Larantuka – Pasca pemeriksaan saksi atas dugaan penyalahgunaan pengelolaan anggaran percepatan penanganan Covid-19 di BPBD Kabupaten Flores Timur tahun 2020, pelaku terancam dihukum seumur hidup.
Hal tersebut disampaikan Kepala Kejaksaan Negeri Flores Timur, Bayu Setyo Pratomo, melalui Kasi Pidsus, Cornelis S Oematan dan Kasi Intel, Taufik Tadjuddin saat melakukan konferensi pers di Kantor Kejaksaan Negeri setempat, Kamis, 31 Mei 2022
Cornelis selaku ketua tim penanganan perkara tersebut mengatakan, pihaknya perlu melakukan ekspose perkara untuk memastikan pasal mana dalam Undang-undang Tipikor yang dikenakan ke pelaku.
“Ini berkaitan dengan keuangan negara atau daerah, khususnya di dana Covid-19 maka digunakan pasal 2 ayat 1 dan 2 juga pasal 3 Undang-undang Tipikor. Maka kami mesti melakukan ekspose sehingga pasal mana yang tepat dikenakan ke para pihak nanti,” jelasnya.
Oematan, undang-undang tipikor tentunya tidak lazim bagi masyarakat akan ancaman hukum.
“Kalau undang-undang tipikor ini ketika dia diundangkan dianggap semua masyarakat tahu. Kalau berbicara undang-undang, pasal 2 ancaman paling tinggi hukuman mati atau seumur hidup dan paling rendah 4 tahun, sedangkan pasal 3 minimalnya 1 tahun,” tegas Oematan.
Selain itu dijelaskan bahwa penanganan kasus sejak tanggal 11 Februari 2022 telah sampai ke tahapan penyidikan dan sebanyak 120 saksi yang diperiksa dan 177 dokumen yang disita.
“Pengelolaan anggaran percepatan penanganan Covid-19 di BPBD Kabupaten Flores Timur tahun 2020 saat ini sudah sampai tahapan penyidikan. Penyidikan dimulai sejak 11 Februari 2022, dalam proses kurang lebih 3 bulan ini kami sudah melakukan pemeriksaan saksi-saksi sejumlah 120 orang juga ada 170 dokumen yang kami sita,” jelasnya.
Diketahui 120 saksi tersebut terdiri dari pihak ketiga atau penyedia tempat pembelian barang habis pakai berjumlah 54 saksi, penerima uang lelah dan honor satuan gugus tugas berjumlah 51 saksi dan selanjutnya dari pihak dinas, dalam hal ini BPBD, Keuangan berjumlah 15 saksi. ***