LEMBATA – Kelompok Tani An-nida Desa Hoelea pada Senin (03/03/2025) menyambangi kantor Polsek Omesuri, Kabupaten Lembata untuk melaporkan kasus dugaan penggelapan dana bantuan sosial (Bansos) untuk kelompok tani tersebut.
Didampingi beberapa anak muda di Desa Hoelea, Ketua Kelompok Tani An-nida, Sania Abdul Wahid, mengatakan, dugaan penggelapan dana Bansos ini melibatkan beberapa onkum pihak Bank NTT Cabang Pembantu Balauring, aparat desa dan satu anggota BPD Desa Hoelea.
Sania menjelaskan kasus ini bermula ketika sejumlah dana Bansos milik kelompok mereka di rekening Bank NTT tiba-tiba raib. Setelah ditelusuri ternyata uang ini dipindahkan ke kelompok tani lain yang sengaja dibentuk dan tidak mendapatkan legalitas atau pengakuan dari pemerintah desa setempat.
Padahal dana Bansos yang didapat Kelompok Tani An-nida ini telah melalui proses seleksi yang panjang.
Pada tanggal 21 Oktober 2024 Kelompok Tani An-nida, diarahkan oleh Pemerintah Desa Hoelea untuk membuka Rekening baru. Menurut Sania, hal ini juga sesuai permintaan dari pihak Bank NTT Cabang Pembantu Balauring.
Dua hari penyiapan berkas, Rekening An-nida baru dibuka pada tanggal 23 Oktober 2024 dengan saldo awal uang sebesar Rp 10 juta.
Namun pada tanggal 04 November 2024, semua uang yang ada di Rekening Bank NTT milik Kelompok Tani An-nida berpindah ke rekening kelompok lain yang sengaja dibentuk untuk memindahkan uang tersebut.
Kelompok yang baru dibentuk ini menurut Sania tidak diakui di Desa Hoelea yang dibuktikan dengan tidak memiliki legalitas secara tertulis dan struktur keanggotaan yang jelas.
Informasi pemindahan ini baru diketahui saat pengurus Kelompok Tani An-nida Desa Hoelea melakukan pengecekan uang di rekening mereka pada tanggal 12 Februari 2025.
“Pada saat melakukan kroscek ke Bank NTT Capem Balauring menurut pernyataan pihak bank ada orang yang telah datang melakukan pemindahan dan pencairan dengan membawakan surat rekomendasi dari pemerintah Desa Hoelea,” kata Sania.
Pada tanggal 13 Februari 2025, pihak Kelompok Tani An-nida menemui Pemerintah Desa untuk melakukan konsultasi terkait masalah ini.
“Bapak Kepala Desa Hoelea menemui informasi bahwa surat itu tidak memiliki arsip di desa dan sampai hari ini belum ada Pemerintah Desa yang mengakui sumber surat itu dari mana. Padahal jelas-jelas terdapat kop, nomor surat dan tanda tangan serta cap basah milik Pemerintah Desa Hoelea,” ungkap Sania.
Karena beberapa kali mediasi bersama pemerintah dan BPD Desa Hoelea tidak menemukan jalan keluar, Kelompok Tani An-nida memutuskan untuk membawa kasus ini ke ranah hukum.
Dugaan kuat praktik penggelapan uang ini telah telah melanggar UU No 3 Tahun 2011, Pasal 85, yang berbunyi setiap orang yang dengan sengaja menguasai dan mengakui sebagai miliknya dana hasil transfer yang diketahui atau patut diketahui bukan haknya dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
“Dengan dasar itu pihak An-nida bersama beberapa golongan muda mengajukan pengaduan ke Polsek Omesuri untuk menindak lanjuti kasus ini sehingga memberikan dampak keadilan bagi korban penggelapan uang tersebut,” kata Sania.
Hingga saat ini pihak kelompok An-nida masih menunggu proses lanjutan dari pihak kepolisian untuk menyelesaikan kasus ini. Hingga berita ini diterbitkan, BentaraNet sedang berupaya menghubungi Kepala Desa Hoelea, Gregorius Gawi. (BN/001)