Kupang – Kelompok rentan, termasuk lansia dan penyandang disabilitas di Nusa Tenggara Timur, menjadi yang paling terdampak krisis iklim.
Efek krisis, seperti hujan lebat maupun kekeringan yang berkepanjangan, dapat menghambat kehidupan kelompok, termasuk dalam mengakses toilet, air bersih, maupun sanitasi yang aman.
Oleh karena itu, Yayasan Plan International Indonesia (Plan Indonesia) bersama Pemerintah Kota Kupang dan Pemerintah Kabupaten Manggarai meluncurkan kampanye kolaboratif bertajuk “STBM-GESI yang Berketahanan Iklim”1 di Kota Kupang, NTT, pada Selasa, 28 Maret 2023.
Kegiatan ini merupakan bagian dari Water for Woman (WfW), program Plan Indonesia yang sebelumnya telah dilaksanakan di Kabupaten Manggarai, NTT, sejak 2018.
“Dalam menghadapi krisis iklim, perencanaan pembangunan air, sanitasi, dan kebersihan harus mempertimbangkan inklusivitas dan ketangguhan masyarakat. Tujuannya, agar layanan air, sanitasi, dan kebersihan (WASH) dapat diakses secara berkelanjutan dan menjangkau semua pihak.
“Maka, pembangunan akses air dan sanitasi yang aman merupakan langkah lanjutan yang tepat,” ujar Samuel Apsalon Niap, Manajer Area Program Plan Indonesia dalam rilis yang diterima BentaraNet.
Sebelumnya, sejak 2018, Plan Indonesia mendukung Pemerintah Kabupaten Manggarai, dalam mendorong perubahan perilaku masyarakat melalui program tersebut.
Setelah mengantarkan Kabupaten Manggarai mencapai 100% bebas BAB sembarangan, kini WfW masuk ke Kota Kupang dengan target pembentukan STBM-GESI yang berketahanan iklim.
Implementasi program ini akan dimulai dengan mendorong akselerasi pencapaian pilar kedua STBM di Kota Kupang, yaitu 100% fasilitas Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS).
Walikota Kupang, George Melkianus Hadjoh menyatakan bahwa meski baru saja mendeklarasikan Pilar 1 STBM (100% bebas dari Buang Air Besar Sembarangan), Pemerintah Kota Kupang siap untuk berkomitmen mendorong pembangunan STBM-GESI yang berketahanan iklim.
“Capaian yang diinginkan dari STBM-GESI adalah peningkatan pembangunan akses sanitasi yang dapat menjamin partisipasi semua kelompok, termasuk perempuan dan penyandang disabilitas, guna menjamin hak asasi manusia,” ujar George.
Ia juga mengatakan, Pemerintah Kota Kupang berkolaborasi dengan berbagai lembaga dan akademisi, termasuk Plan Indonesia, untuk mengedukasi masyarakat melakukan pemilahan sampah di tingkat rumah tangga untuk memitigasi dampak krisis iklim.
Sementara itu, Perwakilan Ketua Pokja Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (AMPL) Provinsi NTT, Taurussanty Padang, selaku Kepala Bidang Penelitian dan
Pengembangan Bappelitbangda Provinsi NTT, menyampaikan salah satu tantangan
terbesar yang dihadapi, yaitu sistem dan proporsi penganggaran Pemerintah.
Menurutnya, proporsi penganggaran terkait dengan AMPL masih harus dikaji secara adil dan merata.
“Selain dukungan kebijakan dan anggaran, serangkaian strategi implementasi perlu
diperhatikan guna menata arah kebijakan yang mampu menjembatani semua kepentingan, termasuk memperhatikan aspek-aspek GESI, seperti terjaminnya keselamatan, kemudahan, kegunaan dan kemandirian bagi perempuan, anak, dan orang dengan disabilitas,” kata Taurussanty.
Dr. Anas Ma’ruf, MKM, Direktur Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan, ikut menanggapi pentingnya strategi kolaboratif untuk mewujudkan STBM-GESI yang berketahanan iklim dan penganggarannya.
Menurutnya, tak hanya pemerintah, lembaga lain, termasuk lembaga swadaya masyarakat, juga dapat mengakselerasi pencapaian target ini.
“Semuanya memiliki peran. Jadi, (sekarang adalah) bagaimana peta jalan dan strategi masing-masing bisa dikolaborasikan menjadi satu langkah yang konkret menuju sanitasi untuk semua di tahun 2030 nanti. Kita perlu mewujudkan akses air dan sanitasi yang tanpa terkecuali, termasuk bagi anak, perempuan, lansia, dan orang dengan disabilitas,” tambah Anas.
Setelah peluncuran kampanye ‘STBM-GESI Berketahanan Iklim’, Plan Indonesia akan bekerja sama dengan pemangku kepentingan setempat untuk mendorong pembangunan fasilitas WASH yang inklusif dan tangguh terhadap krisis iklim, termasuk di wilayah Kota Kupang.