LEMBATA – Rapat dengar pendapat antara Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) dan Forum Parlemen Jalanan Lomblen (Formalen) pada Senin (08/09/2025) mendadak ricuh setelah anggota DPRD Lembata John S J Batafor tiba-tiba berteriak dan menghardik Wakil Ketua DPRD Lembata, Fransiskus Xaverius Namang atau Ciku Namang yang duduk di meja pimpinan.
Rapat audiensi ini dilaksanakan di ruangan Komisi II DPRD Kabupaten Lembata setelah aksi unjuk rasa yang dilakukan Formalen menuntut agar tunjangan perumahan dan transportasi anggota DPRD Kabupaten Lembata diturunkan ke angka yang lebih wajar.
“Tidak bisa ini orang ini! Saya dari tadi diam-diam dia pancing saya terus. Mulut ke bagaimana kau!” teriak John yang menilai Ciku terus melakukan provokasi dan menyinggungnya selama rapat berlangsung.
Salah seorang orator Formalen Choky Ratulela dalam rapat tersebut mengapresiasi John Batafor yang telah menyuarakan agar tunjangan perumahan dan transportasi anggota DPRD Lembata diturunkan.
Menurut Bedos Making, salah satu wartawan yang menyaksikan kejadian ini, mengatakan, keributan ini dipicu saat Ciku bersama anggota DPRD yang lain menertawai Jhon, saat Choky mengapreasiasi Jhon yang selama ini berjuang menurunkan tunjangan anggota DPRD Lembata.
“Bahkan pak Ciku sampai menunjuk dan mengatakan (John), “jadi kau dalang semua ini (aksi unjuk rasa),” ujar Bedos. Mendapat perlakuan seperti ini John tersinggung dan langsung menghardik Ciku.
Pantauan media ini, saat Choky menyampaikan tidak ingin John Batafor berjuang sendirian, banyak anggota DPRD Lembata di dalam ruangan ini mendadak bersorak.
Suasana rapat menjadi tidak terkendali saat amarah John semakin membuncah dan diusir keluar oleh Ketua DPRD Lembata Safrudin Sira. Beberapa aparat keamanan berupaya melerai kericuhan antar anggota DPRD Lembata ini.
Salah satu orator dari Formalen, Broin Tolok mengaku merasa aneh saat nama John Batafor disebut oleh Choky, malah sebagian besar anggota DRPD Lembata bersorak riuh.
Sorakan para anggota DPRD Lembata saat rapat dengar pendapat ini dinilai sebagai wajah buruk lembaga yang harusnya lebih terhormat dalam merespon setiap aspirasi masyarakat.
“Ini ruang bukan tempat untuk ejek-ejekan. Sumbernya dari mana sampe ribut begini? Coba lihat baik-baik, masa hanya sebut nama John Batafor kok pada merengek-merengek kaya anak kecil,” ujar Broin.
“Ada apa semua ini. Ada apa semua ini, cuma disebut nama John Batafor semua pada merengek-rengek kaya anak kecil. Tidak boleh begitu, ini wibawa forum di mana ini? Kalian sambar kaya anak kecil,” ujar Broin.
Sementara itu Ciku Namang dalam pernyataanya yang dilansir Suluh Nusa enggan berkomentar terkait hal ini. “Saya tadi tidak lihat masyarakat dari Dapil IV daerah yang saya wakili. Jadi saya menikmati saja dialog tadi,” ujarnya.
Aksi unjuk rasa yang dilakukan Formalen ini menuntut agar tunjangan anggota DPRD Kabupaten Lembata dipangkas dengan mekanisme Peraturan Bupati dengan memerhatikan asas kepatutan, asas kewajaran dan asas rasionalitas.
Orator Lainnya Soman Labaona mengatakan, tunjangan perumahan dan tunjangan transportasi tidak boleh melebihi standar harga setempat yang berlaku dan standar perhitungan luas bangunan dan luas lahan rumah negara.
“Jika tidak segera dilakukan, maka FORMALEN akan kembali menggelar aksi unjuk rasa dan menduduki kantor Bupati dan DPRD Lembata,” ujar Soman dalam rilis yang diterima BentaraNet.
Selain Bupati Lembata Petrus Kanisius Tuaq dan tiga pimpinan DPRD Lembata, Kapolres Lembata, AKBP Nanang Wahyudi, Dandim 1624 Flotim Letkol inf Infantri M. Nasir Simanjuntak, Sekda Lembata dan beberapa pimpinan organisasi perangkat daerag (OPD) lingkup Pemda Lembata.
Tunjangan Dinilai Fantastis
Tunjangan anggota DPRD Lembata yakni tunjangan transportasi sebesar Rp.17.400.000 dan tunjangan perumahan sebesar Rp.9.600.000 dinilai sangat fantastis untuk Kabupaten Lembata. Tunjangan ini dibayar berdasarkan Keputusan Bupati Lembata Nomor 453 tahun 2023 tentang Standar Harga Satuan Khusus Tahun Anggaran 2024.
Mereka menilai banyak program pemberdayaan masyarakat dan pengentasan kemiskinan selama ini tidak berjalan dengan baik karena Lembata sedang menghadapi kesulitan keuangan daerah akibat pelunasan utang PEN, Efisiensi dari pemerintah pusat, dan belanja operasional PNS dan P3K yang semakin membengkak.
Menurut data yang dihimpun Formalen, tunjangan perumahan dan transportasi untuk anggota DPRD Lembata pernah dipangkas menjadi Rp. 6.000.000 dan Rp. 9.000.000 semasa Penjabat Bupati Matheos Tan melalui Perbup No 6 Tahun 2024.
Namun Penjabat Bupati Lembata Paskalis Ola Tapobali yang saat ini menjabat sebagai Sekda menerbitkan Perbup Nomor 1 Tahun 2025 Tentang Pencabutan Perbup Nomor 61 Tahun 2024 sehingga tunjangan transportasi dan perumahan anggota DPRD Lembata kembali berlaku sesuai Keputusan Bupati Lembata Nomor 453 Tahun 2023.
Formalen menilai pencabutan Perbup Nomor 6 Tahun 2024 oleh Paskalis semasa menjabat sebagai Penjabat Bupati Lembata ini merupakan hasil “kong kalikong” bersama DPRD Lembata.
Di akhir rapat yang sempat ricuh ini, Bupati Lembata menyatakan dalam waktu dekat akan mengundang Formalen untuk membahas Rancangan Perbup tentang pemangkasan tunjangan anggota DPRD Kabupaten Lembata.
Soman juga mengaku kecewa, karena dalam rapat tersebut Ketua DPRD Lembata Safrudin Sira tidak memberikan klarifikasi terhadap uang konsumsi sebesar Rp.30.000.000 per bulan bagi pimpinan DPRD Lembata. (BN/001)
DPRD rasa LSM, keluar dari fungsi utamanya dan mencoba mengambil peran dalam aksi ini. Harusnya JBf bersama sama DPRD mengendalikan situasi supaya ada kesepakatan dan solusi bijak, bukan berdiri di seberang lalu berteriak teriak. Lelucon SOLO AKSI kelas begini sering kita saksikan di Lembaga terhormat ini. Dan tidak luput dari tudingan bahwa ada kepentingan dan tujuan tersembunyi. Dalam bahasa daerah kampungnya Ciku Namang: “Na pari lei”.