LEMBATA – Sosok calon Bupati Lembata, Thomas Ola Langoday merupakan figur yang paling dibenci elit politik partai-partai besar di kabupaten Lembata.
Kebencian tersebut terkhusus dialamatkan kepada sosok Thomas Ola yang dikenal tidak kompromi dengan kepentingan elit lokal.
Demikian pandangan Gabriel Suku Kotan (GSK), politisi senior asal Lembata.
Bukan tanpa alasan, Thomas Ola yang berpasangan dengan Calon Wakil Bupati Lembata Gaudensius Mado Huar Noning (Paket TOL GAS) ini, menolak politik anggaran yang melayani kepentingan elit politik partai besar selama menjabat sebagai Bupati Lembata kurang lebih sembilan bulan.
“Beliau pun tidak mau kompromi dengan keinginan pengusaha lokal yang terbiasa berbagi nikmat dari kue pembangunan ya harusnya dianggarkan untuk rakyat,” kata GSK kepada BentaraNet melalui sambungan telpon, Sabtu (23/11/2024) pagi.
Sebaliknya, menurut GSK, Thomas Ola justru memberi perhatian serius pada kebutuhan dasar publik berupa infrastruktur jalan. Ia menerabas keterisolasian antar wilayah agar pembangunan di Lembata berorientasi keadilan antar wilayah.
“Dengan cara itu, Thomas Olla hendak menghilangkan ego wilayah, timur, barat, utara maupun selatan. Ia mendorong agar semua warga harus bersatu sebagai entitas masyarakat Lembata yang mempunyai kesempatan yang sama untuk maju dan sejahtera,” ujar GSK.
GSK bahkan dengan lugas mengatakan banyak elit lokal yang bertahun-tahun sengaja mengeksploitasi kemiskinan sebagai komoditas politik elektoral.
“Mereka para elit tersebut berkompromi dengan para pengusaha untuk membancak kue anggaran daerah yang dinikmati oleh mereka saja. Sementara itu, masyarakat dibiarkan mengais keberuntungan dari remah-remah yang tersisa,” ujarnya.
Pembiaran ketimpangan ekonomi antar wilayah selama bertahun-tahun, menimbulkan ego wilayah. Dari keadaan inilah muncul elit politik dari partai-partai besar datang ke kampung, ke kantong-kantong kemiskinan sebagai dermawan.
“Padahal mereka sengaja menciptakan itu,” ucapnya.
Menurut GSK menjadi seperti sebuah fenomena di Lembata, ada juga politisi yang datang dengan semangat sebagai pengusaha. “Tentu saja mereka tidak bermaksud menularkan kesuksesan kepada rakyat Lembata.”
“Mereka datang dengan jejaring penikmat APBD yang sudah terbangun lama, menciptakan relasi politisi-pengusaha yang mengontrol setiap aliran uang demi superioritas di ruang publik, baik sebagai elit politik maupun pengusaha,” kata mantan anggota DPRD Provinsi NTT ini.
Lantas siapakah sosok Thomas yang mereka benci ? Menurtut GSK, pertanyaan ini dapat dijawab masyarakat Lembata sendiri.
“Thomas sudah punya pengalaman menata pembangunan ekonomi daerah. Semuanya untuk rakyat. Dikelola generasi asli. Thomas Olla terlalu terus terang dengan tujuan besarnya agar bagaimana cara tepat berdayakan generasi asli tidak ‘ketinggalan’ dengan usaha ekonomi para pendatang,” tandasnya.
“Elit lokal tidak suka dengan rencana besar itu. Mereka terlanjur bermimpi manja agar patronase politik datang dari keluarga mereka saja. Memelihara feodalistik untuk glorifikasi keluarga,” lanjutnya.
“Thomas Olla bertarung untuk menang. Menang untuk meraih mimpi rakyat Lembata.” Demikian GSK menutup pembicaraannya. (BN/001)