Dengan langkah tegap, Emanuel Ledo (52) berjalan menuju puncak Leuwayan, sebuah desa yang berada di pesisir utara Kecamatan Omesuri, Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur (NTT). Di puncak desa ini terdapat sebuah bak reservoar besar dengan daya tampung air bersih mencapai 22.000 liter.
Tangan kanan Emanuel yang memegang kunci berusaha membuka dua buah keran air pada pipa menuju rumah warga. Bunyi aliran air di dalam pipa ukuran 2 dim itu, terdengar dengan jelas. Ini menandakan air meluncur dengan mulus ke beberapa keran output di rumah-rumah warga.
Bak penampung air berwarna biru ini terisi penuh dengan air. “Kalau sudah setengah biasanya kami tampung dulu sebelum dialirkan lagi rumah warga secara bergilir,” kata Kepala Desa Leuwayan ini saat ditemui pada Selasa, 04 April 2023.
Kondisi ini sungguh jauh berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Distribusi air tidak selalu merata karena jaringan instalasi air bersih tidak terpasang dengan baik.
Sejak awal memimpin Desa Leuwayan pada tahun 2021 lalu, Emanuel selalu gelisah dengan persoalan air untuk warga. Hampir setiap hari dia menyusuri jaringan pipa yang melintasi daerah bebatuan menuju keran air, dari bak penampung yang letaknya berada di puncak kampung ini.
Emanuel sesungguhnya merupakan seorang kepala keluarga yang turut merasakan sulitnya mendapat air bersih. Jaringan pipa yang melintang di tengah kampung, sebelumnya tidak dialiri air secara rutin. Sekali waktu dia mengajak beberapa warga untuk mendeteksi masalah jaringan pipa ini.
Sejak dibangun pada zaman pemerintah Hindia Belanda hingga dilanjutkan dengan program PNMP oleh Pemerintah Indonesia, bak penampung dan jaringan pipa air di desa ini belum mampu mengobati kerinduan masyarakat akan air bersih.
Emanuel mengisahkan, setiap pagi dia terus mengontrol beberapa titik jaringan pipa, hanya untuk memastikan air dapat didistribusikan secara merata dan rutin kepada semua masyarakat.
“Ternyata memang masalahnya itu di jaringan pipa yang tidak bagus,” ucapnya.
Sebagai kepala desa, Emanuel tidak putus asa. Dia berpikir harus ada jalan lain yang ditempuh untuk memecahkan masalah air bersih di Desa Leuwayan.
Namun di sisi lain, keterbatasan anggaran menjadi masalah utama saat itu. Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) Leuwayan pada tahun 2021 dan 2022, sebagian besar dialihkan untuk menangani pandemi COVID-19.
Bahkan, anggaran desa ini terus mengalami kebijakan pengalihan (refocusing) sesuai arahan pemerintah pusat. Sebagian besar anggaran digunakan untuk memberikan stimulus kepada masyarakat seperti bantuan langsung tunai (BLT) dan beberapa urusan kesehatan selama pandemi COVID-19.
Sektor infrastruktur termasuk jalan dan air tidak menjadi prioritas pembangunan selama pandemi COVID-19. Di sisi lain, masyarakat Desa Leuwayan terus mengeluh soal sulitnya memperoleh air bersih. Masalah ini tentu menambah beban bagi ibu rumah tangga yang harus menempuh perjalanan jauh melewati tanjakan, untuk memperolah air bersih di sumur yang berada di pesisir pantai.

Tidak hanya itu, anak-anak terutama anak perempuan pun turut merasakan dampak dari masalah ini. Waktu mereka untuk bermain dan belajar berkurang digantikan dengan aktivitas mengambil air di sumur.
Tugas dan tanggung jawab atas masalah ini harus Emanuel tuntaskan sebagai kepala desa. Beberapa upaya perbaikan jaringan pipa telah mereka laksanakan, namun hasilnya tidak signifikan. Padahal, debit air dari mata air menuju desa ini sebesar 1,8 liter per detik harusnya bisa memenuhi kebutuhan masyarakat Desa Leuwayan.
“Saya coba memeriksa apa sebenarnya masalahnya. Ternyata distribusi dari mata air ke bak reservoar kedua juga bermasalah. Kami perbaiki jaringan semua sudah bagus, tapi distribusinya masih tetap tidak merata karena bak yang kapasitasnya 35.000 liter itu, pipa outlet-nya bermasalah sehingga rumah yang paling ujung tidak dapat air,” ungkap Emanuel.
Untuk memecahkan persoalan ini tentu membutuhkan biaya yang tidak sedikit juga analisa yang matang, agar air dapat dialirkan secara merata ke semua rumah warga. Pikirannya tertuju pada Yayasan Plan Internasional Indonesia yang telah bekerja di Indonesia sejak tahun 1969.
Gayung bersambut, apa yang disampaikan Emanuel Ledo mendapatkan tanggapan positif dari Plan Indonesia.
Melalui Proyek Jelajah Timur: Run for Equality, Plan Indonesia berupaya melakukan kampanye penggalangan dana untuk membangun akses air bersih bagi warga Desa Leuwayan dan beberapa desa lainnya di NTT.
