LEMBATA – Penggunaan dana desa untuk berbagai program pemberdayaan dan peningkatan kapasitas masyarakat di desa-desa terdampak banjir bandang dan longsor akibat siklon tropis seroja di Lembata, masih terkendala syarat administrasi.
Salah satu kendala tersebut yakni nomenklatur nama desa terkait yang secara geografis saat ini berada di kecamatan lain. Warga dua desa terdampak di Kecamatan Ile Ape Timur yakni Waimatan dan Lamawolo yang terdampak bencana seroja saat ini bermukim di hunian Tanah Merah yang berada di Kecamatan Ile Ape.
“Ternyata secara regulasi dana desa tidak bisa membangun di desa-desa ini karena masalah administrasi,” kata Muchamad Awal, Direktur Direktur Yayasan IDEP Selaras Alam saat pertemuan bersama LSM Barakat dan dua anggota DPRD Lembata dari Dapil II di Aula Moting Ema Maria LSM Barakat, Lewoleba, Kamis (27/02/2025).
“Padahal yang utama adalah air yang paling dibutuhkan masyarakat. Ketika pengelolaan dana desa tidak bisa digunakan untuk mengintervensi masalah ini, maka sulit kita bicara pembangunan berkelanjutan,” lanjutnya.
Demikian halnya dengan program-program yang dilaksanakan oleh berbagai organisasi sosial. Program-program ini tidak mencapai tujuan berkelanjutan jika pembangunan di desa masih terkendala dana desa.
Salah satu program tersebut yakni Disaster Resilience Through Education, Adaptation, and Mitigation Strategies (DREAMS) yang saat ini dijalankan Yayasan IDEP Selaras Alam bermitra dengan LSM Barakat.
Program ini menyasar kelompok masyarakat di dua desa rentan yakni Waimatan dan Lamawolo di pemukiman hunian Tanah Merah, Kecamatan Ile Ape.
Meski relatif lebih aman di hunian baru, masyarakat di dua desa ini sangat rentan terhadap ancaman kehilangan mata pencaharian di lokasi baru yang saat ini mereka tempati. Mereka ketiadaan lahan untuk bercocok tanam di tempat yang baru.
“Dan ternyata regulasi ini jadi masalah utama implementasi dari program ini. IDEP punya keprihatinan terhadap kebutuhan pangan di desa baru. Mereka harus kembali ke desa lama untuk bertani, sementara di sana resikonya tinggi sekali dari bencana,” ujar Awal.
Hal ini dibenarkan anggota DPRD Lembata dari Dapil II Lembata (Kecamatan Ile Ape, Ile Ape Timur dan Lebatukan), Aleks Arakian, dimana menurutnya pemerintah dua desa di hunian Tanah Merah tidak bisa membangun bak penampung air yang bersumber dari anggaran dana desa.
“Mereka mau dorong pakai dana desa tapi ternyata dari dinas PMD tidak dibolehkan. Kita berharap apa pun itu namanya, pemekaran, penghapusan dan pembentukan desa segera dibicarakan. Kalau tidak dana desa ini paling bisa hanya digunakan untuk kebutuhan habis pakai,” ujar Aleks.
Pertemuan ini berupaya mencari jalan keluar agar semua program pemberdayaan dengan pendekatan permakultur dan penguatan katahanan masyarakat terhadap ancaman bencana dapat menjadi portofolio dan dilanjutkan oleh pemerintah desa setempat.
“Dari DREAMS ini kita berupaya melihat bagaimana ketersediaan pasokan makanan di dapur. Jika regulasi memungkinkan, harapan IDEP setiap program yang diterapkan itu berhubungan dengan priorotas penggunaan dana desa sehingga bisa dilanjutkan,” kata Awal.
Turut hadir dalam pertemuan ini Direktur LSM Barakat Benediktus Bedil, Projcet Manajer DREAMS Ketut Listyani dan sejumlah staf LSM Barakat dan anggota DPRD lainnya dari Dapil II Lembata, Sebastianus Muri.
Program DREAMS yang sudah dimulai sejak tahun 2024 lalu, bertujuan memperkuat ketahanan komunitas dengan meningkatkan kapasitas masyarakat terdampak melalui pengurangan resiko bencana (PRB) berbasis komunitas.
Inisiatif ini mencakup pelatihan PRB, pembentukan Kelompok Masyarakat Peduli Bencana (KMPB), pengembangan rencana kontingensi, serta simulasi dan gladi bencana.
Proyek ini juga mengintegrasikan konservasi lingkungan dengan produksi pangan berkelanjutan guna mencapai kemandirian ekonomi. Pendekatan permakultur diterapkan dalam lima zona ekosistem yang menempatkan keluarga sebagai pusat kegiatan dari program DREAMS.
“Dengan melibatkan orang tua, pemuda dan anak-anak dalam setiap aspek program, diharapkan ketahanan komunitas dapat diperkuat dari tingkat keluarga hingga ke skala yang lebih luas,” ujar Bendekditus Bedil.
Melalui proyek ini, diharapkan dapat terbangun sistem pengelolaan resiko bencana yang lebih tangguh, sekaligus berkontribusi pada pencapaian (SDGs), khususnya dalam pengurangan kemiskinan, ketahanan pangan, aksi terhadap perubahan iklim, serta pendidikan inklusif dan pembangunan. (Red/001)