LEMBATA – Para Local Champion (LC) dari lima desa di Lembata yang selama ini menjalankan tradisi Muro, mulai merencanakan aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim berdasarkan kearifan lokal di desa mereka.
Lima desa tersebut yakni Lamawolo, Lamatokan di Kecamatan Ile Ape Timur, Tapobaran dan Dikesare di Kecamatan Lebatukan dan Desa Kolontobo di Kecamatan Ile Ape.
Selain para LC, kegiatan yang dilaksanakan di aula Moting Ema Maria LSM Barakat, Lewoleba, Jumat (14/02/2025) ini juga dihadiri perwakilan pemerintah dari lima desa ini.
Penguatan aksi komunitas dalam menghadapi perubahan iklim dengan pendekatan pembangunan kapasitas dan memperkuat aksi kolektif para LC di tingkat desa ini, merupakan implementasi dari Program Amplifying Voices for Just Climate Actions yang didukung oleh Yayasan Humanis dan Inovasi Sosial (HIVOS – Indonesia) bekerjasama dengan LSM Barakat.
Direktur LSM Barakat, Benediktus Bedil menekankan lima desa Muro ini memiliki modal besar kearifan lokal di dalam menjalankan aksi-aksi perubahan iklim. Hanya saja, ia menekankan penguatan kapasitas para LC ini harus menjadi prioritas utama di dalam tahap awal implementasi.
“Kita ingin melihat kembali rencana yang kita buat, apa kita lalukan atau tidak. Saya ingin mengajak kita semua untuk bermimpi menjadi Local Champion dan ini ruang yang baik untuk membiacarakan proyeksi tantangan yang akan dihadapi di lapangan itu seperti apa,” kata Benediktus saat membuka kegiatan ini.
Benediktus menjelaskan kegiatan ini bertujuam mengidentifikasi tantangan yang dihadapi dalam implementasi rencana tindak lanjut dan merumuskan solusi yang tepat di dalam memastika Muro berjalan dengan baik di lima desa ini.
Tidak hanya itu, pertemuan ini juga menjadi bagian dari upaya untuk membangun strategi komunikasi dan advokasi untuk memastikan masyarakat dan pemangku kepentingan terlibat aktif dalam aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.
Kegiatan ini merupakan langkah strategis dalam memperkuat aksi kolektif LC dalam menghadapi tantangan perubahan iklim di tingkat desa. Dengan dukungan dari berbagai pihak, diharapkan implementasi rencana tindak lanjut (RTL) dapat berjalan dengan baik dan memberikan dampak positif bagi lingkungan serta masyarakat setempat.
Para LC ini diharapkan bisa menjadi garda terdepan di desa mereka masing-masing, menemukan solusi untuk setiap masalah, dan memastikan implementasi tradisi Muro berjalan dengan baik.
Hal ini perlu dilakukan, mengingat lima desa ini menghadapi tantangan yang sama di dalam implementasi Muro. Satu di antaranya adalah banyak masyarakat yang belum paham sepenuhnya akan dampak positif Muro terhadap upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.
“Kami LC sudah memberikan pemahamam yang baik saat sama-sama turun ke laut, karena memang ada masyarakat yang tidak mengetahui keberadaan Muro itu sendiri. Karena biasanya terjadi salah paham kalau kita tutup zona tertentu, di wisata Kuliner Lewolein kan orang jual ketupat, harus ada ikan. Kalau Muro tutup kita dapat ikan bagaimana?” ujar Vian Ikun, LC Desa Dikesare.
Meski demikian, Vian mengatakan bahwa masalah ini bisa mereka atasi melalui berbagai pendekatan termasuk disksusi di tingkat desa
“Dan beruntung kami sudah diskusikan bersama masyarakat dan pemerintah desa sehingga sekarang sudah lebih mudah untuk kita implementasikan Muro,” kata Vian.
Tradisi Muro di Lembata merupakan praktik adat yang dilakukan oleh masyarakat di pesisir Ile Ape dan Lebatukan dalam menangkap ikan secara berkelanjutan.
Tradisi ini dikaitkan dengan konservasi lingkungan dan aksi perubahan iklim karena mengandung nilai-nilai kearifan lokal dalam menjaga keseimbangan ekosistem laut.
Dalam praktiknya, aturan adat membatasi penangkapan ikan pada zona tertentu dalam kurun waktu tertentu. Pelanggar aturan ini akan mendapatkan sanksi adat yang berlaku di masing-masing lima desa ini.
LSM Barakat bersama Yayasan Humanis dan Inovasi Sosial (HIVOS – Indonesia) melalui program Amplifying Voices for Just Climate Actions berupaya mendorong tradisi ini tetap hidup karena bertalian dengan pemanfaatan sumber daya alam secara berlanjutan di tengah ancaman perubahan iklim yang semakin masif. (BN/001)