Jakarta – Ketua Aliansi Masyarakat Nasional (AMAN) Flobamora Roy Watu Pati menilai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) lambat merespon dan menangani kasus dugaan korupsi yang ada di NTT.
Padahal, mengutip pernyataan Wakil Ketua KPK, Lili Pintauli Siregar yang dirilis Gaharu News, sejak 2018 hingga 2021 terdapat 392 pengaduan masyarakat Provinsi NTT yang masuk ke KPK.
Pengaduan ini paling banyak terkait perbuatan melawan hukum atau menyalahgunakan wewenang yang mengakibatkan kerugian negara. Namun dari semua pengaduan ini tidak ada satu pun yang ditangani secara serius oleh KPK.
“Pengaduan masyarakat cukup banyak namun dari pengaduan masyarakat belum ada yang ditangani secara serius oleh Komisi Pemberantasan Korupsi,” kata Roy dalam rilis yang diterima BentaraNet, Senin, 1 November 2021.
Roy juga mempertanyakan alasan lambatnya penanganan kasus-kasus dugaan korupsi di NTT dan lambatnya respon KPK terkait pengaduan masyarakat ini.
“Ini sebenarnya masalahnya ada dimana? Kok KPK lambat menanggapi pengaduan masyakarat? Apakah tidak ada koordinasi yang solid antara KPK dengan Kepolisian Daerah NTT, Kejaksaan Tinggi dan BPKP di Mapolda NTT?” ucapnya.
Lebih lanjut, dia meminta agar KPK harus serius menangani kasus dugaan tindak pidana korupsi dan pengaduan masyarakat NTT ini. Hal ini menurutnya sangat penting agar pejabat-pejabat yang bermental korup dapat jera dan tobat untuk menyalahgunakan kekuasaan untuk merampok anggaran.
“Kami meminta KPK mempelajari secara serius pengaduan masyarakat terkait kasus dugaan korupsi. Andai belum atau masih ada hal yang kurang dalam berkas laporan atau aduan masyarakat, KPK harus turun ke NTT untuk memeriksa secara langsung kasus-kasus dugaan tindak pidana Korupsi di NTT,” ujarnya.
Meski demikian di sisi lain, Roy juga memberi apresiasi kepada KPK yang sedang melakukan supervisi terhadap tindak pidana korupsi (TPK) pengadaan benih bawang merah pada Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan Kabupaten Malaka Provinsi NTT tahun anggaran 2018 yang ditangani Polda NTT.
Namun, kasus ini per 31 Agustus 2021 statusnya SP3 karena adanya putusan praperadilan.
“Terkait TPK pengadaan benih bawang merah pada Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan Kabupaten Malaka Provinsi NTT tahun anggaran 2018, kita, aktivis anti korupsi dari NTT telah lama mengawal kasus tersebut dan memang banyak pengaduan masyarakat terkait hal tersebut,” ungkap Roy.
Perkara ini dengan estimasi kerugian negara sebesar Rp 5,2 miliar ini sudah berjalan lebih dari satu tahun dan berstatus P-19 sebanyak 7 kali. Namun sejak 31 Agustus 2021 lewat putusan praperadilan kasus ini berubah status menjadi SP3.
“Jadi ketika kasus ini disupervisi oleh KPK, ini membawa angin segar bagi usaha dan perjuangan untuk memberantas korupsi di NTT. Kami berharap dengan fungsi supervisi oleh KPK, hasilnya adalah upaya pemberantasan korupsi di NTT yang kian agresif dan efektif, bukan malah sebaliknya,” kata Roy.
“Jangan sampai fungsi supervisi ini menjadi wadah atau jalan kompromi penegak hukum yang menumpulkan penindakan terhadap pejabat-pejabat korup di NTT,” pungkasnya. (Red)