Lewoleba – Penutupan transportasi laut untuk penyeberangan antar Kabupaten Lembata dan Flores Timur merupakan bagian dari pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) mikro.
Pemerintah merujuk surat edaran Bupati Lembata, tercatat telah menutup pelayaran lokal ini sejak 27 Juni lalu hingga 22 Juli mendatang.
Meski demikian, kebijakan ini dianggap telah merugikan banyak kalangan mulai dari pedagang hingga para pengusaha jasa angkutan laut yang melayani penyeberangan antar Kabupaten Lembata dan Flores Timur.
Para penyedia jasa layanan transportasi laut praktis tidak memperoleh penghasilan selama kebijakan ini diberlakukan. Sama halnya dengan pedagang di sekitar Pelabuhan Laut Lewoleba.
“Ya jelas merugi. Kapal dalam kondisi parkir saja kita keluarkan biaya operasional mulai dari biaya tambat labuh, gaji pegawai hingga biaya maintenance,” kata Vigis Koban, Kapten Kapal Lembata Karya Ekspress kepada BentaraNet, Jumat (16/7/2021).
Vigis mengatakan, Pemerintah Kabupaten Lembata perlu meninjau kembali keputusan menutup transportasi laut jika memungkinkan.
Pasalnya, upaya untuk mengendalikan penyebaran Covid-19 bisa melalui pembatasan jadwal pelayaran, pembatasan jumlah penumpang, penerapan protokol kesehatan dan sejumlah syarat administrasi lainnya.
Di sisi lain, Vigis juga berharap agar pemerintah bisa membebaskan biaya rapid test antigen atau minimal menetapkan harga yang wajar. Untuk diketahui biaya rapid test antigen untuk kepentingan perjalanan sebesar Rp 250 ribu.
“Jadi kalau pun pelayaran dibuka, sementara biaya rapid test antigen tinggi, siapa juga bisa menjamin penumpang kami bisa mencapai angka 50 %? Orang enggan lakukan perjalanan hanya karena biaya rapid yang tinggi,” kata Vigis.
Agar tidak merugikan pihak lain, Vigis menghendaki agar pemerintah perlu melibatkan semua stakeholder untuk berdiskusi sebelum menerbitkan sebuah aturan. “Ini yang perlu kita diskusikan. Saya pikir pemerintah perlu libatkan semua pihak untuk berdiskusi sebelum menetapkan aturan ini,” ucapnya.
Dia menjamin para pengusaha transportasi laut siap memberlakukan penerapan protokol kesehatan berserta dengan ketentuan-kerentuan lain yang disyaratkan untuk sebuah layanan penyeberangan.
“Selama ini baik-baik saja. Kami selalu menerapkan protokol kesehatan. Pembatasan jadwal pelayaran dan jumlah penumpang, sedikit tidaknya bisa membatu kami para penyedia jasa pelayaran tanpa mengabaikan upaya pengendalian penyebaran Covid-19.”
“Kami tahu ini aturan yang ditetapkan pemerintah pusat. Kami juga tentu tidak mau bawa pulang virus untuk istri anak kami, sehingga mari kita diskusikan kami siap bekerjasama,” pungkasnya.
Sama halnya dengan Vigis, seorang pedagang di seputaran Pelabuhan Laut Lewoleba pun mengeluhkan hal yang sama. Sejak pelayaran ditutup pengahasilan hariannya menurun drastis. Di sisi lain, mereka harus membayar sejumlah cicilan kredit di bank.
“Kami benar-benar dilema. Cicilan ada tiap bulan tapi penjualan kami turun karena tidak ada pembeli di pelabuhan.”
“Kalau pemerintah tutup pelayaran, harusnya ada solusi lain yang dipikirkan misalnya hentikan sementara dulu pembayaran cicilan di bank hingga semuanya kembali normal,” ungkap sumber tersebut. (Red)