Riangdua – Komunitas Sahabat Penyu Riangdua (Sapurindu) kembali melepas puluhan tukik atau anak penyu di Pantai Riangdua, Kecamatan Nubatukan, Kabupaten Lembata pada Minggu (9/8/2020). Penyu-penyu ini dilepas usai menetas secara alamiah di tempat penetasan yang berada persis di bibir pantai Riangdua.
Tidak hanya anggota komunitas, beberapa pengunjung lainnya pun turut melepas tukik saat matahari mulai terbenam di ufuk barat. Beberapa pengunjung yang hadir tampak begitu menikmati pelepasan tukik ini sambil menyaksikan sunset dari pantai dengan panjang sekitar 2 kilometer ini.
Satu di antara pengunjung tersebut adalah Mea da Silva. Mea mengaku sangat menikmati proses melepas penyu ini. Rasa penasaranya selama ini terbayarkan dengan menyaksikan langsung pelepasan tukik ke laut lepas.
“Sangat menarik kebetulan saya juga baru pertama kali melihat seperti ini. Selama ini cuma dengar cerita akhirnya bisa sampai di sini dan bisa langsung lihat. Sangat luar biasa. Saya penasaran selama ini,” ungkap Mea.
Bagi Mea, apa yang disaksikannya ini memberikan hiburan tersendiri. Tidak hanya Mea, beberapa anak-anak yang turut serta dalam kegiatan ini tampak menampakan ekspresi gembira menyaksikan bayi-bayi penyu ini disapu ombak ke laut lepas.
Sebelum melepas penyu-penyu ini ke laut, para pengunjung yang hadir mendengarkan penjelasan seputar pengetahuan tentang satwa penyu oleh Koordinator Komunitas Sapurindu, Polikarpus Bala. Menurut Polikarpus, tukik ini memiliki insting yang kuat teradap habitatnya.
“Jadi kalau dia dengar suara ombak arah geraknya pasti ke situ,” ungkap Polikarpus.
Kegiatan sosialiasi ini rutin dilakukan oleh Polikarpus dan anggota komunitas kepada para pengunjung setiap kali pelepasan bayi penyu ini ke laut lepas. Polikarpus mengatakan, penyu menjadi sebuah kekayaan yang dapat menarik wisatawan ke Kabupaten Lembata.
Daripada berburu penyu, dia mengajak masyarakat untuk menjaga kelestarian penyu di Lembata. “Itu menarik untuk orang-orang suatu saat bisa datang ke kampung kita untuk melihat ini. Ternyata di sini luar biasa. Tidak usah makan penyu lagi, tidak usah berburu penyu lagi,” kata Polikarpus di hadapan para pengunjung yang hadir.
Polikarpus mengatakan, selama ini pihaknya kesulitan mengajak orang-orang untuk berhenti berburu satwa laut yang terancam punah ini. Meski demikian dia dan anggota komunitas sahabat penyu di Lembata tidak menyerah.
Berbagai cara mereka lakukan, mulai dari memberikan sosialisasi saat pelepasan tukik ke laut lepas hingga kampanye di media sosial. Dia mengungkapkan hingga saat ini masih banyak perburuan penyu di Lembata sementara kulitnya dijadikan bahan dasar untuk hiasan. “Bahkan telurnya juga masih ramai dijual,” ungkapnya.
Kisah di balik tempat penetasan penyu secara alamiah di Desa Riangdua ini tidak terlepas dari peran Ado Nunang, Ketua Komunitas Sapurindu. Ado yang dulunya merupakan pemburu penyu kini berbalik arah menjadi pelopor penyelamat penyu dari ancaman kepunahan.
Setiap malam, sejak 2016 lalu, Ado bersama relawan komunitas sahabat penyu lainnya rutin memantau penyu yang bertelur di sepanjang pantai Riangdua. Telur-telur penyu ini mereka pindahkan ke tempat penetasan alamiah di pinggir pantai. Ado mengungkapkan mereka bahkan harus beradu cepat dengan pemburu telur penyu untuk menyelamatkan telur-telur ini.
Di Lembata terdapat tiga jenis penyu yakni penyu hijau, penyu lekang dan penyu sisik. Semuanya terancam punah. Tukik ini sengaja dilepas pada sore hari untuk menghindari predator laut. “Kita lepas pada sore hari karena predatornya sangat banyak pada siang hari. Biar dia lebih aman saat kembali ke laut,” ungkapnya.
Setelah telur penyu ini menetas mereka langsung melepas ke laut pada sore harinya.
Sebelum membentuk Komunitas Sapurindu, Polikarpus dan Ado telah membentuk Komunitas Sahabat Penyu Loang (Sayang). Mereka berharap semua nelayan dan pemburu penyu di Lembata dapat masuk menjadi relawan penyelamat penyu di Kabupaten Lembata.
Polikarpus mengatakan, upaya menyelamatkan penyu-penyu ini ternyata menarik perhatian banyak orang termasuk wisatawan dalam dan luar negeri. Selama ini sekitar 15.000 ekor bayi penyu telah mereka lepas ke laut.
“Banyak wisatawan luar yang datang dan menyaksikan pelepasan penyu ini. Konsep saya nantinya kalau mereka (wisatawan) datang mereka akan menginap di rumah warga supaya ada tambahan penghasilan buat warga setempat,” pungkas Polikarpus. (*/red)
Terimakasih tulisannya…mari bersama berjuang menuju tercapainya sebuah kawasan ecowisata edukatif berbasis masyarakat