Lewoleba – Pemerintah Kabupaten Lembata dalam hal ini Pemerintah Kecamatan Ile Ape menghentikan sementara pembangunan hunian sementara (huntara) oleh para relawan bagi korban bencana banjir dan longsor yang berada di wilayah Parekwalang, Kecamatan Ile Ape.
Hal ini termuat dalam surat panggilan pertemuan kepada para relawan di Kantor Camat Ile Ape tertanggal, 24 Mei 2021. Surat tersebut menyebutkan berdasarkan pertemuan tanggal 22 Mei 2021 di Kantor Camat Ile Ape tentang pemberhentian sementara pembangunan huntara khusus di wilayah Parekwalang, namun aktivitas pembangunan masih dilakukan.
Atas dasar itu, relawan diminta menghadap Camat Ile Ape pada Rabu, 26 Mei 2021 besok. Surat ditujukan kepada pengurus Pekka (Perempuan Kepala Keluarga), Pengurus Taman Daun dan sejumlah kepala desa wilayah terdampak bencana alam.
Menanggapi surat ini, Koordinator Relawan Taman Daun, John Batafor merasa heran dengan isi surat tersebut. Pertama, dia mempersoalkan surat yang dikirim hanya melalui pesan WhatsApp tanpa ada lembaran surat fisik kepada Relawan Taman Daun. Hal ini, katanya, bertolak belakang dengan klaim Lembata sebagai kabupaten literasi.
Kedua, dia juga mempersoalkan isi surat bagian perihal ‘panggilan’. “Seolah-olah kita melakukan sesuatu lalu dipanggil. Ini panggil kita macam tersangka atau apa. Sementara kita tidak tahu ada pertemuan tanggal 22 Mei itu,” kata John saat dihubungi, Selasa (25/5).
Ketiga, pihaknya sama sekali tidak mengetahui tentang pertemuan pemberhentian pembangunan huntara oleh relawan sebagaimana yang tertulis dalam surat yang ditandatangani oleh Camat Ile Ape tersebut.
“Kita Taman Daun tidak pernah mengetahui tentang pertemuan tanggal 22 Mei tersebut. Jadi kita juga tidak tahu alasan kenapa pemberhentian pembangunan tersebut, kecuali pada tanggal tersebut kita juga diajak pertemuan,” ujar John.
“Lalu, mereka minta kita menghadap camat besok. Lha, ini kan konyol. Panggil kita sebagai apa. Karena ini surat ngawur jadi jangan dibodoh-bodohi,” tegasnya kesal.
Pihaknya pun secara tegas menolak menghadiri pertemuan di Kantor Camat Ile Ape besok. “Jadi kalau bicara kabupaten literasi itu tulis yang benar. Kita tidak sedang mempersoalkan alasan pemberhentian pembangunan,” tambah John.
Lebih jauh, dia menandaskan, selama ini Relawan Taman Daun mendirikan hunian sementara di kebun dan pondok milik warga korban bencana banjir dan longsor.
“Maka, dari hal itu, saya atas nama teman-teman akan tetap melanjutkan pembangunan huntara. Kita tidak punya waktu meladeni hal-hal yang malah memperlambat proses percepatan kesejahteraan rakyat,” tandas John.
Di saat bersamaan, pada Selasa (24/5) mala, Yohanes Kewasa, penyintas dari desa Amakaka berkunjung ke Taman Daun untuk meminta didirikan rumah hunian sementara. Yohanes juga merasa heran dengan langkah pemerintah memberhentikan pembangunan hunian sementara oleh relawan Taman Daun.
“Saya ini korban nyawa ada empat orang, harta benda semua tidak ada. Jadi saya minta Taman Daun untuk bisa bantu saya,” ujarnya.
“Kalau mereka larang jangan bangun kira kira saya ini bagaimana, saya tinggal di mana,” pungkas Yohanes.
Hal yang sama juga dilakukan oleh Maria Gunu, warga desa Amakaka yang mendatangi markas Taman Daun pada Senin (17/5) lalu. Bersama tiga orang anaknya, Maria kebingungan untuk tinggal dimana saat dipulangkan dari Posko Pengungsian Kantor Camat Ile Ape. Maria memilih untuk meminta pertolongan Taman Daun mendirikan rumah hunian sementara baginya di kebun.
Dihubungi terpisah, Selasa malam, Camat Ile Ape Simon Langoday menerangkan bahwa masih ada hal yang harus dibicarakan dengan pemilik ulayat Keluarga Lewoulun soal pembangunan hunian sementara oleh para relawan.
Para pemilik ulayat pun menyampaikan keberatan ini kepada Camat Ile Ape sebagai kepala wilayah.
“Mereka menyampaikan bahwa kita duduk omong dulu. Karena tanah itu hak ulayatnya orang Lewoulun. Jadi etikanya harus pergi sampaikan dulu,” ujar Simon mengulangi apa yang disampaikan oleh pemilik ulayat kepadanya.
Pertemuan yang akan diadakan Rabu besok menurutnya memang diinisiasi oleh pemerintah Kecamatan Ile Ape. Pasalnya, pihak pemilik ulayat sudah mengeluhkan kepada pemerintah kecamatan bahwa pembangunan hunian sementara semakin marak dilakukan di sana.
“Jangan sampai terjadi apa-apa, jadi kita mendahului, jangan sampai kalau belum kasitahu kita dipersalahkan lagi,” tambah Camat Simon Langoday.
Menurutnya, pertemuan yang dilakukan pada tanggal 22 Mei 2021 memang baru melibatkan para kepala desa dari lokasi terdampak.
Katanya, jangan sampai setelah hunian sementara dibangun lalu muncul persoalan karena masalah tanah ulayat. Pemerintah kecamatan ingin mengantisipasi hal ini.
“Karena tanah (tempat huntara dibangun) itu sensitif sekali,” ungkapnya.
Pertemuan ini, tambah dia, merupakan niat baik dari pemerintah kecamatan untuk mengantisipasi potensi-potensi permasalahan yang bisa terjadi di kemudian hari.
“Kalau bisa kita diskusikan dengan pemilik ulayat, pemerintah desa dan teman-teman relawan,” tandasnya.
“Saya sudah bilang tanah Parekwalang itu sangat sensitif. Masuk di situ sampaikan dulu. Kalau orang Lewoulun di sana itu lihat ada yang baru di sana. ‘Lho, kok tidak disampaikan’. Jadi rapat besok itu terpaksa kita panggil dengan teman-teman relawan untuk duduk bersama. Kita diskusikan secepatnya sebelum terjadi hal yang tidak kita inginkan,” papar Simon Langoday. (Red)
Tujuan pertemuan itu adalah suatu niat baik pemerintah kecamatan untuk hal yg baik. Surat panggilan melalui pesan WA juga tdk salah karena sifatnya SEGERA utk disikapi bersama.
Yang menjadi soal utk kru Taman Daun yg tengah berkontribusi adalah perhal suratnya “panggilan” seolah telah melakukan suatu kesalahan dan sejenisnya. Usul SJ, hadiri dulu.