Lewoleba – Keluarga korban protes pasal yang disangkakan kepada pelaku, menjelang gelar perkara untuk penetapan tersangka kasus pengeroyokan ODGJ yang diduga dilakukan oleh puluhan anggota polisi aktif yang bertugas di Polres Lembata.
Paman korban, Blasius Yosep L. Tolok, S.H, M.Si menduga bahwa pasal sangkaan yang tertuang dalam Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) yakin pasal 170 ayat 1, Subsider 351 ayat 1 junto 55 ayat 1, pasal 64 ayat 1 merupakan sangkaan pasal yang tidak tepat dan terkesan disangakakan oleh Polres Lembata.
“Kami menduga penerapan pasal ini merupakan skenario untuk meringankan pelaku dari tuntutan pasal primer,” ungkap Blasius.
Sebab, pasal 170 ayat 1 ayat menjelaskan kekerasan secara umum. Pasal ini digunakan untuk bentuk semua kekerasan yang bersifat umum, baik kekerasan verbal, fisik dan psikis yang ancaman hukumannya 5 tahun 6 bulan.
“Kita cubit orang saja bisa pekai pasal ini. Sedangkan korban ini mengalami kekerasan yang menimbulkan luka sehingga pasal yang harus digunakan adalah 170 ayat 2 huruf 1e dengan ancaman 7 tahun,” ungkap Blasius.
Lanjut Blasius, lalu subsider yang disangkakan adalah 351 yang berisi penganiayaan ringan. Menurut Blasius, penerapan pasal ini sangat aneh sebab 170 itu pasal yang cukup berat hukumannya, kenapa subsidernya 351 yang adalah penganiayaan ringan.
Berdasarkan keterangan saksi, peristiwa pengeroyokan terhadap Yosef Kafaso Bala Lata Lejap alias Balbo ini didahului dengan perencanaan yang matang.
“Keterangan-keterangan saksi itu mengarah pada pengeroyokan yang dilakukan oleh puluhan terduga oknum polisi. Mereka kumpul di Sunrise, mereka cari Balbo, orang bilang dia tidak waras mereka tetap keroyok dia, orang bilang jangan pukul Balbo, mereka bilang mereka anggota,” ungkap Blasius.
Dari rentetan peristiwa ini maka harusnya pasal yang disangkakan itu 170 ayat 2 dengan ancaman 7 tahun dan Subsider 353 ayat 1 yaitu penganiayaan yang didahului dengan sebuah perencanaan dengan ancaman hukuman 4 tahun penjara.
Upaya menerapkan pasal yang tidak sesuai ini membuat kami keluarga menduga bahwa ini merupakan langka lanjutan Kapolres untuk melindungi puluhan anggotanya yang diduga sebagai pelaku.
“Terkesan bahwa Polres Lembata tidak serius untuk mempertahankan dalil 170 secara tegas karena subsidernya 351,” ungkap Blasius.
Lanjut Blasius, pasal 170 ini pun bisa batal di pengadilan jika penyidik tidak bisa atau dengan sengaja tidak membuktikan unsur-unsurnya, secara tajam dan mendalam agar tidak menjadi celah pada saat pembuktian di pengadilan.
“Bila tidak terbukti, maka pasal 351 ayat 1 akan menjadi pasal yang digunakan untuk memvonis para pelaku. Dan hal itu tentu sangat menyakitkan kami sebagai pihak keluarga dari korban,” ungkap Blasius.
Lebih lanjut, Blasius mengatakan bahwa pihak penyidik harus melengkapi dan mendalami unsur-unsur dari pasal 170 ayat 2 angka 1e. Walaupun unsur-unsur dilakukan secara bersama-sama, dilakukan di depan umum, melakukan kekerasan terhadap orang dan barang.
Namun bila mengabaikan atau lalai mendalami unsur utama dari pasal 170, yakni “adanya niat” untuk mengganggu ketertiban umum, maka pasal 170 ayat 2 angka 1e, akan gugur saat pembuktian di pengadilan.
Sehingga, penyidik harus mendalami lagi kesaksian dari para saksi, bahwa tindakan para tersangka di TKP 2 dan TKP 3, memang sudah punya niat untuk membuat keonaran dan ketidaknyamanan di lingkungan masyarakat atau mengganggu keamanan dan ketertiban umum.
Unsur ini yang harus digali dan dipertajam agar tidak menjadi cela untuk meloloskan para tersangka saat pembuktian di pengadilan nanti. Salah satu saksi yakni Adrianus Yansen Bala Ledjab yang merupakan RT belum diperiksa sampai saat ini.
“Harusnya RT diperiksa karena RT juga bertanggung jawab soal ketertiban umum. Sedangkan pelaku setidak-tidaknya tahu bahwa tindakan mereka mengganggu ketertiban umum,” ungkap Blasius.
Rencananya gelar perkara akan dilangsungkan pada Jumat (20/01/2023) di Polres Lembata.