SoE – Beberapa bulan terakhir, penyandang disabilitas di Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) mendapatkan perhatian ekstra dari Komite Penyandang Disabilitas (KIPDA) Kabupaten TTS.
Organisasi yang mempertemukan para penyandang disabilitas dan pemerhati kaum disabilitas untuk memperjuangkan hak-hak kaum disabilitas ini, aktif melakukan kunjungan ke kecamatan untuk bersilaturahmi.
Selain melihat secara langsung serta mendapatkan data yang valid terkait jumlah penyandang disabilitas di setiap desa, kunjungan itu juga dimanfaatkan untuk saling berbagi dan memberi motivasi.
KIPDA TTS dalam setiap kunjungan juga memberikan bingkisan sebagai bentuk kepedulian terhadap sesama, terutama dalam upaya memerangi pandemi Covid-19.
Kunjungan ke Desa Kolbano, Kecamatan Kolbano, Selasa (27/10/2020) tampak berbeda dari biasanya. Kali ini, turut serta dalam rombongan KIPDA TTS, Melkior Rafael Ebenheser Fallo, putra dari pasangan Febry Chr. Fallo dan Erna Manafe.
Fetor Moy sapaan akrab putra bungsu dari 5 bersaudara itu tidak dapat menikmati kehidupan layaknya anak seusianya. Fetor yang kini berusia 4 tahun itu mengalami hambatan sejak lahir.
Fetor tidak bisa duduk sendiri apalagi berjalan. Setiap hari, Ia hanya bisa berbaring di tempat tidur. Kondisi itu memaksa kedua orang tuanya selalu bergantian menggendong sang buah hati.
Bagi pasangan ini, kondisi putra bungsu mereka bukanlah aib yang harus disembunyikan. Mereka bersyukur dan menerimanya sebagai berkat Tuhan.
“Kondisi anak saya bukanlah aib, tetapi ini adalah berkat bagi kami. Melalui adik Fetor kami bisa bertemu banyak orang dan bisa berbagi,” ujar Ibunya yang menjabat sebagai Sekretaris KIPDA TTS.
Erna sengaja membawa Fetor meski harus menempuh perjalanan yang cukup melelahkan dari SoE ke Kolbano, agar masyarakat di Desa Kolbano, bahkan di TTS yang memiliki keluarga difabel dapat menerima kondisi itu dan mensyukurinya.
Sampai saat ini, Fetor masih tetap menjalani terapi. Upaya itu dilakukan keluarga karena kecintaan terhadap Fetor. Hal inilah yang ingin ditularkan oleh KIPDA TTS kepada semua penyandang disabilitas dan juga keluarga penyandang disabilitas.
“Kalau bisa berobat, berobat saja. Jangan malu dengan kondisi anak kita yang disabilitas. Tuhan punya rencana yang indah dibalik semua ini,” kata Erna menguatkan.
Fetor pada kesempatan itu bertemu 2 orang penyandang disabilitas yang memiliki jenis hambatan yang sama dan usia mereka pun hampir sama. Orang tua Fetor pun bercerita dengan keluarga mereka dan menyarankan agar mereka diterapi setiap pagi.
Kaum Disabilitas Punya Hak dan Kewenangan yang Sama
Ketua KIPDA TTS, Imenuel Nuban di hadapan masyarakat Desa Kolbano yang dominan merupakan keluarga penyandang disabilitas menegaskan, kaum disabilitas punya hak dan kewenangan yang sama seperti orang-orang normal.
Meski berkebutuhan khusus, Ima mengatakan, penyandang disabilitas harus mendapatkan pengakuan, penghormatan dan perlindungan terhadap hak-hak mereka.
“Saat ini DPRD Kabupaten TTS sedang mengodok Ranperda terkait Penghormatan, Perlindungan dan Pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas di Kabupaten TTS,” ujar Ima.
Jika Ranperda itu sudah ditetapkan dan diikuti dengan aturan turunannya, maka penyandang disabilitas di Kabupaten TTS sudah dilindungi oleh Undang-Undang.
Selama ini, Undang-undang yang mengatur tentang kaum disabilitas yakni Undang-Undang Nomor 8 tahun 2016 yang merupakan perjuangan penyandang disabilitas untuk mendapatkan pengakuan sekaligus menjamin tidak ada lagi stigmatisasi dengan diksi ‘cacat’.
Ima berharap, penyandang disabilitas di Desa Kolbano yang saat ini tercatat sebanyak 42 orang, tidak menyerah dengan keadaan, namun harus terus berusaha untuk dapat hidup mandiri.
“Kita kaum difabel ini bukan kaum yang harus dikasihani dan harus selalu bergantung pada orang lain. Kita harus berusaha agar dengan kondisi kita seperti ini, kita dapat menjadi berkat bagi orang lain,” jelasnya.
Sementara itu, Erna Manafe menekan terkait masalah-masalah yang sering menimpa kaum disabilitas. Penyandang disabilitas sangat rentan terhadap kasus-kasus seperti kekerasan fisik, bahkan kekerasan seksual.
“Kami minta pemerintah desa dan juga masyarakat agar kita menciptakan lingkungan yang kondusif bagi penyandang disabilitas,” ujarnya.
“Susah banyak terjadi kasus kekerasan seksual terhadap penyandang disabilitas dan pelakunya itu orang dekat. Bisa saja saudara, tetangga bahkan ayah kandung,” tambahnya.
Untuk itu, Ia meminta kerja sama dari semua pihak dalam memerangi kondisi ini. Sebab jika dibiarkan, akan muncul banyak kasus dan kaum disabilitas tidak akan pernah dihormati.
Masyarakat Termotivasi
Kehadiran KIPDA TTS di Desa Kolbano diakui membawa semangat baru bagi keluarga dan juga penyandang disabilitas. Hal itu diakui oleh Kepala Desa Kolbano, Yustus Taopan. Menurutnya, pengurus KIPDA TTS menjadi contoh yang baik dan patut diikuti oleh masyarakatnya.
“Ini sebagai motivasi bagi bapa mama sekalian,” ujar Yustus.
“Mereka datang bukan (hanya) untuk memberikan bantuan, tapi mereka datang untuk menjadi contoh bahwa mereka yang punya hambatan melihat juga bisa beraktivitas,” tambahnya.
Menurutnya, masyarakat Desa Kolbano patut bersyukur dan berterima kasih dengan kehadiran KIPDA TTS yang bisa memberikan semangat baru bagi masyarakat terutama yang punya keterbatasan.
Ia menilai, penyandang disabilitas bisa menjadi orang-orang yang produktif dalam berbagai hal, apabila mereka ditopang dengan bekal pengalaman yang cukup.
“Agar para penyandang disabilitas dapat hidup mandiri, perlu adanya berbagai pelatihan, sehingga mereka punya tambahan pengetahuan untuk bisa menjadi orang-orang produktif,” ujarnya.