Solor Barat – Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) Vicktor Bungtilu Laiskodat bersama rombongan mengunjungi Kabupaten Flores Timur. Di Kabupaten Flores Timur, tepatnya di Pulau Solor, Gubernur NTT mengunjungi beberapa tempat.
Salah satunya ialah mengunjungi lahan yang akan dipersiapkan sebagai perkebunan Kelor (moringga oleifera) di padang Kereketukan, Kecamatan Solor Barat, Selasa (28/7/2020).
Pada lokasi ini akan ditanam kelor dengan luas area lahan diperkirakan mencapai 13 hektar ini. Gubernur Laiskodat, mengatakan, dengan adanya pandemi Covid-19, dunia saat ini membutuhkan kelor sebagai asupan protein.
“Banyak negara membutuhkan protein yang tinggi. Sementara itu, kelor sebagai salah satu, bahkan satu- satunya pohon disebut pohon ajaib,” katanya.
Dikatakan Gubernur Laiskodat, Pulau Solor sebagai tempat endemik Kelor. Dengan adanya tanaman kelor, NTT dapat menyelesaikan asupan nutrisi bagi kesehatan. “Kita bersyukur bahwa, NTT dengan adanya kelor ini, kita mampu menyelesaikan stunting kita dan gizi buruk kita,” jelasnya.
Gubernur Vicktor melanjutkan, Pemerintah Flores Timur ( Pemda Flotim) saat sekarang bersama masyarakat telah bekerja sama membudiayakan kelor. Walapun demikian, persoalan berupa ketersediaan pengairan perlu diselesaiakan.
“Mungkin tantangan dari pembudidayan kelor ini yaitu air. Saya pikir Pak Bupati akan membantu penanaman kelor di sini berjalan dengan baik agar menjadi kelor yang organik. Sehingga kebutuhan pasar dunia yang begitu tinggi dapat kita penuhi,” ungkapnya.
Sementara itu di lokasi lahan perkebunan, Ketua Kelompok tani, Feliks Soba Lewar, yang mengerjakan lahan perkebunan kelor tersebut mengatakan, dengan kehadiran Gubernur NTT, sudah menjadi titik terang bahwa apa yang mereka kerjakan tidak sia-sia.
“Kami berterimakasih kepada Gubernur NTT karena sudah hadir bersama kami di Pulau Solor yang sekering seperti ini. Harapan kami bahwa dengan dikembangkan marungge ini, Solor punya identitas tersendiri,” katanya.
Feliks Menambahkan, bahwa saat ini luas lahan yang akan mereka kerjakan seluruhnya untuk perkebunan kelor seluas 13 hektar dengan sistem kerja padat karya atau upah harian.
“Kami yang bekerja di sini berasal dari Desa Lewonama 30 orang dan Desa Pamakayo 30 orang dengan upah harian sebesar Rp 60.000,” ungkapnya.