LEMBATA – Kasus dugaan penyerobotan lahan pemerintah, pengerusakan aset daerah, dan pungutan liar (pungli) yang melibatkan calon pengelola Taman Kota Swaolsa Tite masih mandek di meja penyidik Polres Lembata.
Lebih dari satu bulan sejak laporan resmi Camat Nubatukan, Dion Wutun, masuk pada 28 Juli 2025 lalu, perkembangan penyidikan dinilai berjalan sangat lambat.
Padahal, kasus ini sudah menjadi perhatian publik setelah pemerintah kecamatan secara resmi melaporkan pihak pengelola CV Dakara Prima atas dugaan pelanggaran serius.
Dugaan pelanggaran ini mulai dari pemindahan lapak pasar malam tanpa izin, pengrusakan meteran listrik aset pemerintah, hingga dugaan pungli dari pedagang yang seharusnya membayar retribusi sesuai Perda Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak dan Retribusi Daerah.
Polres Lembata memang telah mengeluarkan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP) pada 4 Agustus 2025, dan memanggil Camat Nubatukan untuk memberikan keterangan tambahan. Namun, hingga pertengahan September, publik menilai prosesnya masih jalan di tempat.
Situasi ini menimbulkan tanda tanya besar: mengapa perkara yang menyangkut aset publik dan uang rakyat justru dibiarkan berlarut tanpa kepastian?
Camat Nubatukan, Dion Wutun dalam rilis yang diterima media ini menegaskan, aset daerah adalah milik rakyat, bukan kelompok atau individu tertentu.
“Kami sudah melaksanakan kewajiban dengan membuat laporan resmi. Kini saatnya aparat penegak hukum menunjukkan keberpihakan pada kebenaran dan keadilan. Jangan biarkan ada kesan bahwa hukum bisa dinegosiasikan atau diperlambat. Rakyat menunggu kepastian, bukan alasan,” ujarnya.
Ia menambahkan, kasus ini tidak boleh direduksi hanya sebagai sengketa lahan biasa.
“Kasus ini menyangkut marwah pemerintah daerah, hak masyarakat, dan kewajiban taat pada aturan. Kalau pelanggaran seperti ini dibiarkan, siapa yang bisa menjamin aset publik kita aman di masa depan?” tegasnya.
Pemerintah Kecamatan Nubatukan kini secara resmi bersurat kembali ke Polres Lembata untuk mendesak percepatan proses penyidikan, transparansi perkembangan perkara dan penindakan tegas terhadap pihak manapun yang terbukti melanggar hukum.
Jika dibiarkan berlarut, lambannya penanganan kasus ini dinilai bisa mencoreng kewibawaan negara sekaligus melemahkan kepercayaan masyarakat terhadap aparat penegak hukum.
“Hukum harus ditegakkan tanpa pandang bulu. Kalau tidak, yang terancam bukan hanya aset pemerintah, tetapi juga rasa keadilan masyarakat,” tutup Dion Wutun. (BN/001)