LEMBATA – Lomba titi jagung antar-OPD dalam rangka HUT ke-26 Otonomi Daerah Lembata menarik perhatian publik. Meski dinilai mampu mempromosikan pangan lokal, budaya dan wisata, ajang ini juga menuai kritik karena dianggap melupakan persoalan riil yang dihadapi masyarakat.
Tokoh muda Lembata, Juprians Lamabelawa menegaskan, Bupati Lembata Kanis Tuaq tidak boleh larut dalam euforia lomba semata. Menurutnya, kegiatan ini seharusnya melahirkan kebijakan yang berpihak pada perempuan Lembata, khususnya ibu-ibu yang sehari-hari bergelut dengan jagung titi.
“Ibu-ibu penjual jagung titi di pasar TPI, misalnya, dari dulu hampir luput dari perhatian pemerintah. Mereka berjualan berdesakan di pinggir jalan tanpa lapak layak. Kasihan kita melihat kondisi ini,” ujar Ketua PKN Lembata itu saat dihubungi BentaraNet, Jumat (19/9/2025).
Juprians juga menyoroti kebijakan pemerintah yang mendorong jagung hibrida sehingga membuat jagung lokal—bahan dasar jagung titi—semakin langka. Akibatnya, para penjual harus mencari jagung pulut dari Adonara untuk mempertahankan produksi.
“Ini menunjukkan ketidakberpihakan pemerintah. Kampanye lewat lomba tidak didukung kebijakan nyata yang melindungi petani jagung lokal dan penjual jagung titi,” tegasnya.
Ia berharap, pemerintah daerah mampu mengonversi euforia lomba menjadi langkah konkret.
“Kalau mau kampanyekan pangan lokal, maka nasib ibu-ibu penjual jagung titi dan petani lokal harus diperhatikan,” pungkas Juprians. (BN/001)