Lewoleba – Komisi III DPRD Lembata dan Dinas Pemuda, Olahraga dan Kebudayaan Kabupaten Lembata telah melakukan rapat bersama di Kantor DPRD Lembata membahas acara Eksplor Budaya Lembata, Senin (17/1/2022).
Acara Eksplor Budaya Lembata yang sebelumnya dinamakan Sare Dame sempat menuai polemik dan jadi perdebatan di gedung legislatif hingga ramai jadi buah diskusi media sosial.
Anggota DPRD Lembata Petrus Bala Wukak (PBW) menganggap acara eksplor budaya di 10 tempat di Lembata ini masih bermasalah.
Dia menanyakan motivasi dasar seremonial adat itu harus dilakukan dan siapa yang melegitimasi masyarakat adat di 10 tempat untuk melakukan seremonial adat.
“Dan siapa mereka itu?”
Orang Lamaholot, kata dia, selalu berkeyakinan bahwa mantera atau doa-doa dalam ritual Itu sakral atau keramat, dan punya daya magis tinggi.
Dia mengingatkan, ritual atau seremonial yang dibuat dengan motivasi yang salah bisa membawa konsekuensi fatal.
“Bisa makan korban kalau salah orang, salah omong, salah tujuan kemudian yang melakukan hati tidak ikhlas dan pihak sebelah juga tidak ikhlas,” katanya, Selasa, 18 Januari 2022.
Menurutnya, ritual adat adalah tindakan sadar setelah ada realitas sosial yang kacau karena tindakan menyimpang antara manusia terhadap manusia dan manusia terhadap alam sekitarnya.
“Ritual yang berisi kata said, keramat itu tidak bisa dibuat tanpa sebab yang telah diketahui atau dilihat dalam mimpi oleh ata molan atau dukun,” kata politisi Partai Golkar ini.
“Maka ada keyakinan kita bahwa arwah leluhur akan bangun dan bertanya, ‘apa maksud saya dihadirkan atau dibangunkan’. Kalau ada masalah yang jelas maka mantra dari ritual itu bisa dia dengar dan punya kekuatan mengeksekusi berisi “orang gelap” tapi kalau masalah tidak jelas maka harus ada tumbal, itulah kenapa ritual adat tidak bisa sembarang dibuat dan tidak bisa diintervensi oleh pemerintah,” tambahnya.
Dengan alasan ini, Bala Wukak menyatakan menolak niat pemerintah menggelar acara Eksplor Lembata oleh pemerintah daerah melalui Dinas Pemuda, Olahraga dan Kebudayaan.
“Karena seremoni di 10 titik ini rawan terjadi konflik sosial dan kita harus mengingatkan kekuasaan agar jangan mengintervensi terlalu jauh adat masyarakat yang dipandang sakral dan masih ada sampai saat ini,” pungkas Bala Wukak. (Red)