Lewoleba – Kabupaten Lembata secara mengejutkan masuk dalam zona merah penyebaran virus korona penyebab Covid-19, setelah sekian lama berada di zona hijau sejak pandemi ini melanda Indonesia. Satu warga Babokerong, Kecamatan Nagawutung, dinyatakan positif Covid-19 oleh Tim Penanganan Covid-19 Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) pada Sabtu (18/7/2020) lalu.
Parahnya, Lembata masuk dalam zona merah penyebaran Covid-19 pada saat pemerintah memberlakukan era new normal atau tatanan kehidupan normal baru seiring pembukaan jalur transportasi secara perlahan dari luar ke Lembata atau sebaliknya.
Kasus Positif Covid-19 di Lembata ini pun menyadarkan masyarakat Lembata yang selama ini sudah kembali beraktifitas secara normal, untuk terus menerapkan pola hidup sehat, terutama mematuhi protokol kesehatan yang ditetapkan Pemerintah. Kebijakan ketat yang diberlakukan Bupati Lembata, Eliyaser Yentji Sunur terbukti ampuh, dengan terkonfirmasinya satu pasien positif Covid-19 saat aturan penutupan jalur transportasi mulai dibuka secara perlahan.
Namun sayang, di tengah pemberlakukan era tatanan kehidupan normal baru, masih banyak warga Lembata yang tidak patuh, bahkan terkesan mengabaikan protokol kesehatan yang ditetapkan pemerintah. Di Posko Pencegahan Covid-19 Pelabuhan Laut Lewoleba misalnya. Beberapa pelaku perjalanan dari Flores Timur tidak mengenakan masker saat tiba di Lewoleba.
“Jangan anggap remeh, kalau bapak tidak pakai masker bisa membahayakan bapa dan kita yang lain. Maskernya mana?” hardik salah satu petugas posko kepada pelaku perjalanan yang tidak mengenakan masker.
Sementara itu, pelaku perjalanan lainnya yang tidak mau disebutkan namanya mengatakan, masker yang dikenakannya hilang saat dia berada di dalam penyeberangan dari Larantuka menggunakan KM Sinar Mutiara pada Senin (20/7) siang. Karena maskernya hilang, dia menggunakan handuk kecil untuk dililit pada bagian mulutnya.
Masyarakat masih mengabaikan imbauan pemerintah di tengah era new normal. Padahal jika mau belajar dari pengalaman, pasien yang terpapar Covid-19 merupakan pelaku perjalanan dari zona merah, Makasar menuju Larantuka menggunakan KM Bukit Siguntang pada Jumat (3/7) lalu, dan tiba di Lembata menggunakan Kapal Motor Cepat Batam Line Ekspres pada Sabtu (4/7).
Tidak hanya pelaku perjalanan, banyak warga Lembata juga tidak menggunakan masker di tempat umum. Wadah cuci tangan yang dianggap penting dan menjadi kebutuhan utama saat awal pandemi Covid-19, kini beralih fungsi menjadi wadah mencuci pakaian. Kesadaran warga hanya muncul berdasarkan kepanikan awal. Padahal, proses penularan dan potensi ancaman Covid-19 tidak berubah.
Selain kepatuhan terhadap protokol kesehatan, kejujuran pelaku perjalanan juga sangat dibutuhkan dalam upaya pencegahan penyebaran Covid-19 di tengah era new normal. Operator KM Lembata Karya Ekspres, Vigis Koban memiliki kekhawatiran tersendiri mengenai kejujuran setiap pelaku perjalanan dari luar NTT yang hendak masuk ke Lembata.
Apalagi saat ini sudah ada warga Lembata yang terpapar Covid-19 masuk melalui pelabuhan laut Lewoleba.
Dia berharap pemerintah dapat menerbitkan kebijakan yang mewajibkan setiap pelaku perjalanan mengantongi surat keterangan dari pemerintah asal. Selain surat keterangan hasil rapid test atau swab test, Vigis berharap pelaku perjalanan atau calon penumpang tetap harus membawa surat keterangan dari lurah atau pemerintah desa asal, bahwa satu atau dua minggu terakhir yang bersangkutan tidak pernah bepergian keluar daerah.
Sementara itu, bagi pelaku perjalanan dari dalam Provinsi NTT, maka yang bersangkutan cukup menyertakan surat keterangan tidak bepergian dari pemerintah desa atau kelurahan setempat. Untuk meminimalisir potensi penyebaran Covid-19 di Kabupaten Lembata, Vigis menganjurkan pemerintah perlu mengetatkan aturan ini. Tidak hanya itu, Vigis juga berharap ada kejujuran dari pelaku perjalanan yang hendak ke Lembata.
“Seperti beberapa pelaku perjalanan yang gunakan kapal kami, dia membawa hasil rapid. Datang dari mana? Oh saya dari Samarinda. Terus kemana? Berdikari, oh iya Kelurahan Lewoleba. Selesai,” kata Vigis.
Vigis juga meminta adanya koordinasi dan kerjasama dari Pemerintah Kabupaten Flores Timur dan Lembata untuk meminimalisir potensi penularan dan penyebaran Covid-19 di dua kabupaten bertetangga ini. Dia juga meminta semua kru operator kapal yang melayani penyeberangan Lembata – Flores Timur menjaani rapid test. “Protokol Covid-19 harus jalan. Dan kru kapal juga harus dirapid semua. Karena kami cukup terganggu,” kata Vigis.
Vigis mengatakan, pihaknya siap bekerjasama dengan pemerintah dalam upaya mendukung pencegahan penularan Covid-19, termasuk jika pemerintah membutuhkan dokumen perjalanan penumpang.
Tidak hanya operator kapal, beberapa warga di Lembata juga berharap adanya hukuman bagi masyarakat yang tidak mematuhi protokoler kesehatan selama masa new normal. “Operasi, semua harus pakai masker. Kalau tidak pakai, berikan sanksi seperti di daerah lain, push up atau sanksi yang lain,” kata Jimy Atulolon, salah seorang warga Lewoleba.
Bupati Lembata sekaligus Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kabupaten Lembata, Eliyazer Yentji Sunur menyangkan Kabupaten Lembata masuk zona merah penyebaran Covid-19. Selain beberapa kebijakan yang dikeluarkan pemerintah di era new normal, Bupati Sunur juga berharap kesadaran penuh dari masyarakat bahwa virus korona penyebab Covid-19 sangat mudah menular.
“Itulah. Sedih memang. Tingkatkan kesadaran secara personal, bahwa virus Covid-19 ini sangat berbahaya sehingga harus benar-benar sangat serius mengikuti protokol kesehatan dan jangan anggap ini hal yang biasa-biasa saja,” kata Bupati Sunur seperti yang dilansir aksinews.id. (*/red)