LEMBATA – Tingkat diskriminasi dan stigma buruk terhadap orang dengan HIV (ODHIV) di Kabupaten Lembata masih sangat tinggi. Berbagai bentuk diskriminasi tersebut di antaranya ODHIV jadi bahan pergunjingan dan dijauhi dari pergaulan.
Hal ini dikatakan Pengelola HIV/AIDS Dinas Kesehatan Kabupaten Lembata, Paskalis Padak Masan, saat rapat lintas sektor di ruang rapat Wakil Bupati Lembata, Lewoleba, Rabu, 29 November 2023.
Stigma buruk ini juga menyebabkan banyak penderita HIV/AIDS yang tidak membuka diri terhadap publik. Terbukti hingga saat ini, dari 546 kasus sejak 2008, baru dua orang yang berani membuka diri ke publik termasuk berbagi pengalaman mengidap HIV/AIDS.
“Saya kasih contoh satu desa di Atadei, karena dikucilkan, seorang ODHIV stres, lalu meninggal. Kalau makan saja misalnya di nasi bungkus, itu dijaga hansip lalu bungkusnya itu dibuang di hutan atau dibakar dan ketika meninggal rumahnya rencana mau dibakar,” kata Paskalis.
Pengalaman panjang penanganan HIV/AIDS di Lembata, menurut Paskalis, membuktikan bahwa pemahaman yang kurang terhadap HIV/AIDS mulai dari penyebaran, dampak hingga cara penanganannya, jadi penyebab tingkat diskriminasi dan stigma buruk terhadap ODHIV masih tinggi di Lembata.
Padahal Paskalis menjelaskan bahwa penularan virus HIV/AIDS hanya melalui empat media yakni darah, cairan sperma, cairan vagina dan cairan sperma.
Ia menambahkan, hal terpenting yang harus dilakukan saat ini adalah mencegah terjadinya penularan baru virus HIV/AIDS terutama penularan dari ibu hamil ke bayi.
Oleh karena itu Dinas Kesehatan Kabupaten Lembata saat ini terus melakukan beberapa upaya untuk menghentikan penyebaran virus ini yakni menelusuri penderita HIV/AIDS by name by adress, membuka klinik mobile VCT atau pemeriksaan HIV/AIDS pada populasi kunci dan masyarakat umum.
Selain itu, mereka juga melakukan sosialisasi di kelompok masyarakat dan bahkan membagi kondom kepada ledies di tempat hiburan malam.
Meski mengalami penurunan, data Dinas Kesehatan menunjukan kasus baru HIV/AIDS di Lembata masih tinggi selama tujuh tahun terakhir. Pada tahun 2017 terdapat 53 kasus, 2018 terdapat 66 kasus, 2019 terdapat 56 kasus, 2020 terdapat 36 kasus, 2021 terdapat 33 kasus, 2022 terdapat 35 kasus, dan tahun 2023 sebanyak 26 kasus. (01BN)