Lewoleba – Fatima Buta, penyintas asal Desa Tanjung Batu, Kecamatan Ile Ape, Kabupaten Lembata berharap Pemda Lembata memerhatikan kondisinya yang hingga kini masih bertahan dengan kaki yang masih terpasang pen.
Fatima mengalami patah kaki saat bencana banjir bandang pada 4 April lalu. Namun hingga kini pen Fatima belum dicabut setelah dirinya dirujuk di RSUD W Z Johannes Kupang sejak sebulan lalu.
Setelah pemasangan pen di RSUD Lewoleba Kabupaten Lembata, Fatima harus dirujuk untuk melepas pen tersebut di RSUD Prof Dr W Z Johannes.
Pihak keluarga telah melakukan konsultasi di RSUD W Z Johannes, namun hingga saat ini pihak rumah sakit belum memberikan kepastian kapan pen Fatima dilepas.
“Harusnya sudah dilepas bulan lalu saat mama Fatima masih di Lembata. Pasien ini sampai dengan hari ini dia punya pen itu belum buka, kendalanya ini saya mau kasih tau di situ supaya Pemda Lembata berbuat sesuatu,” kata Achan Matarau, relawan yang mendampingi Fatima kepada BentaraNet lewat sambungan telpon pada Rabu (30/6).
Achan mengatakan, Fatima bukan pasien umum, melainkan pasien khusus yang mengalami patah kaki akibat bencana banjir bandang. Menurutnya, Fatima harus mendapatkan perhatian khusus dan penuh dari Pemda Lembata mulai dari keberangkatan hingga pen kakinya dicabut.
Pihak keluarga bahkan sudah banyak kali melakukan konsultasi dengan dokter di RSUD W Z Johannes Kupang, namun hingga kini pen tersebut tak kunjung dilepas. “Kalau konsultasi terakhir, sudah lebih dari sepuluh kali sudah terlalu banyak. Terlalu banyak kami jadi stres lalu sekarang dokternya cuti,” ungkap Achan.
Dia berharap Pemerintah Kabupaten Lembata bisa berkoordinasi dengan pihak RSUD W Z Johannes Kupang perihal pelepasan pen kaki Fatima. Jika ada koordinasi dari Pemda Lembata bukan tidak mungkin pen kaki Fatima sudah dilepas.
“Pasien ini bukan pasien umum, ini pasien korban bencana. Ini harusnya ditangani Pemda sampai selesai, tapi buktinya sejak dirujuk dari Lembata ke Kupang sampai saat ini kami disuruh tiap tiga hari ke rumah sakit konsultasi bawa pasien.”
“Kalau ada kooordinasi dari Pemda dengan pihak rumah sakit saya rasa mungkin ini sudah dicabut. Apalagi terakhir setelah melalui banyak kali konsulitasi, minggu terakhir ini dokter ahli tulang katanya cuti jadi belum bisa ditangani. Kami konsultasi-konsultasi terus lalu kapan? ini kami ini sudah satu bulan ini,” ungkap Achan.
Sejak berada di Kupang, Achan mengatakan, Pemda Lembata tidak memberikan perhatian. Mereka hanya rutin dikirimi sembako dari Lurah Lewoleba Tengah, Fransiska Tuto setiap kali ada jadwal kapal ke Kupang.
“Sedangkan sekarang begini mama tua di sini tidak ada perhatian sampai hari ini. Pemda harus turun tangan untuk berkoordinsi yang baik dengan pihak rumah sakit sehingga pasien ini bisa ditangani. Setidaknya ada koordinasi supaya kami bisa punya harapan,” imbuhnya.
Beruntung saat ini, lanjut Achan, kaki Fatima yang masih terpasang pen terus mendapatkan perawatan dari seorang perawat asal Lembata yang kebetulan saat ini bertugas di Lembata. Perawat tersebut setiap hari mengontrol dan merawat kaki Fatima.
“Kita juga beruntung ada perawat keluarga yang kebetulan kerja di Kupang yang tiap hari merawat mama tua punya kaki,” ucapnya. (Red)