Lewoleba – DPRD Kabupaten Lembata telah menghasilkan lima peraturan daerah (Perda) di akhir tahun 2022 yakni pada 31 Desember. Satu di antaranya adalah Perda Nomor 6 Tahun 2022 tentang Penghormatan, Perlindungan dan Pemenuhan Hak-hak Kaum Disabilitas.
Hal ini dikatakan Ketua DPRD Kabupaten Lembata Petrus Gero di ruang kerjanya, Lewoleba, Kamis (5/1/2022).
Meski demikian, apakah Perda ini mampu menjamin arah kebijakan pembangunan Pemerintah Kabupaten Lembata, terutama kebijakan anggaran yang bisa mengakomodir hak-hak kaum difabel?
Pasalnya, DPRD dan Pemerintah Kabupaten Lembata sebelumnya sudah memiliki Perda Nomor 15 Tahun 2015 tentang Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) Kabupaten Lembata dan penjabarannya dituangkan di dalam Peraturan Bupati Lembata Nomor 3 Tahun 2017.
Namun hingga saat ini implementasi kebijakan pemerintah terhadap perlindungan buruh migran atau tenaga kerja Indonesia (TKI) asal Lembata masih jauh panggang dari api.
Menanggapi hal ini, Petrus Gero dalam kesempatan tersebut mengatakan, tugas Pemerintah Kabupaten Lembata saat ini adalah melakukan proses penerbitan Peraturan Bupati sebagai penjabaran operasional lebih lanjut dari Perda ini.
Petrus melihat hadirnya Perda ini dengan sendirinya akan memberikan perintah kepada pemerintah dalam proses penyusunan anggaran, paling tidak bisa memenuhi aspek-aspek Penghormatan, Perlindungan dan Pemenuhan Hak-hak Kaum Disabilitas.
“Karena perintah Peraturan Daerah merupakan bagian dari perintah Peraturan Perundang-undangan, maka wajib hukumnya supaya Perda-Perda yang sebelumnya sudah ditetapkan itu juga harus diperhatikan ketersediaan anggaran yang cukup untuk itu,” kata Petrus.
Yang menjadi soal, lanjut Petrus, adalah Dana Alokasi Umum (DAU) yang ada berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 84 Tahun 2022, lebih banyak digunakan untuk memenuhi kebijakan pemerintah pusat untuk memenuhi standar pelayanan minimal (SPM) di daerah seperti urusan pendidikan, kesehatan, sanitasi dan air bersih.
Petrus mencontohkan dari DAU untuk APBD tahun 2023 sebesar Rp 456 miliar, sebanyak Rp 136 miliar difokuskan untuk prioritas pusat yang ada di daerah untuk mencapai SPM.
Sisa dari anggaran ini digunakan untuk belanja pegawai sebesar Rp 346 miliar, pembayaran utang dan bunga pinjaman darah PEN sebesar Rp 36 miliar dan kontribusi penyertaan modal ke Bank NTT sebesar Rp 7,3 miliar.
“Itu berarti begitu banyak hal yang sebenarnya masih kurang, belum mendapatkan anggaran. Nah, dengan kebijakan pusat ini kita melihat bahwa bagaimana prioritas daerah tidak akan terwujud dengan baik,” kata Petrus.
Untuk mengatasi masalah ini, sebagai Ketua DPRD Kabupaten Lembata, Petrus berencana akan melakukan penjadwalan ulang penetapan pelaksanaan anggaran tahun 2023, untuk melihat kembali prioritas daerah yang diwujudkan di dalam kebijakan anggaran pemerintah.
Hadirnya Perda Nomor 6 Tahun 2022 ini disambut baik banyak kalangan terutama para pegiat kemanusiaan untuk kaum difabel. Namun di sisi lain, mereka juga berharap Perda ini nantinya bisa memenuhi perlindungan terhadap hak-hak kaum difabel di Kabupaten Lembata.