LEMBATA – Festival Budaya Lamaholot tahun 2024 yang digelar di Kabupaten Lembata berlangsung meriah. Berbagai pameran mulai dari tenun ikat dan produk UMKM lainnya disajikan saat festival ini.
Tidak hanya itu, perhelatan karnaval budaya di even ini juga berhasil menarik perhatian pengunjung. Ribuan peserta karnaval berhasil memamerkan ragam busana daerah saat pembukaan Festival di Lewoleba, Rabu (16/10).
Sayangnya, antusias perserta festival dan masyarakat yang tinggi ini tidak diikuti dengan manajemen yang baik, mulai dari susunan acara, penerangan, tata letak panggung dan pengisi acara.
Padahal festival yang melibatkan tiga kabupaten yakni Lembata, Flores Timur dan Alor ini masuk dalam agenda Kharisma Event Nusantara (KEN) Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.
Pantauan BentaraNet, beberapa booth di sisi barat panggung utama event ini sering mengalami pemadaman lampu.
“Ini sering terjadi setiap kali event digelar di Lembata. Tapi penyelenggara dalam hal ini Pemerintah Kabupaten Lembata tidak pernah belajar dari kesalahan,” ungkap salah seorang pemilik booth dengan nada kecewa.
Para pengunjung melakukan transaksi jual beli produk UMKM dalam keadaan gelap gulita.
Tidak hanya itu, narator yang membacakan narasi tarian yang dibawakan kontingen dari Kecamatan Wulandoni diganggu oleh sambutan dari tokoh masyarakat di meja makan VIP yang letaknya tepat di belakang tenda utama.
“Ini kita mau dengar yang mana? Kontingen mereka ini datang jauh-jauh dari Wulandoni, tolong hargai mereka cukup dengan menimati tarian mereka. Manajemen acara yang buruk seperti ini harusnya tidak terjadi,” ujar Roni Lolon, pengunjung yang lain.
“Jangan sampai biaya besar yang dikeluarkan pemda ini sia-sia karena tidak ada nilai yang dipetik dari event ini,” lanjutnya.
Sementara itu lautan sampah menjadi pemandangan tidak elok di sekitar lokasi event. Hal ini nampak karena penyelenggara tidak memerhatikan tempat sampah di lokasi event.
“Orang-orang bereuforia dengan festival, tapi tidak memerhatikan hal kecil seperti pengeloaan sampah di lokasi event. Ini pemandangan yang buruk dan edukasi tidak baik untuk generasi muda.”
Kita boleh mengimbau orang-orang jangan buang sampah sembarangan, tapi di sisi lain manajemen tidak menyediakan tempat sampah,” kata seorang wisatawan asing yang berkunjung.
Kondisi ini menurut beberapa kalangan perlu mendapat perhatian Pemda Lembata selaku penyelenggara. Gelontoran anggaran yang besar jangan sampai terbuang sia-sia hanya karena manajemen event yang buruk.
“Saya pikir ini perlu mendapat perhatian dari Pemda Lembata. Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif harus lebih terbuka dengan semua pihak yang memiliki pengalaman. Jangan tutup diri. Aggaran yang besar harus dijamin dengan kualitas event yang baik,” ujar Redo Dasion.
Ditengah manajemen yang buruk dan masih banyak kekurangan di banyak aspek, Sekretaris Deputi Bidang Pengembangan Destinasi dan Infrastruktur pada Kemenparekraf Titik Lestari tetap mengapresiasi kegiatan yang digelar Pemda Lembata ini.
“Pariwisata ini didukung salah satunya adalah event. Event mendukung daya tarik wisatawan baik dalam negeri maupun mancanegara. Oleh karena itu, untuk event-event berikutnya mohon tindakan kreatifitasnya supaya menjadi daya tarik tersendiri,” kata Titik.
Meski di tengah penerangan yang buruk, Titik tetap meminta pengunjung untuk membelanjakan uangnya di booth-booth gelap gulita pameran UMKM. (BN/001)