Horowura – Sejumlah warga di Desa Horowura, Kecamatan Adonara Tengah mempertanyakan proyek pembongkaran dan pengerjaan bendungan air di wilayah kebun warga Baki. Pasalnya proyek senilai Rp 900 juta ini hingga kini tidak memiliki papan informasi.
Tidak hanya itu, proyek pembongkaran dan pengerjaan bendungan irigasi ini dianggap tidak bermanfaat untuk warga Desa Horowura karena saat musim kemarau, air sungai ini mengering dan tidak sampai ke bendungan.
Jarak antara bendungan dengan titik mengeringnya air sungai sekitar 500 meter. Tidak hanya itu, bendungan lama proyek ini tampak belum rusak dan selama ini dalam kondisi baik.
“Selama ini baik-baik saja tidak ada persoalan, karena saat awal musim kemarau air mengalir dengan lancar, kalau mulai awal bulan Juli itu air sudah tidak mengalir lagi,” kata Sipri Mari, warga Desa Horowura kepada BentaraNet, Senin (24/8/2020).
Bendungan ini setelah selesai dikerjakan dianggap mubazir karena tidak akan meningkatkan manfaat dari bendungan sebelumnya yang telah dibongkar untuk masyarakat Desa Horowura.
“Karena memang begitu saja, sekarang sudah kering,” tandas Sipri.
Parahnya, pengerjaan proyek ini disinyalir tidak sesuai tempatnya yakni di Bligi. “Kalau di sini bukan Bligi, di sini Baki. Di Bligi ada bendungan satu lagi, persis di belakang waiwerang.”
Pemda Flotim dinilai tidak memiliki kajian terkait pengerjaan proyek ini. Proyek ini dianggap proyek dadakan. Sementara itu, proyek ini pun tidak masuk dalam usulan Musyawarah Rencana Pembangunan Desa (Musrembangdes) Horowura.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Flores Timur, Domi Demon membenarkan adanya proyek pembongkaran dan pengerjaan bendungan air di Bligi. Meski nama tempat proyek tersebut bukan Bligi tetapi Baki. Bendungan Bligi sendiri berada sekitar 1 KM dari Bendungan Baki ke arah Waiwerang.
Sumber dana proyek ini berasal dari APBD II Kabupaten Flores Timur yakni cadangan Dana Alokasi Khusus (DAK) senilai Rp 900 juta. “Kemarin itu kan DAK murni, tetapi ditunda karena (pandemi) Covid (19) itu,” kata Domi.
Domi menerangkan, pada Bulan Juli lalu, pihaknya menerima surat dari Kementerian Keuangan Republik Indonesia yang berisi bagi daerah yang bisa menggunakan cadangan DAK termasuk di dalamnya untuk irigasi, disyaratkan untuk melakukan kontrak kerja paling lambat pada Agustus 2020.
“Jadi kami waktu itu sempat tertunda tapi karena diberikan kelonggaran itu sehingga kita proses dan sudah kontrak di tanggal 20 atau 21 Juli,” kata Domi.
Proyek yang dikerjakan CV Handayani ini memiliki masa kontrak 120 hari kerja. Terkait papan nama, Domi mengatakan dirinya akan menyampaikan ke pihak kontraktor untuk segera memasangnya. “Nanti saya sampaikan dulu ke rekanan untuk supaya bisa segera pasang papan nama itu,” terangnya.
Meski manfaatnya hanya untuk tiga pemilik lahan, Domi mengatakan pada tahun 2021 yang akan datang, pihaknya akan melakukan penambahan jaringan untuk memperluas daerah irigasi. Domi tidak menerangkan lebih lanjut maksud perluasan daerah irigasi ini.
“Sehingga kita pikir bendungannya harus ditata rehab kembali sehingga volumenya suplai airnya lebih bagus kalau kita ikut pengembangan,” ungkap Domi.
Meski demikian, pengerjaan proyek ini dinilai tidak akan bermanfaat karena air di sungai ini mengering saat musim kemarau. Saat ini di pertengahan musim kemarau, air di kali ini sudah mengering sebelum tiba di bendungan.
Informasi yang dihimpun BentaraNet, proyek ini dikerjakan kontraktor yang hingga kini tak kunjung menyelesaikan pengerjaan jaringan pipa air Ile Boleng. Proyek pipa air Ile Boleng mangkrak hingga saat ini karena terkendala jalur ekstrim dari sumber mata air di Wilayah Horowura, Adonara Tengah. (*/red)