Lewoleba – Sebanyak 18 guru honor yang mengajar di SDK 1 Santo Tarsisius Lewoleba Kabupaten Lembata melakukan aksi mogok mengajar di sekolah tersebut mulai Jumat, 22 Juli 2022.
Aksi mogok ini mereka lakukan karena nasib mereka tak tentu, setelah sekolah ini diambil alih Susteran Kongregasi CB Regio Indonesia Timur dibawah Yayasan Maria Bintang Samudra dari Yayasan Pendidikan Umat Katolik Lembata (Yapendukkem).
Status mereka sebagai pegawai tetap Yapenduklem setelah bertahun-tahun mengajar disekolah ini, tidak berlaku lagi dibawah Yayasan Maria Bintang Samudra. Bahkan Yayasan Maria Bintang Samudra dinilai menerbitkan aturan yang justru membuat nasib mereka semakin tidak tentu.
“Waktu pertemuan, mereka bacakan AD/ART Yayasan Maria Bintang Samudra. Di situ ada sekitar 40 an pasal tapi tidak ada satu pasal pun perahlian kami dari pegawai tetap Yapenduklem ke Yayasan Maria Bintang Samudra,” kata salah seorang guru honor yang enggan disebutkan namanya.
Tidak hanya guru honor, beberapa pegawai tata usaha dan cleaning services di sekolah ini pun melakukan aksi mogok. Aksi mogok ini tampak mengganggu suasana belajar di sekolah ini.
Pantauan BentaraNet pada Jumat, 22 Juli 2022, siswa-siswi di sekolah ini masih bermain di halaman sekolah. Sementara hingga pukul 07.30 para suster Yayasan MBS masih menggelar rapat bersama para guru yang berstatus PNS.
Selain ketidakjelasan status, para guru honor ini juga merasa tidak puas dengan aturan yang ditetapkan Yayasan Maria Bintang Samudra. Satu di antaranya adalah tidak boleh mengikuti seleksi CPNS selama mengajar di sekolah ini.
“Kalau ikut tes PNS berarti harus mengundurkan diri. Kalau tidak ada nasib, baru lamar lagi. Tapi kan kami tidak mungkin diterima, karena kalau misalnya seleksi PNS sampai pengumuman akhir waktunya satu bulan, pasti ada guru baru yang mengisi kekosongan kelas belajar selama kami mengundurkan diri,” ujar guru tersebut.
“Lalu setiap tahun kami harus melamar ulang di sekolah ini. Setelah habis kontrak kami lamar lagi jadi belum tentu diterima kalau kami lamar lagi di sekolah ini,” lanjutnya.
Jika tidak menyetujui aturan ini, para guru honor dipersilahkan untuk menyampaikan surat pengunduran diri dan ‘angkat kaki’ dari sekolah tersebut. “Ini kan sakit hati kami kalau diperlakukan seperti ini,” ungkap guru ini.
Para guru honor merasakan ketidakadilan dari aturan yang ditetapkan oleh Yayasan Maria Bintang Samudra, setelah bertahun-tahun mereka mengabdikan diri di sekolah ini dengan honor seadanya dari komite sekolah.
Sementara itu, para orangtua atau wali dari para siswa di sekolah ini mengkau khawatir dengan nasib anak-anak mereka. Menurut mereka, Yayasan Maria Bintang Samudra justru telah memberikan dampak yang buruk terhadap KBM di sekolah ini beserta seluruh aturan yang mengabaikan jasa para guru honor ini.
“Mereka itu (guru honor) bukan hanya mendidik tetapi juga mengabdi dengan hati. Sekarang kenyataan hari ini semua guru-guru honor tidak masuk ini. Lalu bagaimana mereka mengabdi selama ini bertahun-tahun?” kata Yosep Boli Muda, salah satu orangtua siswa SDK 1 St Tarsisius.
“Jangan guru-guru ini diobok-obok. Biarkan mereka mengabdi di sini seperti dulu. Honor juga begitu tapi mereka mengabdi dengan senang hati,” lanjutnya.
Para suster dari Kongregasi CB Regio Indonesia Timur dibawah Yayasan MBS tidak mau memberikan keterangan saat dikonfirmasi BentaraNet. Sementara itu Sr Mary Grace, CB sebagai dewan pimpinan Kongregasi CB Regio Indonesia Timur belum berhasil dihubungi BentaraNet terkait persoalan ini.
Sekolah SDK 1 St Tarsisius Lewoleba sebelumnya dikelola oleh Yapenduklem Keuskupan Larantuka. Setelah melalui polemik panjang, sekolah ini akhirnya diserahkan pengelolaannya ke Kongregasi CB Regio Indonesia Timur dibawah Yayasan Maria Bintang Samudra pada Kamis 14 Juli 2022n di Aula Paroki Santa Maria Banneaux Lewoleba dengan dalil peningkatan mutu pendidikan. ***