Lewoleba – Relawan Taman Daun dan para nelayan pesisir Lewoleba melakukan tranplantasi terumbu karang di kawasan Teluk Lewoleba atau tepatnya di lokasi seputaran Pulau Siput Awololong, pada Kamis (22/10/2020).
Transplantasi terumbu karang ini merupakan aksi perdana yang masuk dalam rencana mereka mulai melakukan pelestarian laut secara rutin.
Para relawan Taman Daun sendiri bertekad akan membangun sektretariat atau rumah relawan di tepi pantai Lewoleba yang bertujuan untuk melakukan aksi rutin tentang pelestarian laut.
“Rencana dari nama markas dan aksi ini adalah Prosesi REVOLUSI BIRU,” kata John S J Batafor, Koordinator Relawan Taman Daun.
Di kawasan ini, banyak sekali terumbu karang yang sudah hancur akibat aktivitas bom ikan dan penangkapan ikan dengan metode yang tidak ramah. Para relawan menyebut kegiatan transplantasi terumbu karang ini sebagai ‘Cara Menyelamatkan Pulau Siput Awololong Dari Kehancuran’.
John Batafor, menerangkan terumbu karang yang rusak akan berdampak pada menurunnya hasil tangkapan para nelayan serta kesehatan manusia dan lingkungan. Oleh karena itu, sangat penting untuk melakukan rehabilitasi bawah laut.
Salah satu upaya rehabilitasi adalah dengan transplantasi terumbu karang dengan teknik diikat pada substrat kotak semen yang berfungsi sebagai pemberat penahan arus, dan media tumbuh.
Sebanyak 250 substrat ini kemudian diletakkan di dasar laut dengan bibit terumbu karang yang telah diikat pada tiang bantu.
Hal ini tentunya perlu memperhatikan berbagai faktor yang sangat berpengaruh dalam tumbuh kembangnya termasuk suhu, intensitas cahaya, aktivitas manusia hingga monitoring.
Tujuan transplantasi menurut John, pada dasarnya adalah untuk pelestarian ekosistem terumbu karang yang berperan dalam mempercepat regenerasi terumbu karang yang telah rusak.
Transplantasi ini diharapkan bisa memperbaiki ekosistem yang sudah rusak oleh berbagai aktivitas terutama di kawasan seputaran Pulau Siput Awololong. Menurutnya, penanaman terumbu karang ini juga sangat bermanfaat untuk melindungi pulau berpasir putih itu dari ombak besar yang berpotensi menyebabkan abrasi pantai dan kerusakan sekitarnya.
“Sebab jika tidak maka pulau ini perlahan akan mengecil akibat runtuhan pasir yang perlahan terkikis,” tambahnya.
“Tidak hanya masalah mangkraknya proyek wisata yang timbul tetapi masalah di dasar laut sekitaran pulau ini pun sangat memprihatinkan yakni terumbu karang yang rusak parah seolah hamparan gurun pasir dan serpihan karang yang telah hancur dan mati berserakan tanpa ada yang peduli,” urainya.
Dirinya juga menyayangkan kebijakan pemerintah daerah yang malah memperparah Pulau Siput Awololong dengan membangun fasilitas wisata jeti apung dan restoran apung di pulau tersebut. Meski proyek pariwisata tersebut sudah mangkrak, John menerangkan aktivitas pembangunan wisata yang kebablasan malah akan berdampak buruk pada bertambahnya kerusakan lingkungan.
Fahmi Syamsudin, nelayan sekaligus koordinator Komunitas Pukat Kombong, sangat berterimakasih dan bersyukur kepada Komunitas Taman Daun yang mempunyai inisiatif melestarikan alam bawah laut. Pelestarian terumbu karang menurutnya akan berdampak juga pada penghasilan nelayan yang lebih baik.
“Semakin hari hasil tangkapan kami terus menurun. Kami juga sangat sedih dan kecewa melihat kapal purse seine dengan pukat besar dan panjang yang setiap hari lingkar (jala ikan) bahkan lebih dari 5 kali sehari pukat mereka diturunkan lalu tarik naik dengan karang-karang hidup,” keluhnya.
“Bayangkan kalau 1 kapal purse seine jenis lingkar kiri itu dalam sehari hancurkan atau matikan 5 rumpun karang? bagaimana kalau 10 kapal dalam sehari? dan bagaimana kalau setahun? berapa banyak terumbu karang yang akan rusak di teluk yang kecil ini? Masyarakat Lembata pada umumnya makan ikan dari hasil laut di teluk kecil ini,” tambahnya.
Fahmi atau akrab disapa Figo ini berjanji akan terus menjaga terumbu karang yang sudah ditanam oleh para relawan Taman Daun. Dia juga akan melibatkan lebih banyak nelayan lagi jika ada kegiatan-kegiatan serupa. (red)