Jakarta – Pemberitaan sejumlah Media Online pada Minggu, 4 Juli 2021, tentang gerakan Islamisasi di NTT, sungguh mengagetkan publik NTT.
Bahkan dari rekaman video Youtube yang diterima Aspirasi Indonesia (AI), sejak pekan lalu, mengkonfirmasi tentang praktik terselubung Islamisasi di NTT yang sudah mengkhawatirkan warga NTT.
Bedasarkan informasi yang beredar di medsos, dikatakan bahwa Islamisasi di NTT dilakukan oleh kelompok yang menamakan diri sebagai Pejuang Subuh Sumba.
Mereka disinyalir sebagai kelompok radikal, yang berafiliasi kepada HTI dan/atau FPI, yang telah memperlihatkan gerakan dakwah Islamisasi pada komunitas warga yang sudah menganut agama Kristen Protestan dan Katolik di NTT.
Ketua Umum AI, Marselinus Ado Wawo mendesak semua pihak, mewaspadai gerakan Islamisasi oleh Pejuang Subuh Sumba dan Ustad Nababan, karena pola gerakannya telah melanggar Etika dan Budaya serta Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku.
“Terlebih-lebih karena membujuk warga yang sudah beragama Kristen atau Katolik untuk pindah agama,” kata Marselinus dalam rilis yang diterima BentaraNet, Senin (5/7/2021).
Padahal, semua pihak seharusnya menyadari bahwa penyebaran agama manapun, entah Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Konghuchu harus menghormati budaya lokal dan norma-norma yang sudah ditetapkan oleh Pemerintah, terkait praktek menyebarkan agama dalam upaya menarik anggota masyarakat beragama lain untuk pindah agama.
“Saat ini praktek Islamisasi yang dilakukan oleh Pejuang Subuh Sumba dan Ustad Nababan dkk. di NTT, semakin meresahkan, karena polanya berbeda dengan yang dilakukan oleh NU dan Muhamadiyah, yaitu tetap menghormati agama yang sudah dianut warga setempat yaitu, agama Kristen, Katolik, Hindu dan Budha di NTT”, ujar Marsel dalam rilis AI.
Marsel curiga, pola pendekatan Pejuang Subuh Sumba dan Ustad Nababan ini sangat berpotensi mengembangkan aliran atau paham radikal baru, apakah berorientasi pada paham Wahabi atau kelompok Radikal lainnya, sehingga perlu dilakukan penyelidikan, sebelum nanti memancing konflik sosial yang akan mengganggu toleransi di NTT.
“Pola pendekatan yang dikembangkan oleh NU dan Muhammadiyah di NTT yaitu secara natural dengan berpegang teguh kepada SKB Menteri Dalam Negeri dan Menteri Agama Nomor : 1 Tahun 1979 Tentang Tata Cara Penyiaran Agama di Indonesia, sehingga toleransi tetap terjaga,” pungkasnya.
Sementara itu, di tempat terpisah, Sekjen AI, Marlin Bato mendesak Pemerintah NTT harus segera menertibkan gerakan organisasi Pejuang Subuh Sumba dan Ustadz Nababan sebab berpotensi terjadi gesekan dan mengganggu iklim toleransi di NTT yang selama ini terjaga dengan baik.
Menurut Marlin, Pemerintah dan Tokoh-tokoh agama di NTT harus menyikapi gerakan Islamisasi oleh Ustad Nababan dan Pejuang Subuh.
“Pola penyebaran yang mereka lakukan itu disebut-sebut melalui transaksi atau barter pindah agama dan diberi fasilitas materi dan pendidikan. Pola ini sangat tidak sehat,” pungkas Marlin melalui pesan singkat dari Jakarta.
Dikatakannya, Pejuang Subuh Sumba dan Ustad Nababan, memanfaatkan kondisi masyarakat NTT yang masih miskin, diduga dengan iming-iming uang dan fasilitas biaya atau beasiswa pendidikan tinggi hingga S1 dengan syarat menjadi pengikut gerakan Pejuang Subuh.
“Cara ini, cepat atau lambat akan mengganggu harmonisasi yang dapat memicu tindakan intoleransi di NTT. Kita tak pernah tahu dari mana aliran gerakan ini. Jangan sampai warga terbujuk rayu dan kemudian dimanfaatkan untuk masuk jejaring radikal. Ini sangat berbahaya,” ujarnya.
Karena itu, AI mendesak agar Pemda NTT menertibkan gerakan ini, dengan meningkatkan partisipasi umat beragama untuk menolak praktek Islamisasi, Kristenisasi, Hindunisasi dengan cara apapun. Apalagi model pendekatan yang dilakukan Pejuang Subuh Sumba, langsung menusuk kantong-kantong masyarakat yang masih miskin.
Pola ini sebenarnya bertentangan dengan budaya dan tatakrama masyarakat NTT, juga bertentangan dengan SKB Menteri Agama dan Mendagri Nomor : 1 Tahun 1979 Tentang Tata Cara Penyiaran Agama dan Bantuan Luar Negeri kepada Lembaga Keagamaan di Indonesia. “Tetapi mengapa Pemerintah NTT diam saja,” pungkasnya. (Red)