LEMBATA – Ignasius Suyadi Aur, petani Desa Dulitukan memilih untuk beralih menanam sayur organik. Sebelumnya, ia menanam jagung dengan pupuk kimia. Pupuk kimia meningkatkan kadar asam tanah, yang melarutkan remah-remah tanah kaya mineral. Hal ini membuat tanah kehilangan porositasnya dan menjadi padat.
Tak hanya itu, kata Ignasius, perubahan iklim terus menyebabkan pergeseran musim tanam yang berdampak luas terhadap hasil pertanian masyarakat Kabupaten Lembata. Cuaca ekstrim merupakan salah satu faktor para petani di wilayah Kecamatan Ile Ape selalu mengalami gagal panen.
Meski demikian ungkap Ignasius, tidak sedikit petani yang mulai melakukan adaptasi terhadap perubahan iklim ini melalui beragam cara. “Satu di antaranya adalah praktik diversivikasi tanaman dan beralih dari tanaman jagung hibrida ke sayur-sayuran,”ungkapnya.
“Ignasius mengungkapkan bahwa menanam sayuran organik merupakan pilihan tepat di tengah ketidakpastian musim,” menambahkan.
Menanggapi peristiwa itu, Direktur LSM Barakat Benediktus menyebut, hal ini harus didukung penuh oleh pemerintah melalui berbagai program dan kebijakan.
Apalagi, lanjut Benediktus, pemerintahan baru Kabupaten Lembata dibawah kepemimpinan Bupati Petrus Kanisius Tuaq dan Wakil Bupati Mohamad Nasir Laode mendorong nelayan tani dan ternak sebagai leading sektor pembangunan lima tahun ke depan.
Dukungan pemerintah terhadap penggunaan pupuk kimia pada jagung hibrida selama ini, menurut Benediktus merupakan upaya untuk memperkuat ketahanan pangan,bukan upaya untuk mewujudkan kedaulatan pangan.
Penggunaan pupuk kimia pada jagung hibrida selama ini akan menurunkan kualitas tanah dan justru akan meningkatkan ketergantungan tanah dan tanaman terhadap pupuk kimia yang sering digunakan.
“Karena konsepnya ketahanan pangan maka perlu ada pupuk kimia, jagung hibrida, pestisida kimia dan lain sebagainya. Dan itu yang tidak kita anjurkan. Kalau mau bilang pupuk dan pestisida sebenarnya kita punya sumber daya yang cukup untuk pupuk organik dan pesitisida alami,” ujar Benediktus.
Ia menegaskan bahwa inisiatif lokal petani di desa Dulitukan yang beralih dari tanaman jagung hibrida dengan dukungan pupuk kimia ke budidaya sayur-sayuran dengan pupuk organik harusnya dilihat pemerintah sebagai modal utama dalam mewujudkan kedaulatan pangan di Lembata ditengah ancaman krisis iklim.
Program-program seperti bantuan pompa air dan pelatihan pembuatan pupuk organik dan pestisida alami bagi masyarakat merupakan langkah strategis yang harus diambil oleh Pemerintah Kabupaten Lembata.
Ia mencontohkan, LSM Barakat pernah mendampingi masyarakat petani di lima desa di Kabupaten Lembata dengan konsep pertanian cerdas iklim. Lima desa tersebut yakni Lolong, Pasir Putih, Riabao, Wuakerong dan desa Bour.
Menurutnya, jika didampingi dengan baik melalui intervensi kebijakan yang tepat, tidak sulit bagi masyarakat untuk menerapkan konsep pertanian cerdas iklim yang akan bermuara pada terwujudnya kedulatan pangan masyarakat Kabupaten Lembata.
Dengan konsep pertanian cerdas iklim, masyarakat di lima desa ini dapat mengatasi hama pada tanaman dengan memanfaatkan pestisida alami.
“Ini kalau semuanya dibunuh dengan bahan-bahan kimia otomatis akan menimbulkan ketergantungan. Jadi saya pikir pemerintah daerah, kalau berani coba tolak itu program pemerintah pusat yang justru menimbulkan ketergantungan terhadap pupuk kimia,” ujar Benediktus.
Menurutnya, menolak program pemerintah pusat yang mengandalkan pupuk kimia lalu melahirkan kebijakan pertanian cerdas iklim bagi masyarakat akan bisa mengatasi dua hal sekaligus dalam satu waktu bersamaan.
Pertama, menguatkan kedaulatan pangan masyarakat Lembata dengan pangan lokal yang ada. Kedua, upaya adaptasi terhadap perubahan ikliim secara kolektif mampu dilakukan oleh masyarakat.
Petani lainnya Edi Suyono mengatakan meski ada pendampingan dari tenaga penyuluh lapangan, selama ini dukungan dari Pemerintah Kabupaten Lembata belum dirasakan secara optimal.
Satu di antara beberapa tantangan saat ini yang mereka hadapi adalah kebutuhan air secara berkelanjutan agar mereka dapat bercocok tanam setiap musim.
“Kalau saat ini kami hanya bisa menanam di musim hujan dengan mengandalkan air hujan. Kalau ada sumbur bor misalnya bantuan dari pemerintah, sayur-sayuran organik ini akan kami tanam setiap musim,” kata Edi. (BN/001)