LEMBATA – Lembata memiliki potensi pariwisata yang menarik perhatian dunia. Beberapa di antaranya adalah kampung adat Lamalera, pendakian gunung api Ile Lewotolok, Gunung api Batutara, Pulau Siput Awololong, whale watching dan masih banyak lagi.
Potensi wisata ini juga menarik perhatian para pelaku pariwisata mulai dari tour and travel, hotel, kuliner dan tour guide termasuk pebisnis asing. Bisnis pariwisata ini cukup menjanjikan jika melihat ekslusivitas destinasi-destinasi wisata Lembata.
Sayangnya, aktivitas bisnis pariwisata ini belum bisa memberikan dampak langsung pada pertumbuhan ekonomi Lembata terutama bagi pengusaha UMKM dan masyarakat lokal. Bahkan disinyalir beberapa aktivitas bisnis oleh pelaku pariwista asing terkesan luput dari perhatian pemerintah.
Tokoh muda Lembata, John Batafor, kepada BentaraNet, Jumat, 21 Juni 2024, mengatakan, pemerintah perlu menerbitkan regulasi yang memungkinkan ada proses pengawasan aktivitas bisnis pariwisata Lembata dan memastikan dampaknya untuk pertumbuhan ekonomi rakyat.
Jika tidak, Lembata akan menyesal kemudian, dimana banyak terjadi privatisasi area publik dan pengusaan lahan pemilik modal bahkan warga negara asing. “Karena dominasi bisnis itu akan dimulai dari sini, dan masyarakat kecil kita dapat kuah kosong,” ujar John.
Apa yang disampaikan John ini tentu punya alasan. Beberapa oknum pelaku wisata asing yang berdomisili di Bali, disinyalir menjual objek wisata Lembata di instagram dan menyediakan paket wisata eksklusif kepada wisatawan yang dipastikan tidak berdampak pada ekonomi rakyat.
“Contohnya, mereka menyediakan tenda-tenda untuk camping di pantai atau whale watching dengan kapal mereka. Ini bagaimana dengan UMKM kita yang menyediakan tenda camping portable dan pemilik perahu di pesisir?” tandas anggota DPRD Lembata terpilih periode 2024-2029 ini.
Padahal omset bisnis pariwisata seperti ini menurutnya bernilai puluhan juta rupiah. “Destinasi wisata kita ini kelas premium. Kita saja yang tidak sadar. Ada potensi mereka mau beli tanah di pesisir selatan, itu untuk lahan-lahan bisnis ekslusif seperti whale watching,” ungkapnya.
Jika Pemda Lembata tidak menerbitkan regulasi terkait pengawasan bisnis pariwisata, Lanjut John, pariwisata Lembata ke depan tidak terkontrol, didominasi pemilik modal dan tidak berdampak bagi ekonomi rakyat.
Padahal menurutnya bisnis wisata Lembata sangat bonafit, jika bicara soal pariwisata kerakyatan. Hal ini memungkinkan setiap orang yang berkunjung mendapat pengalaman baru atau new experience lewat wisata budaya dan destinasi keindahan alam Lembata.
“Kita tidak akan dapat dampak ekonomi kalau Pemda tidak mampu buat regulasi. Tidak ada culture exchange karena wisatanya dibuat ekslusif. Kasihan masyarakat kita tidak dapat apa-apa dari aktivitas bisnis di tanah mereka sendiri,” pungkas John. (BN/001)