Lewoleba – Aktivis Gerakan Rakyat Anti Kosupsi (Gertak), Kanis Soge menilai penjelasan Kepala Inspektorat Daerah Kabupaten Flores Timur, Anton Lebi Raya soal lambatnya proses audit kerugian negara atas dugaan korupsi proyek air Ile Boleng sangat konyol dan tidak berdasar.
“Ini sangat konyol kalau alasannya kekurangan personil. Proyek ini kan sudah berulang tahun, bukan baru kemarin, kan ada skala prioritas,” kata Kanis kepada BentaraNet di Lewoleba, Sabtu (19/12/2020).
Menurut Kanis, alasan lambatnya proses audit kerugian negara proyek air Ile Boleng dan penyerahan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) oleh inspektorat ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Larantuka menunjukan tidak adanya semangat dari Inspektorat Daerah Kabupaten Flores Timur untuk memerangi korupsi.
Proyek air Ile Boleng yang mangkrak sampai saat ini bernilai Rp 8.865.798.000 yang bersumber dari APBD Flores Timur tahun 2018 dengan tiga kali adendum. Proyek ini dikerjakan oleh kontraktor PT Global Nusa Alam namun mangkrak hingga kini.
“Itu nilainya delapan miliar lebih harus jadi prioritas untuk lebih dahulu dilakukan audit. Itu skala prioritasnya, jadi alasan personil itu tidak masuk di akal. Memangnya inspektorat itu dari dulu personilnya 2.000 orang yah? Personilnya ada kok!” tandas Kanis.
Kanis mengatakan, jika Inspektorat Daerah Kabupaten Flores Timur tidak segera menyerahkan LHP ke Kejari Larantuka, maka Gertak tidak segan-segan akan melakukan aksi besar-besaran.
“Gertak bersama kekuatan rakyat akan melakukan aksi kalau inspektorat tidak menyerahkan LHP,” kata Kanis.
Dia juga memberikan sinyal, Gertak akan menyerahkan bukti tambahan dugaan korupsi proyek air Ile Boleng ke Kejari Larantuka setelah pihak Inspektorat Daerah Kabupaten Flores Timur menyerahkan LHP audit proyek air Ile Boleng.
“Yang menyampaikan kerugian atau tidak itu kan ada di inspektorat dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Jadi jangan lupa bahwa masyarakat menaruh harapan penuh kepada inspektorat untuk segera menyerahkan LHP,” kata Kanis.
Sebelumnya, Kepala Inspektorat Kabupaten Flores Timur, Anton Lebi Raya mengatakan, ada sejumlah kendala yang dihadapi tim auditor sehingga LHP belum bisa diserahkan ke Kejari Larantuka.
“Secara faktual, jumlah objek yang kita periksa tidak sebanding dengan jumlah auditor kita. Jadi untuk melaksanakan perhitungan ini, dibutuhkan kecermatan, butuh kehati-hatian, mendudukan peran dari setiap orang dengan tanggungjawab yang berimplikasi pada hasil perhitungan,” kata Anton kepada wartawan di ruang Sekretaris Daerah (Sekda) Flotim, Larantuka.
Dikatakan Anton, Inspektorat Daerah Kabupaten Flores Timur juga punya keinginan seperti apa yang disampaikan publik bahwa proses audit yang dilakukan harus bisa berjalan secepata mungkin.
Namun, untuk mengasilkan LHP itu butuh proses karena pembebanan tugas dan tanggungjawab.
“532 objek yang kita periksa, dengan kekuatan personil kita hanya 23 untuk Kabupaten Flores Timur. Sedangkan secara normal, minimal kita butuh 80 auditor. Artinya kita semua berkeinginan segala sesuatu cepat,” kata Anton.
“Itu bagian dari proses tetapi ujung dari LHP kita yaitu pembebanan tanggungjawab dan itu tidak gampang. Disinilah proses perhitungan itu tidak secepat kilat karena butuh kecermatan, butuh kehati-hatian, butuh ketelitian,” pungkasnya. (Red)