SoE – Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BP3TKI) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) mencatat, sebanyak 119 pekerja migran asal NTT meninggal dunia berdasarkan peti jenazah yang dikirim dari luar Negeri ke Kupang selama 2019.
“Jumlah PMI yang meninggal tersebut meningkat dibanding tahun 2018 yang hanya mencatat 115 jenazah,” kata Kepala BP3TKI Provinsi NTT Siwi, dilansir dari kupang.antaranews.com.
Sementara untuk tahun 2020, dengan bulan Juni, tercatat 27 PMI meninggal dunia di tempat kerja. Dilansir dari liputan6.com, hanya 1 dari 27 PMI itu yang terdaftar secara resmi, sementara 26 orang berangkat secara ilegal.
Sebagai upaya mencegah masyarakat di Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) dan Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) untuk bekerja diluar Negeri, Yayasan Plan Internasional Indonesia (YPII) mengajak masyarakat terutama kaum perempuan usia kerja menjadi petani pengusaha.
Program pemberdayaan bertajuk ‘Green Skills’ itu menyasar kaum muda perempuan sebagai salah satu upaya kesetaraan gender. “Sasaran kita itu 80 persen untuk anak muda perempuan dan 20 persen kita sediakan untuk anak muda laki-laki,” ujar Muhammad Thamrin, Program Implementation Area Manager-Timor kepada bentaraNet, Kamis (5/11/2020).
Hal itu sebagai upaya mencegah bertambahnya jumlah pekerja migran, yang kemudian berangkat tanpa kejelasan atau ilegal.
“Kenapa perempuan, karena banyak kaum muda perempuan yang kesulitan mendapatkan pekerjaan di sini lalu bermigrasi kemana-mana dan itu banyak yang ilegal,” lanjut Thamrin.
Green Skills merupakan program pertanian ramah lingkungan berkelanjutan yang sudah dilakukan oleh Plan sejak tahun 2015 dengan melibatkan kaum muda usia produktif.
“Kita turun sosialisasi, kita tidak sebut Green Skills sebagai program. Kita sampaikan siapa yang mau berbisnis. Kita beberkan perhitungan untung ruginya dan akhirnya kita mampu menarik minat anak muda untuk menjadi petani pengusaha,” jelas Thamrin.
Hasil analisis yang dilakukan oleh Plan menunjukkan, iklim di TTS sangat cocok untuk pertanian holtikultura. Untuk itu, Plan mendorong agar potensi ini dapat dimanfaatkan oleh kaum muda di TTS.
“Pasar sayur-sayuran di NTT ini sangat luas. Di lokal saja, sudah bisa terserap semua. Dan itu keuntungannya bisa Rp 10 juta sampai Rp 30 juta,” jelasnya.
Selain membuka lapangan pekerjaan baru untuk meningkatkan ekonomi kaum muda perempuan, program ini juga sebagai upaya mendorong kesetaraan gender. Melalui Green Skills, diharapkan kaum muda perempuan memiliki kapasitas sehingga pendapat mereka bisa didengar di tengah masyarakat.
“Memang caranya panjang (untuk mencapai kesetaraan gender). Selama ini kita bilang perempuan harus begini, harus begitu. Kita harus tingkatkan kapasitas mereka, sehingga apa yang mereka sampaikan bisa didengar,” ujarnya.
Dari program Green Skills ini, akan dibentuk 100 kelompok tani. Para petani yang tergabung dalam Project ini akan diajarkan, tidak hanya memproduksi sayur-sayuran saja, namun akan dilatih untuk memahami kebutuhan pasar.
“Mereka kita akan bina sampai mendapatkan izin usaha, sehingga bisa melakukan peminjaman modal di bank,” jelas Coordinator Project Green Skills, Albert Amtiran.
Saat ini, di Kabupaten TTU sudah ada 7 kelompok yang memiliki izin usaha dan sudah melakukan pinjaman modal di Bank. Sementara di Kabupaten TTS ada 2 kelompok yang sudah memiliki izin usaha.
Kelompok tani yang saat ini dibina di 2 Kabupaten ini sebanyak 41 kelompok yang merupakan hasil dari Green Skills tahap 1 pada tahun 2019. Kelompok usaha itu ternyata mampu menghasilkan laba sampai puluhan juta.
Melihat kondisi itu, Plan berupaya memberikan bekal tambahan kepada peserta green skills tahap pertama yang selanjutnya disebut sebagai Green Skills 2.0.
Pembekalan itu dikemas dalam kegiatan “Training of Trainers (ToT) Green Skills 2.0”. Dalam ToT ini, Plan bekerja sama dengan Kinara untuk melatih anggota Komite Green Skills untuk nantinya mereka menjadi fasilitator bagi Anggota kelompok yang telah terbentuk.
ToT Green Skills ini melibatkan Dinas Pertanian, Pendamping Desa mulai dari tingkat Kabupaten sampai Kecamatan, Komunitas disabilitas serta kaum muda perempuan.
“Selama ini kita berkerja untuk tujuan yang sama tapi kita masih jalan sendiri-sendiri. Ini yang membuat kita harus berkolaborasi,” kata Albert.
Lidya Kemala, Project Manager Kinara yang bekerja sama dengan Plan untuk melatih fasilitator Green Skills mengatakan, selama 3 hari pihaknya memberikan pelatihan tentang bagaimana memasarkan hasil pertanian, bagaimana memahami kebutuhan pasar dan bagaimana mendapatkan modal dari para pemodal.
“Kita harapannya petani bukan hanya berjualan tapi kedepannya bisa ngembangun (usahanya), oh pasar butuh saos juga nih. Saya tanam tomat, oke saya buat jadi saos. Jadi mereka cari tahu sendiri pasar butuh apa dan bisa ngembangun sesuai kebutuhan pasar,” jelas Lidya.