Fatukoto – Tindakan tak terpuji kembali dilakukan oknum tak bermoral di Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS). Perbuatan keji, berujung hamilnya seorang perempuan difabel berinisial ST (21) di Desa Fatukoto, Kecamatan Mollo Utara, diduga dilakukan oleh dua orang pria, berinisial SB dan YB.
Saat ditemui di Desa Fatukoto, Selasa (23/6/2020), korban berkisah, dirinya dipaksa untuk melakukan hubungan badan layaknya suami istri. Kejadian bermula saat korban mengambil kayu bakar di belakang rumah korban. SB yang melihat korban sendirian, sempat mengajak korban berbicara lalu secara paksa menarik korban dan menyetubuhinya.
Korban yang tidak bisa berjalan normal sejak kecil, tidak mampu memberikan perlawanan apapun. Lebih kejam lagi, usai melakukan perbuatan bejat, SB mengancam membunuh korban apabila melaporkan kejadian itu kepada keluarga.
“Saya diancam akan dibunuh apabila menceritakan kejadian ini kepada keluarga, ujar ST dalam bahasa daerah setempat,” ungkap ST. Karena takut, korban pun tidak menceritakan kejadian itu pada keluarganya. SB lalu memanfaatkan ancaman tersebut dan sering memaksa korban melakukan hal yang sama saat hendak mengambil air dan saat korban sendirian di rumah.
Rupanya kondisi fisik ST dimanfaatkan bukan hanya oleh SB saja, namun YB juga mencoba memaksa ST untuk memuaskan nafsu bejatnya. Dikisahkan korban, YB melakukan pelecehan terhadap dirinya dan berusaha memasukan alat vitalnya, namun alat vital YB tidak berfungsi sehingga niat busuknya tak tercapai.
Kebusukan tidak akan lama disembunyikan. Melihat adanya perubahan pada ST, keluarga pun menanyakan terkait kesehatan ST. Esti adik korban merupakan orang yang pertama kali menanyakan korban. Esti bertanya apakah ST masih mengalami menstrubasi atau tidak, dan korban mengatakan tidak lagi mengalami menstrubasi.
Setelah itu, Yanti, kakak korban menanyakan berapa usia kandungan korban dan siapa yang melakukan perbuatan bejat itu kepada seorang difabel. Dari pengakuan korban, keluarga mendapat penjelasan, SB dab YB diduga sebagai pelaku.
Atas informasi tersebut, keluarga lalu melaporkan kejadian tersebut kepada pemerintah desa setempat. Selasa (23/6/2020) siang, Pemerintah Desa Fatukoto, memanggil korban dan juga oknum yang diduga sebagai pelaku dan dimintai keterangan oleh Kepala Desa Fatukoto, Yosafat M Baun.
Di hadapan Kepala Desa dan juga keluarga serta masyarakat yang hadir, ST mengisahkan hal yang sama seperti apa yang dikisahkan kepada media ini. Bahkan ST menunjuk oknum yang diduga menghamilinya.
Kepala Desa lalu menanyakan kepada YB terkait apa yang disampaikan oleh korban. YB pun tidak menyangkal apa yang disampaikan korban. Ia membenarkan, dirinya pernah memaksa korban untuk melakukan perbuatan terlarang. Sementara itu, SB tidak mengakui perbuatannya dan bersumpah tidak pernah melakukan perbuatan asusila terhadap ST.
Ia bahkan meminta Pemerintah Desa menanyakan lagi kepada korban untuk menunjukkan pelaku sebenarnya. Yosafat secara tegas menghentikan proses pengambilan keterangan tersebut dan menyampaikan kepada semua yang hadir bahwa persoalan tersebut tidak bisa diselesaikan oleh pemerintah desa.
Untuk itu, pihaknya memberikan surat pengantar bagi keluarga korban untuk melanjutkan kasus tersebut ke pihak yang lebih berwenang dalam menyelesaikan kasus tersebut. “Kami tidak bisa menyelesaikan persoalan ini karena tidak punya bukti kuat. Lalu korban ini adalah penyandang disabilitas, sehingga persoalan ini tidak bisa diselesaikan di desa,” ujar Yosafat.
Sikap tersebut juga, kata Yosafat untuk menghindari adanya konflik lain di tengah masyarakat akibat saling tuding antara korban dan oknum yang diduga sebagai pelaku. “Saya mengambil sikap menghentikan perdebatan tuding menuding antara ST dan SB karena kami pemerintah desa tidak bisa membuktikan persoalan tersebut karena korban adalah kaum difabel dan ini ranah hukum pidana,” jelas Yosafat.
Ibu kandung korban, Ance Pay sangat menyayangkan kejadian tersebut. Ia secara tegas mengatakan akan melanjutkan persoalan tersebut ke ranah hukum untuk mendapatkan pelaku yang menghamili anaknya. Ance memikirkan resiko yang akan dihadapi anaknya ketika proses persalinan, mengingat ST merupakan penyandang disabilitas yang sejak kecil tidak bisa berjalan normal.
Hal tersebut dikhawatirkan akan menimbulkan resiko yang sangat besar pada saat persalinan.
“Anak saya difabel, kalau sampai persalinannya bagaimana? Siapa yang bertanggung jawab dengan kondisinya,” kata Ance dalam bahasa daerah setempat.
Saat ini ST bersama Ibu dan ayah tirinya, Lasarus Lasa didampingi Komuitas SoE Berbagi (Kasogi) sedang berupaya untuk melaporkan kasus tersebut ke Polsek Mollo Utara.