SoE – Pembangunan satu unit embung di Desa Obaki, Kecamatan Kokbaun, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) yang dikerjaan menggunakan Dana Desa tahun 2019 kini hancur lebur dan tidak dapat dinikmati oleh masyarakat setempat.
Ketua DPC Pospera Kabupaten TTS, Yerim Yos Fallo yang turun dan melihat langsung kondisi embung tersebut mengatakan, kerusakan itu akibat embung dibangun diatas tanah numpang.
“Saya melihat itu jauh dari perencanaan yang baik, karena kalau melalui perencanaan yang baik harusnya strukturnya itu ada besi dan juga fondasi. Apalagi ini di atas tanah numpang, ya minimal ada penahan,” kata Yerim kepada BentaraNet, Minggu (20/9/2020).
Yerim mengatakan, embung itu dibangun dengan dana sebesar Rp. 447,455,700. Ia menilai, kesalahan bermula dari perencana yang tidak mempertimbangkan struktur tanah, berakibat proyek yang menelan dana hampir setengah miliar rupiah itu menjadi mubazir.
Ia juga mempertanyakan fungsi pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah desa, camat dan pendamping desa.
“Lalu bagaimana tanggung jawabnya pemerintah desa , camat dan pendamping desanya melakukan pengawasan dan bagaimana solusinya agar masyarakat bisa memanfaatkan embung ini?, ” ujar Yerim.
Saat ini pihaknya sedang berkoordinasi dengan pihak pemerintah desa dan kecamatan untuk mendapatkan informasi lebih jelas. Lanjut Yerim, pihaknya sudah menghubungi kepala desa dan camat namun belum mendapatkan jawaban.
“Jika sudah klarifikasi dan perlu dibawa ke ranah hukum kami akan mengadukan ke kejaksaan atau tipikor Polres,” jelas Yerim.
Sementara Kepala Desa Obaki, Patrisiana Mnane yang dihubungi BentaraNet, Senin (21/9/2020) via sambungan telepon seluler membenarkan adanya kerusakan embung yang dibangun di Dusun Leonas, RT 06,RW 02 itu.
Patrisiani mengatakan, embung ini dikerjakan oleh CV Leo Honi Abadi pada Bulan September dan selesai pada Desember 2019 lalu.
Ia mengatakan, coran embung itu dibangun di atas tanah timbunan sehingga pada saat hujan deras pertama pasca selesai dikerjakan, embung itu sudah retak.
Saat itu, lanjut Patrisiana, dirinya langsung mengambil gambar retakan itu dan mengirimkan foto itu ke Viktor Banunaek selaku kontraktor yang mengerjakan embung itu.
“Saya pergi foto dan telpon pihak ke tiga, WA juga dengan fotonya, tapi dia (kontraktor, red) bilang nanti besok,” ujar Patrisiana.
Mendapati jawaban itu, Patrisiana menunggu kedatangan dari kontraktor untuk melihat kerusakan itu dan bisa memperbaiki, namun sampai dua minggu kemudian kontraktor tak kunjung datang.
“Dua minggu saya kontak lagi, dia (kontraktor) bilang, saya sudah konfirmasi dengan TPK jadi nanti saya turun,” ungkap Patrisiana menirukan jawaban kontraktor.
Rupanya janji kontraktor itu hanya isapan jempol semata. Menurut Patrisiana, janji kontraktor itu tidak ditindaklanjuti sehingga berakibat longsor dan embung itu menjadi hancur lebur.
“Saya tidak mau itu tetap rusak, karena itu saya punya kampung,” jelasnya.
Ia mengatakan, sampai saat ini, pekerjaan itu belum diserahkan dari pihak ketiga kepada pemerintah desa untuk selanjutnya bisa dimanfaatkan. Sehingga Patrisiana mengatakan, pihak ketiga harus bertanggung jawab atas kerusakan itu.
“Karena sampai saat ini, berita acara penyerahan barang dari pihak ketiga ke TPK, saya belum terima,” katanya lagi.
Patrisiana mengaku tidak mengetahui RAB pembangunan embung itu karena RAB disiapkan oleh PDTI. “Jadi datang kerja, pemahaman saya itu embung yang tidak dicor, setelah kerja dia dicor, makanya saya juga bingung,” ujarnya.
Ia meminta agar CV Leo Honi Abadi bertanggung jawab atas kerusakan embung itu. Sebab ia tidak mau proyek bagi masyarakat dengan dana hampir setengah miliar rupiah itu mubazir.
“Saya akan tuntut supaya dia (CV Leo Honi Abadi) perbaiki itu, karena dana sebesar itu,” jelasnya.