tersebut yakni, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Silvester Samun, Kuasa Direktur PT Bahana Krida Nusantara sebagai Kontraktor Pelaksana, Abraham Yehezkibel Tsazaro L, dan Konsultan Perencana sekaligus Konsultan Pengawas, Middo Arianto Boru.
Dalam Surat Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) keenam yang diterima Koordinator Umum Amppera Kupang, Emanuel Boli pada Senin (7/6), Ditreskrimsus Polda NTT menjelaskan bahwa berkas perkara ketiga tersangka tersebut telah dilimpahkan ke JPU Kejaksaan Tinggi NTT.
Pada Kamis, 27 Mei 2021 berkas ketiga tersangka ini dikembalikan ke Penyidik Polda NTT (P-19).
Proyek tahun anggaran 2018-2019 ini menelan anggaran Rp. 6.892.900.000, namun dalam perjalanan, progres fisik pekerjaan proyek tersebut masih 0 persen, sementara realisasi anggaran sudah 85 persen dari total anggaran Rp. 6.892.900.000.
Akibat perbuatan para tersangka, negara mengalami kerugian sebesar Rp.1.446.891.718, 27 berdasarkan laporan hasil audit perhitungan kerugian negara.
Mereka dijerat pasal 2 ayat 1 subsider pasal 3 UU Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan UU Nomor 31 tahun 1999, tentang pemberantasan tindakan pidana korupsi Jo pasal 55 ayat 1 KUH Pidana dengan ancaman paling singkat empat tahun penjara dan paling lama dua puluh tahun penjara.
Sementara itu, dalam keterangan pers Amppera Kupang yang diterima BentaraNet, Emanuel Boli mengungkapkan bahwa Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Lembata, Apolonaris Mayan kembali diperiksa Polisi.
Emanuel mengaku melihat nama Apol Mayan tertera dalam buku agenda Subdit 3 Tipidkor saat menandatangi tanda terima SP2HP keenam.
Pria yang akrab disapa Soman Labaona itu menjelaskan, Apol Mayan selaku kuasa pengguna angggaran dalam proyek wisata jeti apung dan kolam renang di Pulau Siput Awololong, Kabupaten Lembata yang menandatangani kwitansi pembayaran kepada pihak ketiga.
“Ia (Apol), Pejabat Pengendali Teknis Kegiatan (PPTK) Veri Irawan Paokuma, A.Md dan Kuasa Direktur PT Bahana Krida Nusantara, Abraham Yehezkibel Tsazaro L, SE yang menandatangani kwitansi pembayaran termin kedua senilai Rp. 3.860.024.000,” kata Soman.
Desak Polda NTT Periksa Bupati Lembata
Sebelumnya diberitakan, aktivis Aliansi Mahasiswa Pemuda Peduli Rakyat Lembata (Amppera – Kupang) melakukan aksi mimbar bebas di depan Polda NTT pada Jumad (21/5) lalu. Aksi tersebut bertepatan dengan Hari Reformasi ke- 23.
Mereka mendesak Polda NTT agar segera memanggil dan memeriksa Bupati Lembata, Eliaser Yenjti Sunur terkait kasus dugaan korupsi proyek wisata Awololong Lembata yang merugikan keuangan negara Rp 1,4 miliar.
“Proyek wisata Awololong awalnya tidak muncul dalam APBD induk TA 2018, tetapi muncul dalam Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 41 tahun 2018 tentang Perubahan Perbup No. 52 tahun 2017 tentang Penjabaran APBD tahun 2018,” kata Emanuel.
“Jika bukan Bupati Lembata Yance Sunur lalu siapa aktor penggagasnya? Dengan menarik masuk unsur penyertaan (Pasal 55 KUHP) maka pelaku tindak pidana harus lengkap untuk mengetahui siapa pelaku utama dan siapa pelaku turut serta sesuai peran masing-masing,” tegasnya.
Sementara itu, praktisi hukum Mathias J Ladopurap juga menjelaskan perihal peran serta Bupati Sunur dalam kasus korupsi Awololong. Ia mengatakan, kata kuncinya adalah bahwa anggaran terkait pembangunan Awololong tidak masuk dalam APBD induk namun nongol di Perbup 41.
Sehingga dia menganggap proyek tersebut adalah proyek ilegal.
“Bupati Sunur harusnya diperiksa Polda NTT terkait perannya yang nota bene bukan saja sebagai pelaku penyertaan sebagai diatur dalam pasal 55. Namun justru Bupati Yance adalah aktor utama dalam proyek ini,” jelas Kuasa Hukum Sparta Indonesia itu. (Red)