Kupang – Tanggal 18 Oktober 2020 genap satu tahun pengaduan kasus dugaan korupsi dalam proyek destinasi wisata (Jembatan titian, kolam apung, restoran apung, pusat kuliner, dan fasilitas lainnya) di pulau siput Awololong, Kabupaten Lembata, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).
Koordinator Umum Amppera Kupang, Emanuel Boli dalam rilis surat terbuka yang diterima BentaraNet, Minggu (18/10/2020) mengatakan, pengaduan ini disampaikan ke Kapolda NTT saat itu Irjen Pol. Drs. Hamidin, S.I.K. pada 18 Oktober 2019.
Namun Emanuel menyayangkan hingga saat ini pihak Polda NTT belum menetapkan tersangka kasus ini. Padahal menurutnya, Polda NTT dalam hal ini Ditreskrimsus telah melakukan 12 langkah hukum yakni :
- Membuat dan menerbitkan Surat Perintah Tugas
- Melakukan interogasi 13 (tiga belas) orang
- Melakukan pengumpulan dokumen terdiri atas:
- Dokumen surat keputusan
- Dokumen sumber keuangan
- Dokumen pekerjaan perencanaan teknis pembangunan Jeti Awololong berserta fasilitas lainnya
- Dokumen pelaksanaan
- Dokumen pengawasan
- Dokumen pembayaran.
- Melakukan interogasi 13 (tiga belas orang)
- Audit keteknikan bersama Tim Politeknik Negeri Kupang
- Melakukan pemeriksaan saksi ahli keteknikan Politeknik Negeri Kupang
- Gelar perkara hasil penyelidikan (16 Mei 2020 di Mabes Polri sekira jam 10.00 WIB s/d 20.00 WIB) naik ke tahap penyidikan
- Melakukan pembuatan mindik penyidikan
- Pemeriksaan saksi-saksi secara pro justicia (sebanyak 31 Saksi di Lembata, 11 Agustus sampai 22 Agustus 2020) serta penyitaan barang bukti (2 box)
- Melakukan permintaan penetapan penyitaan barang bukti ke pengadilan Tipidkor Kupang.
- Melakukan pemeriksaan ahli LKPP
- Melakukan pemeriksaan pabrikasi proyek Awololong di Bandung dan Surabaya (baru selesai berberapa hari yang lalu).
“Keduabelas langkah hukum tersebut merupakan progress penanganan kasus Awololong yang sudah dilakukan berdasarkan koordinasi dari Amppera ke Penyidik Tipidkor Polda NTT,” kata pria yang akrab disapa Soman Labaona ini.
Proyek Awololong yang menghabiskan keuangan negara sekitar Rp 5.542.580.890.- (lima milyar lima ratus empat puluh dua juta delapan ratus Sembilan puluh) atau sekitar 85% tapi realisasi fisik proyeknya 0 % terus mendapat perhatian luas publik Lembata, NTT, dan Indonesia umumnya.
Diketahui, perkara tersebut telah dinaikan status dari penyelidikan ke penyidikan sejak tanggal 20 Mei 2020 oleh penyidik Polda NTT.
Bahwasannya tindak pidana korupsi merupakan delik materil (sebelumnya delik formil) sesuai putusan MK: 25/PUU-XIV/2016 sehingga, harus ada bukti kerugian secara pasti dan nyata.
Oleh karena itu, selain permintaan audit PKKN ke BPKP perwakilan NTT yang saat ini sedang berlangsung, Soman mendesak juga medesak pihak Polda NTT untuk melakukan langkah-langkah hukum selanjutnya agar secepatnya menetapkan tersangka.
Langkah-langkah hukum tersebut di antaranya pemeriksaan ahli PKKN dari BPKP perwakilan NTT, gelar perkara penetapan tersangka, pemeriksaan tersangka dan penyusunan berkas perkara.
“Penyidik dan auditor berkali-kali didesak oleh semua elemen untuk melakukan kerja-kerja extraordinary secara profesional tanpa intervensi dari pihak manapun juga,” ungkapnya.
Hal ini dikatakan Soman sebab, hasil audit besaran kerugian uang negara dari BPKP Perwakilan NTT (alat bukti primer) sangat menentukan untuk Penyidik Tipidkor Polda NTT menetapkan tersangka kasus korupsi Awololong.
Semua elemen antikorupsi seperti organisasi mahasiswa, NGO, LSM, KPK, POLRI, Ombudsman, Kejagung, Kompolnas juga diminta untuk terus melakukan monitoring terhadap kerja-kerja penyidik dan auditor BPKP NTT.
“Semoga Tuhan terus menyinari cahaya kebenaran terhadap para penegak hukum terkhususnya Penyidik Tipidkor Polda NTT agar kasus ini mendapatkan kepastian hukum dan keadilan yang seadil-adilnya,” pungkasnya. (*/red)