Empat rumah mungil sederhana untuk hunian sementara (huntara) berjejer rapi tepat di pinggir jalan menuju wilayah tanjung, Kecamatan Ile Ape, Kabupaten Lembata. Rumah-rumah ini hanya berjarak sekitar 500 meter dari perumahan translok yang sedang dibangun pemerintah untuk penyintas banjir bandang dan longsor awal April lalu.
Rumah-rumah ini tampak sederhana namun cukup untuk menampung tiap keluarga pengungsi yang berasal dari Desa Amakaka, Kecamatan Ile Ape. Aktifitas di huntara yang dibangun relawan Komunitas Taman Daun ini juga tampak seperti kebanyakan yang ditemui di kampung-kampung.
Ibu-ibu memasak dan ada pula yang memetik sayur. Beberapa laki-laki sibuk membersihkan halaman rumah yang baru dibangun itu dari ilalang liar yang tumbuh di sekitarnya. Koordinator Relawan Taman Daun, John S J Batafor bersama beberapa relawan Taman Daun lainnya, tampak sedang menyiram halaman rumah dengan air yang baru diangkut menggunakan mobil tangki.
Halaman rumah ini harus disiram untuk mengurangi polusi debu khas wilayah Ile Ape yang terkenal dengan lahan keringnya yang cukup ekstrim. Rumah-rumah yang dibangun ini dilengkapi dengan solar cell. “Cukup untuk penerangan pada malam hari dan cas batrei handphone,” ujar salah seorang penghuni rumah huntara ini.
Menariknya, di sebelah barat deretan rumah-rumah ini, terdapat sebuah taman baca yang selalu dikerubuni anak-anak pengungsi. Mereka selalu aktif membongkar bangkir buku yang berada di rak lalu membacanya. Sesekali mereka menggonta-ganti buku yang dibaca, entah karena bosan atau lebih tertarik dengan buku yang lain.
Bagai pelangi sehabis hujan, taman baca ini memberikan ragam warna kehidupan masyarakat korban banjir bandang dan longsor di lokasi pengungsian. Selain menambah ilmu pengetahuan, masyarakat pasti punya banyak pilihan untuk melakukan aktifitas sehari-hari, setelah dua bulan lebih aktifitas mereka terhenti akibat bencana maha dahsyat itu.
Buku-buku yang disediakan di taman baca ini berasal dari markas Taman Daun, Bluwa, Kelurahan Lewoleba Barat. Selain bergerak untuk urusan sosial sejak bencana erupsi Ile Lewotolok pada akhir November 2020 lalu dan banjir bandang pada awal April 2021, Taman Daun selama ini juga mendirikan taman baca di hampir semua desa di Kabupaten Lembata.
Pius Gelang Sabaleku, salah seorang penyintas asal desa Amakaka, mengatakan, Relawan Komunitas Taman Daun, sejak awal erupsi hingga bencana banjir bandang dan longsor, sangat memahami kebutuhan mendasar para pengungsi. Apa yang dipikirkan Taman Daun selalu berkaitan dengan kebutuhan masyarakat pasca bencana.
“Puji Tuhan. Yang paling sederhana ama e, Taman Daun bisa kasih makan saya punya babi saat erupsi (Gunung Api Ile Lewotolok), lalu kami kenal di situ akhirnya bangunlah rumah-rumah di sini,” kata Pius saat rombongan wartawan berkunjung ke lokasi ini, Jumat, 18 Juni 2021 sore.
Dia mengaku, bantuan dari Taman Daun mulai dari sembako, rumah, penerangan hingga taman baca, membuat dia dan para penyintas lainnya merasa lebih lega. Menurut Pius, relawan komunitas Taman Daun benar-benar memahami kesulitan yang mereka hadapi selama berada di pengungsian.
“Kalau untuk makan mungkin saya bisa makan jagung atau pisang, tapi yang saya sulit itu rumah, air dan lampu (penerangan),” ungkap Pius.
Hari itu, pendiri Taman Daun, Goris Batafor baru saja mendeteksi posisi air tanah di sekitar huntara yang dibangun Taman Daun. Untuk memenuhi kebutuhan para penyintas di sekitar lokasi ini, Taman Daun hingga saat ini mulai menggali sumur.
Pria yang akrab disapa Oly ini baru saja meninggalkan lokasi huntara beberapa saat setelah rombongan wartawan tiba di lokasi ini. Pria murah hati ini tidak hanya punya dedikasi yang tinggi untuk kehidupan sosial masyarakat. Oly juga punya keahlian khusus untuk mendeteksi posisi air tanah yang pas untuk sumur galian.
Koordinator Relawan Taman Daun, John S J Batafor mengatakan, Taman Daun telah mendirikan 51 unit rumah hunian sementara (huntara) dari total 100 unit rumah yang didirikan untuk penyintas bencana alam banjir dan longsor.
Dia menambahkan, relawan ingin semua penyintas tanpa kecuali bisa mendapat bantuan hunian sementara dari Taman Daun.
“Taman Daun tidak membedakan mana korban parah dan tidak parah. Semua sama saja. Karena semua tetap direlokasi. Kita mau bantu semua tanpa terkecuali karena mereka harus pindah,” ujar John. Oleh sebab itu, relawan Taman Daun kemungkinan bisa mendirikan lebih dari 100 unit.
Tak hanya mendirikan hunian sementara, Taman Daun juga akan memberdayakan masyarakat dengan beberapa program seperti membantu masyarakat dengan kios, alat tenun dan alat-alat kerja.
“Kita tidak bangun rumah dan lepas tapi kita ikuti terus dalam pemberdayaan,” tandasnya.
Sampai saat ini, tambahnya, kebanyakan penyintas yang tinggal di pengungsian masih membutuhkan listrik dan air.
Perihal taman baca, John berujar anak-anak tinggal di pondok-pondok kebun dan tidak punya akses pendidikan yang jauh dan memadai. Taman baca ini didirikan di empat kompleks perumahan hunian sementara yang dibangun relawan Taman Daun yakni di Duliwoho, Lagadop, Balealen dan areal dekat Waesesa.
“Di sini sama sekali tidak ada akses pendidikan untuk anak sekolah jadi kita buka ada taman baca,” ujar John. (Red)