Lari amal sejauh 100 Kilometer di Pulau Lembata pada Jumat, 26 November 2021 dan melibatkan 44 peserta ini, membawa misi pemenuhan hak anak dan kesetaraan bagi perempuan. Kampanye ini berhasil menghimpun dana untuk pembangunan dan perbaikan jaringan pipa di Desa Leuwayan.
“Berkat Plan Indonesia dan intervensinya kami bisa membangun jaringan air bersih,” ungkap Emanuel.
Emanuel mengakui kehadiran Plan Indonesia telah menjawab persoalan yang selama ini mereka hadapi. Sebagai Kepala Desa Leuwayan, dia berkomitmen untuk tetap menjaga dan merawat jaringan pipa ini agar dapat digunakan dalam jangka waktu yang lama.
Pada tahun 2021, Pemerintah Desa Leuwayan membentuk Badan Pengelola Sarana Penyediaan Air Minum dan Sanitasi (BPSPAMS) Desa Leuwayan. Badan ini bertugas mengelola dan memelihara jaringan air bersih, termasuk menyusun jadwal dan operasional air bersih di desa ini.
Wakil Ketua BPSPAMS Desa Leuwayan, Syukur Soheng, mengatakan, enam orang anggota BPSPAMS Desa Leuwayan bertanggungjawab terhadap setiap tugas yang diberikan. Misalnya, ada anggota yang bertugas membuka tutup jadwal distribusi air bersih, penagih iuran dan pemeliharaan.

Setiap kepala keluarga dikenakan iuran sebesar Rp 5.000 untuk pemeliharaan jaringan air bersih yang menggunakan pipa HDPE ini. Semua petugas BPSPAMS Desa Leuwayan tersebar di empat dusun dan bertugas menarik iuran dari warga.
“Kalau petugas yang rumahnya dekat bak induk berarti dia yang mengoperasikan buka tutup keran menuju rumah warga. Kalau uang (iuran) ini kita gunakan untuk perbaikan jaringan,” kata Syukur.
Bagi Syukur, pembentukan BPSPAMS ini merupakan komitmen pemerintah untuk meneruskan perjuangan 44 pelari dalam Proyek Jelajah Timur : Run for Equality oleh Plan Indonesia untuk mewujudkan air bersih bagi masyarakat Desa Leuwayan.
“Sekarang itu distribusi air makin lancar masalah berkurang. Dengan sistem yang baru ini kami lebih mudah memelihara jaringan pipa. Misalnya kalau bagian dalam pipa berlumut kami bisa membersihkannya dengan mudah,” ungkap Syukur.
Syukur menjelaskan bahwa ke depan, pihaknya bersama pemerintah desa akan melakukan penambahan titik keran air di setiap dusun dengan memanfaatkan dana desa. Saat ini Plan Indonesia juga telah menyiapkan meteran untuk jaringan air yang akan dibangun menggunakan dana desa.
Sebanyak 365 Kepala Keluarga di Desa Leuwayan kini dapat menikmati air bersih, buah dari perjuangan para pelari Jelajah Timur dan komitmen Kepala Desa Leuwayan, Emanuel Ledo, untuk mengalokasikan sejumlah anggaran secara berkelanjutan untuk pengembangan jaringan distribusi.
Direktur Eksekutif Plan Indonesia, Dini Widiastuti menjelaskan bahwa akses air bersih tidak hanya mampu mengurangi beban dan risiko yang dihadapi masyarakat serta anak-anak perempuan di NTT, namun juga berkontribusi terhadap pengurangan stunting.
“Pemenuhan akses air bersih adalah kunci dalam memperjuangkan hak-hak anak terutama anak perempuan di NTT,” kata Dini dilansir kupang.tribunnews.com.
Dia menjelaskan, 2021 merupakan tahun ketiga bagi Plan Indonesia dalam menyelenggarakan Jelajah Timur.
Keberlanjutan proyek ini menjadi penegas akan komitmen Plan Indonesia terhadap misi memperjuangkan hak anak dan kesetaraan bagi anak perempuan.
Sebelumnya, pada 2020, melalui Jelajah Timur, Plan Indonesia berhasil mengumpulkan donasi lebih dari Rp 2 miliar, di mana sebanyak 3.805 individu telah merasakan akses air bersih yang layak di lima desa di NTT. Persisnya, di Desa Tedamude dan Nggolonio di Kabupaten Nagekeo, dan Desa Leuwayan, Kaohua, dan Kalikur WL di Kabupaten Lembata.
Menurutnya, krisis air bersih menjadi tantangan tersendiri bagi masyarakat di NTT. Anak perempuan sering dibebankan untuk menjalani tanggung jawab mengambil air bersih. Akibatnya, anak perempuan kehilangan waktu bermain dan belajarnya karena kelelahan.
“Belum lagi mereka rentan risiko kekerasan di perjalanan mengambil air bersih,” kata Dini.
Sulitnya akses terhadap air bersih membuat keluarga di NTT menghabiskan sebagian besar anggaran rumah tangga untuk membeli air bersih ketimbang memenuhi kebutuhan gizi anak. Sehingga, kelangkaan air berdampak pada angka stunting di NTT.
Studi Status Gizi Balita Kementerian Kesehatan RI tahun 2019 menunjukkan bahwa NTT merupakan provinsi dengan angka prevalensi stunting tertinggi di Indonesia hingga mencapai 43,8 persen. (Andri Ata Goran)