SoE – Terik matahari tidak menyurutkan semangat para siswa SMK Kristen Fautmolo untuk mempersiapkan diri dalam mengikuti lomba Kamp Kreatif SMK Indonesia (KKSI) tahun 2020.
KKSI merupakan program pembelajaran online atau daring bagi siswa SMK di seluruh Indonesia untuk mencetak generasi-generasi yang unggul.
Meski sinyal sulit di lokasi sekolah, para siswa tidak menyerah pada kondisi itu. Didampingi para guru, mereka berjalan kaki mencari sinyal untuk bisa mengikuti materi lomba yang disajikan melalui webinar.
Di lokasi sekolah, sinyal Telkomsel tidak ada sama sekali. Hal itu memaksa siswa harus mencari sinyal sampai di atas bukit. Mereka selalu berpindah-pindah agar bisa mendapatkan sinyal yang mendukung mereka untuk mengikuti pemaparan materi.
“Kami datang kesini cari sinyal untuk ikut kegiatan webinar. Kemarin kami terlambat ikut pembukaan kegiatan kami karena sinyal tidak ada,” ujar Krismawati Bani salah satu siswa peserta webinar, Selasa (6/10/2020).
Wati sapaan akrabnya bersama kedua teman lainnya, Putri Ayu Natun dan Yuleta Penu berpartisipasi pada topik pembelajaran ‘Sabun antiseptik herbal’.
Selain itu, ada tiga topik pembelajaran lainnya yang diikuti oleh SMK Kristen Fautmolo yakni Internet of Thing (IoT), Diverifikasi Tren Jajanan Pasar Berbasis Umbi-umbian Lokal serta SMK Pagelaran Sendratari.
“Satu minggu ada 2 kali webinar selama bulan Oktober ini,” kata Wati.
Seusai mengikuti webinar selama sebulan, para siswa akan membuat produk dari masing-masing topik pembelajaran.
“Produk itu yang akan dilombakan di tingkat nasional,” jelas Nifron Fallo, S. Kom, Kepala SMK Kristen Fautmolo.
Lanjut Nifron, semua proses menghasilkan produk akan dirangkum dalam sebuah video yang nantinya akan dikirim untuk dinilai.
“Semua proses mulai pengumpulan bahan, langkah pembuatan produk hingga selesai akan dibuatkan video dan dikirim ke pusat untuk dinilai,” ujar Nifron.
Nifron mengeluhkan kesulitan yang dihadapi para siswa peserta lomba dalam menyerap materi yang disampaikan dalam webinar.
“Kendala yang kami hadapi adalah di lokasi sekolah tidak bisa mengakses sinyal Telkomsel, jadi siswa harus naik ke atas bukit dan berpindah-pindah tempat,” keluh Nifron.
Meski harus melalui perjuangan panjang untuk mendapatkan sinyal, Nifron mengakui, semangat siswa untuk mengikuti perlombaan sangat tinggi sebab ini merupakan perdana SMK Kristen Fautmolo mengikuti KKSI.
“Kalau dari siswa sendiri, mereka antusias, semangat karena dalam masa pandemi Covid-19 sekarang daripada mereka hanya di rumah, dengan adanya lomba seperti ini anak-anak bisa belajar,” jelas Nifron.
Ketiadaan sinyal, kata Nifron, tidak harus mematikan semangat belajar para siswa. Dengan prestasi yang pernah diraih sekolah seperti juara pertama lomba tarian daerah NTT, pada Festival SMA/SMK Swasta se-NTT, Ia tetap mendukung dan menyemangati para siswa untuk terus mengikuti semua paparan materi melalui webinar sehingga saat pembuatan produk dapat berjalan dengan baik.
Ia sendiri yakin, hambatan itu dapat dilewati oleh para siswa dengan baik meski harus banyak berkorban. Ia tetap meyakinkan para siswa dan guru pendamping untuk terus berjuang. Ia yakin, ada banyak hal baru yang akan didapatkan oleh siswa dan guru dan akan menjadi pengalaman bagi mereka.
“Tetap semangat mengikuti kegiatan-kegiatan pemaparan materi dari pusat melalui webinar agar materi-materi dapat diikuti dengan baik,” harapnya.
Pemerintah Jangan Menutup Mata
Ketiadaan sinyal menjadi penghalang utama bagi siswa di pedesaan dalam mengakses materi-materi pembelajaran di internet.
Nifron sendiri pernah mendatangi kantor GRaPARI di Kupang, meminta agar ada penguatan sinyal Telkomsel di Desa Kaeneno.
Pihak GRaPARI saat itu berjanji untuk meninjau lokasi untuk bisa dipasangkan tower ataupun penguatan sinyal pada tower terdekat. Namun sampai hari ini, janji itu belum pernah terealisasi.
“Saya minta bagaimana solusinya agar siswa dan guru bisa mengakses internet atau menelpon keluar atau jaringan Telkomsel bisa diakses di sekolah,” kata Nifron.
Sampai saat ini, murid SMK Kristen Fautmolo yang berada di RT 07, Dusun A, Desa Kaeneno itu, untuk menelpon atau mengirimkan SMS saja tidak bisa sebab sinyal di lokasi itu benar-benar kosong.
Ia berharap, pemerintah tidak menutup mata dengan kondisi itu, terutama pada masa pandemi ini, tidak dilakukan pembelajaran tatap muka, maka siswa dan guru sangat membutuhkan akses internet untuk mendapatkan referensi belajar.
“Pemerintah juga bisa memperhatikan kami yang ada di pelosok desa ini sehingga kami juga mudah melakukan akses jaringan Telkomsel,” harap Nifron.
“Terus terang sampai sekarang kalau guru dan siswa mau menerima telpon, SMS atau akses internet harus naik ke atas gunung,” tambahnya.