Lewoleba – Ketua DPRD Lembata, Petrus Gero jadi sorotan sejumlah pihak saat aksi unjuk rasa yang digelar Aliansi Rakyat Lembata Bersatu (Aliansi RLB) di gedung DPRD Lembata pada Kamis (20/5). Petrus saat aksi unjuk rasa ini sedang bertugas di Kupang.
Tidak berbeda, dua pimpinan lainnya yakni Wakil Ketua, Ibrahim Begu dan Fransiskus Gewura juga tidak ada di gedung DPRD Lembata. Padahal sebelumnya, Aliansi RLB sudah bersurat ke DPRD Lembata untuk meminta waktu berdialog dengan anggota DPRD Lembata.
“Kelakuan seperti ini yang membuat kita Lembata ini tidak maju-maju. Kami sudah bersurat dua hari yang lalu untuk berdialog, tapi hari ini semua pimpinan tidak ada di tempat,” kata Kanis Soge, kordinator umum aksi ini.
Melalui negosiasi yang cukup alot setelah sejam lamanya berorasi, 18 orang pengunjuk rasa perwakilan dari masing-masing organisasi akirnya diizinkan masuk ke gedung DPRD Lembata dan berdialog dengan 13 anggota DPRD Lembata yang hadir saat itu.
Selain menimbulkan kegusaran pendemo, ketidakhadiran tiga pimpinan DPRD Lembata ini juga sempat menjadi perdebatan alot antara 13 anggota DPRD Lembata dengan perwakilan massa aksi saat dialog di loby utama gedung DPRD Lembata.
Karena tidak ada pimpinan yang hadir, anggota DPRD Lembata, Anton Leumara mengambil alih pimpinan sidang saat dialog ini untuk mendengarkan aspirasi Aliansi RLB yang diwakili oleh 18 orang.
“Baru dalam sejarah lembaga ini, tiga orang pimpinan lembaga DPRD Lembata tidak ada di tempat,” ungkap Anton.
Dia berujar Ketua DPRD Lembata tidak memberitahukan kepada para anggota bahwa ada surat unjuk rasa dan permintaan dialog dari Aliansi RLB.
“Jadi kami datang ke kantor ini karena memang ini hari kerja,” ujar Anton Leumara.
Menurut keterangan dari Sekretaris DPRD Lembata, kata Anton, Ketua DPRD Lembata Petrus Gero sedang berada di Kupang, Wakil Ketua I Frans Gewura sedang berada di Kantor Kesbangpol dan Wakil Ketua II Ibrahim Begu ada di Ile Ape.
Yosep Boli Muda, Anggota DPRD Lembata dari PKB, mengungkapkan, Wakil Ketua II Ibrahim Begu sedang berada di Ile Ape untuk kepentingan relokasi warga desa Amakaka.
Perwakilan JPIC SVD, Pater Vande Raring SVD yang hadir pada dialog terseut mengatakan, kondisi seperti ini memberikan gambaran bagaimana kinerja DPRD Lembata sebagai lembaga legislatif yang juga menjalankan fungsi pengawasan.
Hal ini juga menuurutnya menjadi gambaran yang cukup jelas bagaimana DPRD Lembata tampak tidak berdaya di mata eksekutif. DPRD Lembata dinilainya memiliki kinerja yang buruk karena tidak sanggup menjalankan fungsi kontrol pemerintahan yang sedang berjalan.
“Lembaga DPRD Lembata harus punya wibawa di mata pemerintah dalam hal ini eksekutif. Kami datang ke sini kami anggap DPRD ini masih ada. DPRD Lembata ini tidak punya integritas sehingga 25 anggota ini tidak berdaya di hadapan seorang Bupati Lembata,” kata Pater Vande.
Sementara itu, angota DPRD Lembata, Gabriel Raring juga mengamini apa yang disampaikan para pengunjuk rasa.
“Lebih celakanya pimpinan yang menerima surat hari ini tiga-tiganya tidak ada. Sejatinya sebuah lembaga tinggi tidak dibenarkan kalau ada kevakuman. Kalau satu dua pergi ya satu tetap tinggal untuk mengurus rumah tangga termasuk membawahi kami anggota 22 orang ini,” kata Gabriel.
Ketua DPRD Lembata Petrus Gero saat dihubungi BentaraNet sedang bertugas di Kupang. Dia menjelaskan, perjalanan tugasnya ke Kupang terkait beberapa agenda penting sudah direncanakan jauh hari sebelumnya, bukan karena alasan tidak mau berdialog dengan Alinasi RLB.
Petrus berjanji akan menjelaskan perihal surat dari Aliansi RLB dan memberikan klarifikasi terkait sorotan dari beberapa anggota DPRD Lembata dan perwakilan massa aksi setelah dia menuntaskan agenda pertemuan penting di Kupang.
Para pengunjuk rasa menuntut DPRD Lembata untuk mendorong dan mendesak Polda NTT agar segera menahan tersangka kasus korupsi mega proyek jeti dan kolam apung Awololong, serta segera menetapkan tersangka baru aktor intelektual kasus yang diduga menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 1,4 miliar ini.
Selain itu, mereka juga menyoroti Bupati Lembata Eliyaser Yentji Sunur yang meninggalkan Lembata dalam waktu yang lama, di saat beberapa persoalan para penyintas banjir bandang dan longsor belum diselesaikan seperti masalah relokasi dan nasib para pengungsi setelah dipulangkan Pemda Lembata. (Red)