Lewoleba – Ada yang menarik saat upacara apel bendera memeringati hari ulang tahun (HUT) ke-76 Proklamasi Kemerdekaan Republik Indnesia (RI), yang digelar para pengungsi, penyintas banjir bandang dan longsor bersama relawan Komunitas Taman Daun.
Upacara yang diselenggarakan di lokasi hunian sementara (huntara) pengungsi yang berada di kebun milik warga ini berlangsung khidmat. Menariknya, salah seorang pengibar bendera dalam apel bendera ini merupakan penyandang difable.
Dia adalah Yohanes Kewasa, pengungsi asal Desa Amakaka, Kecamatan Ile Ape. Yohanes yang mengalami kondisi tangan sebelah kanan buntung sejak lahir ini, tiba-tiba saja melamar diri menjadi pasukan pengibar bendera saat pemilihan petugas apel yang diselenggarakan pada Selasa (17/8/2021) pagi.
Aksinya bersama dua orang pengungsi lainnya saat mengibarkan bendera ini menarik perhatian sekitar 40 orang peserta upacara yang hadir saat itu. Usai pelaksanaan apel bendera, sebagai penyandang difable, Yohanes mengaku terharu sekaligus bangga bisa mendapat kesempatan mengibarkan bendera merah putih.
“Ini karena keinginan saya. Supaya di mata masyarakat Indonesia mereka juga mengetahui bahwa orang cacat seperti kami ini tidak dipandang rendah. Sebab kita manusia ini sama, seperti pepatah mengatakan, duduk sama rendah berdiri sama tinggi,” kata Yohanes.
Yohanes menyadari betul bahwa dirinya memiliki keterbatasan fisik. Namun dia menghendaki agar semua elemen bangsa Indonesia dapat menempatkan difable menjadi pelaku dari pembangunan itu sendiri.
Yohanes hidup sebatang kara, setelah istri dan anak-anak serta cucunya menjadi korban banjir bandang akibat siklon tropis seroja pada 4 April lalu.
“Semua sudah tidak ada. Anak satu, cucu dua sama istri. Yang ketemu cuma anak dan cucu satu,” kata Yohanes sambil menyeka air matanya. Sedangkan istri dan cucunya yang lain tidak ditemukan hingga kini.
Saat ini Yohanes tinggal di huntara yang dibangun relawan Komunitas Taman Daun. Di tengah meriahnya peringatan HUT ke-76 Kemerdekaan RI, Yohanes bersama para pengungsi banjir bandang lainnya masih bergelut untuk keluar dari persoalan hidup yang sulit.
Berkali-kali mereka diterpa gelombang musibah, mulai dari pandemi Covid-19, erupsi gunung api Ile Lewotolok hingga banjir bandang dan longsor. Saat ini sebagian dari mereka tinggal di huntara. Sementara yang lainnya bertahan di pondok-pondok di kebun warga.
Meski pernah mendapatkan bantuan dari pemerintah, lembaga-lembaga dan organsiasi serta kelompok sosial lainnya, hingga kini mereka masih mengalami kesulitan. Sembako dan krisis air bersih jadi persoalan pelik yang mereka hadapi.
Yohanes berharap pemerintah terus memerhatikan mereka hingga mereka menetap di hunian tetap yang sedang dibangun pemerintah. “Kalau boleh tolong perhatikan kami yang benar-benar terdampak, kehilangan rumah dan keluarga. Banyak dari kami yang belum mendapat perhatian,” ungkapnya.
John S J Batafor, Koordinator Relawan Komunitas Taman Daun yang bertindak sebagai inspektur upacara, mengajak semua pengungsi untuk bangit dan memaknai penuh tema HUT ke-76 kemerdekaan RI ; Indonesia Tangguh, Indonesia Tumbuh.
“Tema ini mengajak kita semua untuk lebih tangguh dan lebih kuat untuk menghadapi segala persoalan dan cobaan hidup. Kemudian marilah perlahan-laha kita tumbuh menjadi lebih baik,” kata John.
“Selain pandemi Covid-19 yang kita hadapi ini, beberapa bulan lalu kita dilanda bencana. Kita semua tahu bahwa luka dan derita yang ema dan bapa hadapi belum sepenuhnya terobati. Kita tahu bahwa masih banyak warga yang menderita tidak memiliki tempat tinggal, dan sampai saat ini pun semakin kesulitan air.”
“Oleh karenanya saya sangat berharap marilah kita semua melalui semangat kemerdekaan ini, buanglah sifat ego mari kita pupuk persaudaraan, rasa solidaritas kekeluargaan. Mari bersatu membangun,” ucapnya.
Usai apel bendera yang dipimpin purnawirawan TNI Herman Ola Egi ini, relawan Komunitas Taman Daun bersama para pengungsi melakukan aksi menanam pohon di sekitar lokasi huntara. Mereka memaknai aksi tanam pohon saat HUT ke-76 Kemerdekaan RI sebagai upaya memperbaiki hubungan antara manusia dengan alam. (Red)