Lewoleba – Suku Kowalolong dalam masyarakat adat Lewoeleng di Kecamatan Lebatukan, Kabupaten Lembata menempuh jalur hukum demi pertahankan tanah adat mereka.
Mereka melayangkan gugatan ke Pengadilan Negeri Lembata terhadap empat orang masing-masing atas nama Yosep Moi, Alfons Saga, Laurensius Waleng dan Ranokarno Semuki.
Kempatnya saat ini sedang menempati tanah adat suku Kowalolong, masyarakat adat Lewoeleng tanpa seizin dan tanpa pelepasan hak terlebih dahulu oleh suku Kowalolong, masyarakat adat Lewoeleng.
Gugatan tersebut terdaftar di Pengadilan Negeri Lembata pada Selasa, 24 Mei 2022 dalam perkara Nomor 14/ Pdt.G/2022/PN.LBT.
Kuasa hukum suku Kowalolong, Emanuel Belida Wahon mengatakan bahwa kliennya merupakan bagian dari suku Kowalolong masyarakat adat Lewoeleng yang merupakan salah satu dari suku asli di masyarakat adat Lewoeleng.
“Menurut klien kami, masyarakat adat Lewoeleng terdiri dari beberapa suku asli. Masyarakat adat Lewoeleng selain memiliki simbol-simbol adat, memiliki tanah adat, juga memiliki tempat pemujaan kepada leluhur, sebagai ciri eksistensi masyarakat adatnya,” kata pria yang akrab disapa Nandes ini.
Eksistensi masyarakat adat Lewoeleng ini, lanjut Nandes, masih tetap terjaga hingga kini. Karena eksistensi masyarakat adat ini masih tetap ada, maka menurutnya harus dihargai oleh semua pihak.
Menurut Nandes, hak-hak masyarakat adat dilindungi konstitusi negara (Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945) dan juga Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Pokok-pokok Agraria serta ketentuan-ketentuan lain yang mengatur khusus tentang hal itu.
Pengacara lainnya, Juprians Lamabelawa mengatakan, langkah yang diambil suku Kowalolong masyarakat adat Lewoeleng untuk menyelesaikan persoalan tanah adatnya ke Pengadilan Negeri Lembata, merupakan upaya hukum untuk menjaga dan melindungi tanah adat mereka agar tidak diambil oleh pihak manapun dengan menabrak hukum.
“Jika tanah adat terancam diambil alih dengan berbagai modus operandi, maka akan berdampak pula kepada eksistensi masyarakat adat itu sendiri,” jelasnya.
Juprians menambahkan, bagi suku Kowalolong, tanah adat adalah harga diri, tanah adat adalah pusaka yang ditinggalkan leluhur untuk dijaga, dilindungi dan dimana perlu dapat dimanfaatkan untuk kepentingan keberlangsungan hidup masyarakat atas seizin dan sepengetahuan Suku Kowalolong masyarakat Adat Lewoeleng.
Hingga berita ini diterbitkan, keempat tergugat imi belum berhasil dihubungi BentaraNet. ***