LEMBATA – Sofia Tuto merupakan satu di antara warga desa Leuwayan, Kecamatan Omesuri yang turut merasakan dampak baik dari hadirnya program air bersih Yayasan Plan International Indonesia (Plan Indonesia).
Ditemui di Lewuwayan, Rabu (12/11/2025), Sofia mengisahkan betapa sulitnya mengakses air bersih di desa ini lima tahun yang lalu. Warga sangat bergantung pada empat sumur timba yang berada di pinggir pantai.
Selain jarak yang jauh, kondisi topografi desa Leuwayan yang berada di kaki dan lereng bukit menyebabkan warga harus menghadapi medan tanjakan dan curam saat menjunjung air dari sumur ke rumah.
“Sebelumnya kami sangat kesusahan, karena harus naik turun ke sumur yang ada di pantai untuk mengambil air,” ucap Tuto.
Kondisi ini juga memberikan dampak yang tidak baik bagi ibu rumah tangga dan anak-anak terutama anak perempuan di desa ini. Di pagi dan sore hari, mereka harus ke sumur dan mengambil air untuk keperluan seperti mandi, cuci dan masak.
“Ini kan sangat menghambat karena waktu yang harus kami gunakan untuk pekerjaan lain seperti berkebun atau masak tidak bisa kami lakukan lebih awal. Anak-anak kami yang perempuan juga terpaksa kami suruh harus ambil air di sumur. Kita butuh air jadi mau tidak mau kita harus turun ambil,” ungkapnya.
Bahkan beberapa warga rela merogoh kocek hingga Rp 100 ribu hanya untuk membeli air dalam drum dengan kapasitas 200 liter dari mobil tangki.
Padahal, di desa ini sudah ada beberapa bak reservoar besar di puncak bukit untuk menampung air dari jaringan mata air Wei Rawe. Sebagian bak reservoar ini merupakan peninggalan bantuan dari pastor misionaris Katolik, sebagian lainnya merupakan bantuan pemerintah pusat melalui Program Nasional Pemberdayaan Masyrakat (PNPM) era presiden SBY.
Namun karena kendala teknis, air di bak reservoar ini hanya bisa dialirkan ke sebagian kecil warga di sekitar. Sementara sebagian besar warga lainnya tidak mendapatkan akses air dari bak-bak penampung ini.
Keadaan berubah setelah Plan Indonesia masuk ke desa ini melalui program air bersih hasil kampanye Lari Amal Jelajah Timur I pada tahun 2021 silam. Program ini berhasil mengintervensi beberapa kebutuhan di desa mulai dari pembangunan bak penampung, perluasan dan perbaikan jaringan pipa, hingga pembangunan tugu kran.
Kepala Desa Leuwayan, Emanuel Ledo, mengisahkan, saat dilantik menjadi kepala desa pada 2020 ia berupaya mencari solusi dari berbagai sumber unutuk membahas masalah air di desa ini, hingga akhirnya terpaut dengan Plan Indonesia.
Setelah melakukan survei debit air dan memastikan kualitas mata air cukup baik, Plan Indonesia mulai membangun bak reservoar, perluasan dan perbaikan jaringan pipa. Setiap lima KK dapat mengakses air di satu tugu kran.
Kini semua warga di desa yang terdiri dari 370 kepala keluarga (KK) bisa mengaskes air bersih dengan mudah.
“Dengan bantuan Plan Indonesia, sekarang semua warga bisa menikmati. Dulu itu tidak lebih dari 50 % warga yang bisa menikmati air bersih karena kendala teknis kita ini,” ujar Emanuel.
Tidak hanya itu, Plan Indonesia juga menginisasi pembentukan dan pembinaan Badan Pengelola Sistem Penyediaan Air Minum (BPSPAM). Setelah mengikuti pelatihan dan penguatan kapasitas, BPSPAM saat ini sudah bisa mengelola air bersih ini dengan iuran Rp. 5.000 per KK.
Manager Program Implementasi Area (PIA) Lembata Plan Indonesia, Erlina Dangu, mengatakan, Plan Indonesia melihat air bersih sebagai hak dasar manusia terutama anak-anak.
Ia menjelaskan beberapa intervensi program air bersih telah dilakukan di desa-desa dampingan Plan Indonesia yang tersebar di lima kecamatan yakni Ile Ape, Ile Ape Timur, Lebatukan, Buyasuri dan Omesuri.
Di desa-desa yang mengalami krisis air ini, Plan Indonesia berkolaborasi dengan pemerintah setempat membangun sumur bor, bak penampung air hujan dan instalasi jaringan pipa baik sistem gravitasi maupun pompa air.
Selain pembangunan infrastruktur, Plan Indonesia juga memberikan pelatihan berupa penguatan kapasitas teknis dan manajemen pengelolaan air bersih bagi badan pengelola air minum di tingkat desa.
“Kita latih supaya kalau ada jaringan pipa yang rusak, itu perbaikannya itu seperti apa. Jadi secara teknis dikapasitasi. Yang berikut mereka juga dilatih tentang manajemen kelompok. Jadi di beberapa desa itu badan pengelolanya sudah mulai jalan dan sudah ada sistem iuran. Jadi itu untuk air bersih,” ungkap Erlina.
Menurut Erlina, jika dilihat lebih jauh, pemenuhan kebutuhan air bersih ini memiliki kaitan yang sangat erat dengan konteks perlindungan anak. Ia mencontohkan air bersih merupakan salah satu elemen penting dalam upaya mengatasi masalah stunting.
Tidak hanya itu, kemudahan mengakses air bersih juga mencegah terjadinya kekerasan terhadap anak. Erlina menegaskan ketika sumber air jauh dari rumah, anak berpotensi mengalami kekerasan saat mengambil air.
“Contoh di desa Leuwayan. Itu sumber airnya ada di bawah, jadi anak harus turun dulu ambil air di bawah baru bawa naik. Apalagi sumber airnya jauh,” ujarnya.
Selain mengurangi risiko kekerasan, Plan Indonesia juga memastikan bahwa bantuan akses air bersih ini membawa dampak positif lain yakni waktu bermain dan belajar bagi anak-anak turut meningkat.
Berikut, ketersediaan akses terhadap air bersih juga memberikan dampak ekonomi bagi warga di desa-desa dampingan Plan Indonesia. Warga hanya membayar iuran sebesar Rp 5.000 – 10.000 per bulan untuk mengakses air secara penuh.
Angka ini jauh lebih kecil dibandingkan sebelumnya, mereka harus mengeluarkan uang sebsar Rp 200.000 – 300.000 untuk membeli air dari mobil tangki, yang juga belum tentu cukup digunakan untuk sebulan penuh.
“Ini kan jauh lebih hemat. Sehingga uang yang ada itu bisa dialihkan untuk pendidikan dan pemenuhan gizi anak.
Bagi Erlina, program air bersih yang dicanangkan Plan Indonesia bukan sekedar sebuah upaya untuk mewujudkan masyarakat hidup sehat, tetapi juga memberi kesempatan kepada anak-anak untuk setara dan optimis menatap masa depan. (BN/001)









